Konten dari Pengguna

Syiar Islam di Liga Inggris

Yudho Priambudi
Pengamat Sepakbola Inggris
22 April 2018 12:41 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudho Priambudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Syiar Islam di Liga Inggris
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
3 pemain Muslim berpose bersama dengan para pemain Liverpool F.C. lainnya. Sumber foto: https://en.wikipedia.org/wiki/2017–18_Liverpool_F.C._season#/media/File:Spartak_Moscow-_Liverpool.jpg
ADVERTISEMENT
Ada yang tidak biasa dalam suasana kompetisi Liga Inggris belakangan ini. Sejak tahun lalu, ketika pertandingan berlangsung di stadion Anfiled, kita kerap mendengar lirik nyanyian pendukung Liverpool F.C. yang berbeda dari sebelumnya: “If he’s good enough for you/He’s good enough for me/If he scores another few/Then I’ll be Muslim too,” dan diakhiri dengan bait: “He’s sitting in the mosque/That’s where I want to be.”
Chant tersebut ditujukan kepada seorang penyerang andalannya asal Mesir, Mohamed Salah, yang mulai bergabung dengan Liverpool F.C. sejak awal musim 2017. Bait lagu penyemangat di atas tidak hanya memberikan apresiasi kepada salah satu pemain terbaik di Liga Utama Inggris saat ini, tetapi juga mencerminkan keberadaan tradisi toleransi, dan saling menghargai dari masyarakat Inggris.
ADVERTISEMENT
Rasisme di Sepakbola Inggris
Syiar Islam di Liga Inggris (1)
zoom-in-whitePerbesar
Poster kampanye anti-rasisme yang turut didukung oleh Premier League. Sumber foto: http://www.fleetwoodtownfcct.com/inclusion/kick-it-out/
Sebelum Islamophobia meracuni segelintir orang,dan pengikut mereka, pemain berkulit hitamlah yang kerap menjadi korban rasisme. Dulu, atmosfer stadion-stadion sepakbola di Inggris tidak terlalu bersahabat bagi kaum tertentu, terutama dengan masih kuatnya kelompok-kelompok sayap kanan seperti National Front pada tahun 1970-an sampai 1980-an.
Perubahan mulai terjadi saat Cyrille Regis bermain untuk West Bromwich Albion. Dia adalah salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki klub tersebut. Selain itu, Cyrille juga merupakan bagian dari generasi pemain non-kulit putih yang tidak hanya merevolusi permainan sepakbola, namun juga sikap masyarakat Inggris terhadap isu rasisme.
Regis memang tidak berhasil menghapus rasisme secara menyeluruh, namun dengan semakin banyaknya pemain berkulit hitam yang muncul setelah masanya, diskriminasi berdasarkan warna kulit kini dianggap sebagai sesuatu yang kasar, dan memalukan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, orang-orang yang berpikiran sempit cenderung mengalihkan fokus kepada isu agama. Mereka tentu tidak hanya ditemukan di stadion-stadion sepak bola, namun juga di panggung politik, dunia sastra, maupun media massa baik konvensional maupun daring.
Mereka kerap mengincar umat Islam, dan terkadang melakukan apapun untuk bisa menghubungkan 1,8 miliar pemeluknya di seluruh dunia dengan setiap kejahatan yang dapat mereka bayangkan, terutama terorisme. Bahkan, ada di antara mereka yang secara ekstrim menyerukan untuk mendeportasi setiap Muslim karena dianggap berpotensi akan melakukan aksi-aksi teror bersenjata.
Pemeluk Islam di Klub-Klub Liga Inggris
Sadio Mane dan Mohamed Salah. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
zoom-in-whitePerbesar
Sadio Mane dan Mohamed Salah. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
Orang-orang yang telah dirasuki virus Islamophobia boleh jadi terkejut dengan kemunculan sosok Salah. Mantan pemain Chelsea F.C. tersebut dikenal sebagai seorang sosok pekerja keras, berjiwa sosial, dan cinta damai. Ia juga dikenal memiliki selebrasi yang cukup unik setiap usai mencetak gol, yaitu dengan bersujud di tanah seorang diri maupun bersama rekan setimya Sadio Mane, yang juga pemeluk Islam.
