Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Memviralkan Kasus di Medsos: Dapatkah Dikenakan UU ITE?
12 Maret 2024 16:59 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Yumna Laksmita Hanun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi sekarang ini dimanfaatkan masyarakat untuk menyampaikan informasi, berpendapat ataupun berekspresi. Kita menjadi lebih mudah mengetahui sebuah berita melalui media sosial karena banyaknya sarana untuk memperolehnya seperti Instagram ataupun TikTok. Namun, kemudahan bersosialisasi ini bila tidak digunakan secara bijak dapat rentan menimbulkan penyalahgunaan. Hal ini karena tidak semua pemberitaan yang diunggah di media sosial sudah dibenarkan atau fakta.
ADVERTISEMENT
Akibat yang dapat ditimbulkan dari berita bohong atau hoaks dapat berupa misinformasi ataupun disinformasi. Misinformasi merupakan informasi salah dan tidak akurat yang disebarkan oleh seseorang tetapi ia tidak memahami informasi yang disebarkannya. Sedangkan, disinformasi adalah informasi yang sengaja disebarkan dan pelaku mengetahui informasi yang disebarkannya tidak benar.
Berbeda dengan menyebarluaskan berita bohong yang sudah dapat dipastikan merupakan perbuatan hukum, apakah penyebarluasan atau yang biasa disebut memviralkan di media sosial mengenai suatu kasus yang memang benar terjadi dapat dikenakan UU ITE? Dan apakah fenomena ini dapat digolongkan dalam tindak pidana pencemaran nama baik?
Definisi Pencemaran Nama Baik
Menurut Pasal 310 KUHP, penghinaan atau pencemaran nama baik adalah tindakan menyerang kehormatan (nama baik seseorang) dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. R. Soesilo menambahkan penjelasan tentang pasal tersebut dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225) bahwa kata “menghina” yang dimaksud adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang” dimana mengakibatkan orang yang diserang merasa malu. “Kehormatan” yang dimaksud adalah “nama baik” dan bukan dalam lingkup seksual.
ADVERTISEMENT
Perbuatan yang Termasuk Tindakan Pencemaran Nama Baik
Pada prinsipnya, pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 s.d 321 Bab XVI KUHP. Berikut merupakan perbuatan yang termasuk dalam tindakan pencemaran nama baik menurut KUHP:
1. Penistaan
Menurut R. Soesilo, supaya perbuatan dapat dihukum menurut Pasal 310 Ayat (1) KUHP maka harus dilakukan dengan menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud agar diketahui oleh orang banyak. Perbuatan tersebut tidak harus yang melanggar hukum, cukup perbuatan yang memalukan. Selain itu, mengenai penistaan juga dapat dikenakan Pasal 310 Ayat (2) KUHP jika seseorang melakukannya melalui tulisan ataupun gambar
2. Fitnah
Menurut Pasal 311 KUHP, memfitnah adalah kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ketika diizinkan untuk membuktikan, ia tidak dapat membuktikannya dan tuduhanannya itu tidak benar
ADVERTISEMENT
3. Penghinaan Ringan
Suatu perbuatan yang dilakukan seseorang dengan menyampaikan kata-kata yang bersifat menghina dan menyakitkan orang yang dituju. Perbuatan seperti meludahi wajah seseorang juga dapat digolongkan dalam penghinaan ringan. Perbuatan ini dapat dikenakan hukuman sesuai Pasal 315 KUHP.
4. Pengaduan Palsu
Menurut R. Sugandhi, S.H. penjelasan dari Pasal 317 KUHP tentang Pengaduan Palsu adalah diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja:
a) memasukkan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri; dan
b) menyuruh menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri sehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang.
5. Perbuatan Fitnah
Menurut R. Sugandhi, S.H., yang diancam hukuman dalam Pasal 318 KUHP ialah orang yang dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana, seperti diam-diam menaruhkan sesuatu barang asal dari kejahatan di dalam rumah orang lain, dengan maksud agar orang itu dituduh melakukan kejahatan.
ADVERTISEMENT
Pencemaran Nama Baik di Media Sosial
Adapun kebijakan di Indonesia yang mengatur tentang larangan pencemaran nama baik melalui media sosial terdapat dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Jika seseorang terbukti melakukan pencemaran nama baik melalui media sosial, ketentuan pidana bagi pelanggar diatur dalam Pasal 45 Ayat (3) dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Namun, dalam pelaksanaannya, Pasal 27 ayat (3) UU ITE menimbulkan kontroversi di masyarakat karena dinilai multitafsir.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, diterbitkan Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjelaskan:
1. Jika muatan yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau dibuat dapat diakses tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan, maka bukan delik pidana berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
2. Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum, maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum aparat penegak hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik UU ITE.
ADVERTISEMENT
3. Delik pidana Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah delik aduan absolut, sehingga harus korban sendiri yang mengadukan kepada aparat penegak hukum, kecuali dalam hal korban masih di bawah umur atau dalam perwalian. Korban sebagai pelapor harus merupakan orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang yang mentransmisikan, mendistribusikan, atau membuat dapat diaksesnya konten berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau sebuah kenyataan tidak dapat dipidana atas pelanggaran Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik. Hal ini berlaku pada fenomena memviralkan kasus di media sosial, dengan catatan kasus yang diviralkan memang benar adanya tanpa ditambah atau dikurangi (kenyataan). Namun menjadi tindak pidana pencemaran nama baik apabila kasus tersebut ternyata hoaks karena dapat digolongkan dalam tindakan fitnah menurut KUHP.
ADVERTISEMENT