Konten dari Pengguna

Tumis, Teknik Memasak Asal Tiongkok yang Melekat pada Masyarakat Indonesia

Yuliar
Seorang mahasiswa
19 Januari 2022 20:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuliar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Cara mengolah makanan dengan menumis | Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/side-view-spaghetti-frying-pan-black-background_7757585.htm
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Cara mengolah makanan dengan menumis | Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/side-view-spaghetti-frying-pan-black-background_7757585.htm
ADVERTISEMENT
Indonesia dianggap sebagai salah satu surganya kuliner di Asia Tenggara. Anggapan tersebut tidak lah berlebihan. Nyatanya, Indonesia memiliki beragam jenis olahan makanan khas di setiap daerahnya – dari Sabang hingga Merauke. Keberagaman jenis makanan dan cita rasa yang dimiliki tercipta karena adanya berbagai faktor, termasuk keunikan dan ciri khas dalam cara atau teknik memasaknya.
ADVERTISEMENT
Menumis merupakan salah satu teknik memasak yang banyak digunakan untuk menghasilkan olahan makanan bercita rasa tinggi di Indonesia. Menumis (tumis) adalah cara memasak yang hanya menggunakan sedikit minyak dengan api yang besar. Bahan-bahan yang biasanya merupakan sayuran dimasukkan beserta bumbunya, kemudian diaduk dengan cepat dan secara berulang-ulang. Teknik memasak jenis ini dipercaya mampu memberikan kesan “mengunci” atau mempertahankan cita rasa makanan, kesegaran, dan nilai gizinya.
Mungkin tanpa sadar, kita menganggap bahwa teknik memasak jenis ini adalah asli dari Indonesia, mengingat teknik menumis sangat banyak diaplikasikan oleh masyarakat Indonesia untuk menghasilkan olahan makanan dari dulu hingga sekarang. Namun ternyata, apabila ditinjau dari sisi historisnya, teknik menumis ini rupanya berasal dari Tiongkok dan bukan teknik memasak asli Indonesia. Dalam bahasa mandarin, menumis disebut juga dengan fan chao, dengan fan berarti memutar dan chao berarti menggoreng. Jadi, secara harfiah, fan chao ialah teknik memasak dengan cara “menggoreng dan memutar” atau yang dalam bahasa Inggris disebut dengan stir-fry. Beberapa pendapat juga menyebutkan bahwa istilah chao kemudian dilafalkan menjadi “cah” oleh masyarakat Indonesia – contohnya, cah kangkung.
ADVERTISEMENT
Teknik menumis dibawa oleh para perantau Tiongkok yang menuju ke wilayah Nusantara. Dalam buku Peranakan Tionghoa dalam Kuliner Nusantara karya Aji Chen Bromokusumo, disebutkan bahwa sebelum kedatangan para perantau dari Tiongkok, penduduk lokal di Nusantara belum mengenal teknik masak jenis “tumis”. Pada saat itu, masyarakat lokal baru mengenal teknik asli berupa rebus, panggang, kukus, dan goreng.
Teknik menumis pertama kali terlacak ketika hegemoni kekuasaan Dinasti Han (220 M) usai. Sebelumnya, hidangan istana selalu dimasak dengan cara merebus atau memanggang. Pada tahun 544 M, teknik menumis untuk pertama kalinya dapat ditemui secara tersirat dalam catatan kitab Qimin Yaoshu (Kiat Penting bagi Orang Awam).
Dalam teknik menumis, minyak goreng berperan sebagai elemen utama. Oleh karena itu, membicarakan sejarah teknik menumis, maka perlu diketahui juga bagaimana perkembangan minyak goreng dalam sejarah. Minyak goreng baru berkembang dengan pesat pada masa kekuasaan Dinasti Tang (618-690 & 705-907 M) dan Dinasti Song (960-1279 M). Sebelumnya, minyak yang digunakan berasal dari lemak babi sebagi bahan baku. Kemudian, seiring dengan adanya penemuan-penemuan baru, secara perlahan minyak berbahan baku lemak babi tersebut digantikan oleh minyak nabati.
ADVERTISEMENT
Pada masa Dinasti Han (1368-1644 M), seiring dengan semakin terjangkaunya akses dan harga, penggunaan minyak goreng semakin berkembang, tidak hanya di kalangan istana, tetapi juga di kalangan rakyatnya. Selain itu, terdapat pula penemuan-penemuan baru dalam seni memasak, seperti bentuk wajan proporsional yang mendukung efektivitas pengolahan makanan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa teknik menumis baru benar-benar dikenal dan berkembang pada masa Dinasti Han dan bahkan terus berlanjut hingga era Dinasti Qing (1912 M). Teknik menumis ini menjadi kian populer dan menyebar ke Asia hingga Eropa seiring dengan semakin masifnya arus perdagangan dan migrasi orang-orang Tiongkok ke berbagai belahan dunia.