ADVERTISEMENT
Para fans Muslim Manchester United juga boleh berbangga dengan sosok Paul Pogba, yang didatangkan pada tahun 2016 dengan rekor biaya transfer sebesar hampir 90 juta poundsterling. Ia dikenal suka menyumbangkan sebagian dari gajinya untuk amal. Hal serupa juga kerap dilakukan oleh Riyad Mahrez, bintang yang pernah membantu Leicester City menjuarai Liga Utama Inggris tahun 2016, serta N’Golo Kanté, mantan rekan satu timnya yang pada musim berikutnya kembali menjadi jawara liga tersebut bersama Chelsea F.C.
Klub-klub papan atas Inggris lainnya juga tidak ketinggalan dalam upaya menghilangkan stigma buruk terhadap Islam. Di Arsenal ada Mesut Özil, di Manchester City ada Ilkay Gundogan. Nama-nama bernuansa Islam pun dapat kita temukan di klub-klub papan tengah, seperti Mamadou Sakho yang kini berseragam Crystal Palace, serta Islam Slimani yang tengah merumput di Newcastle United.
ADVERTISEMENT
Secara tidak langsung, kehadiran para olahragawan Muslim di kasta tertinggi persepakbolaan Inggris mulai membentuk persepsi yang berbeda terhadap kaum yang mereka wakili. Sebelumnya, tidak sedikit warga lokal yang mungkin melihat kaum Muslim sebagai orang-orang yang sangat konservatif, berpikiran sempit, dan kaku. Kini, sudah menjadi lumrah mereka mengucapkan “cool” ketika menyaksikan penampilan para pesepakbola Muslim.
Mengikis Stereotype
Syiar Islam di Liga Inggris (3)
zoom-in-whitePerbesar
Pejabat Pemerintah Inggris kunjungi Al Madina Mosque di London Timur. Sumber foto: https://www.flickr.com/photos/ukhomeoffice/16517192581
Kekaguman para fans klub sepakbola terhadap pemain-pemain andalannya yang beragama Islam mungkin terkesan sepele, namun sulit pula untuk membantah bahwa kebanggaan tersebut memiliki efek mendalam pada persepsi media massa terhadap kaum Muslim secara umum.
Sama halnya ketika pada akhir 1970-an masyarakat Inggris secara bertahap mulai meninggalkan stereotype bernada rasisme di setiap lini kehidupan, termasuk di media cetak, dan elektronik, umat Islam pun kini mulai digambarkan secara semestinya.
ADVERTISEMENT
Kesan yang lebih positif terhadap umat Islam di Inggris tentu tidak lepas dari pengaruh besar para trendsetter di atas lapangan hijau yang mampu menggetarkan hati serta menginspirasi para penikmat maupun stakeholders dari industri sepakbola yang bernilai miliaran poundsterling. Beberapa di antara mereka memang gemar memamerkan tato, gaya rambut imajinatif serta koleksi pakaian yang menarik bagi jutaan penggemar mereka di media sosial.
Namun pada saat bersamaan, mereka juga tidak jarang mem-posting foto diri mereka yang sedang membaca Al-Qur'an di dalam bus ketika menuju lapangan pertandingan, atau berpose di tanah suci Mekah ketika menjalankan ibadah Umrah.
Jika Regis di tahun 1970-an punya andil besar dalam menghilangkan sikap, dan pandangan rasis masyarakat Inggris terhadap penduduk kulit hitam, saat ini Salah dapat dianggap sebagai ikon lain yang menyadarkan komunitas Inggris serta Eropa pada umumnya dari pandangan, dan stereotype yang keliru terhadap umat Islam.
ADVERTISEMENT
Bahwa perbuatan teror, dan tindakan radikal yang dilakukan oleh satu atau sekelompok orang yang kebetulan beragama Islam tidak bisa digeneralisir sebagai perbuatan semua umat Islam. Pikiran yang sama rancunya jika perbuatan kriminal seorang penganut paham tertentu dianggap sebagai dosa kolektif kelompoknya.
Di sini kita menyaksikan bagaimana olahraga (sepakbola) berperan besar dalam menghilangkan sikap prejudice serta negative thinking antar kelompok/ suku bangsa.
Bekasi, 22 April 2018