Harmonisasi Pengelolaan Sampah Masyarakat Adat Kampung Naga

Yusep Maulana Sidiq
Saya seorang Mahasiswa Jurnalistik di Universitas Padjadjaran
Konten dari Pengguna
3 Juli 2024 18:17 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusep Maulana Sidiq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kampung Adat Naga (source; Yusep Maulana)
zoom-in-whitePerbesar
Kampung Adat Naga (source; Yusep Maulana)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bandung - Sedikit cerita berkunjung ke Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya. Tak sesak menghirup udara meski harus naik dan turun ratusan anak tangga untuk sampai. Berjalan menurun di bawah pepohonan yang menjulang tinggi, mulai terlihat samar-samar deretan rumah beratapkan ijuk, khas dengan gaya rumah masyarakat adat.
ADVERTISEMENT
Letaknya tidak cukup jauh dari jalanan kota penghubung antara Garut-Tasikmalaya. Namun, tidak mudah juga untuk dituju karena lokasinya berada di jurang yang dikelilingi rimbunnya pepohonan. Tempat ini adalah salah satu kampung adat di Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat yang bernama Kampung Naga. Makna “Naga” sendiri diambil dari bahasa sunda yaitu “nagawir” yang memiliki arti “di jurang” persis dengan letak kampungnya.
Dari awal masuk gerbang masih memerlukan waktu untuk tiba di kampungnya, sesekali fokus teralihkan pada tempat sampah yang berjejer sepanjang jalan setiap 10-20 meter. Sewaktu masuk memang tidak dilarang untuk kita membawa makanan ringan atau sejenisnya. Karena memang sudah sangat mudah untuk kita bisa membuang sampah pada tempatnya. Tak lama kita akan kembali dikagetkan dengan tempat sampah yang sama, tersedia di setiap depan rumah berteraskan bambu.
ADVERTISEMENT
“Setiap rumah sudah pasti ada tempat sampahnya sendiri dan itu masyarakatnya sendiri yang menyiapkan” ucap Pengurus Cagar Alam Kampung Naga, Hesty Lestari diwawancara pada (11/03/2024)
Kemandirian masyarakat adat ini mencerminkan kearifan lokal yang hingga saat ini masih mereka jaga. Bagi masyarakat adat Kampung Naga dalam kehidupan, harus menjaga keharmonisan antara manusia, leluhur, dan alam. Menurut mereka alam dan lingkungan bukan hanya sekadar sumber daya, melainkan warisan bagi generasi mendatang. Mereka percaya bahwa manusia mempunyai kewajiban untuk mengatur dan melindungi alam. Merusak alam berarti menghancurkan rencana Tuhan dan membahayakan kehidupan bersama.
Terletak di pedalaman, Kampung Naga menjadi oase di tengah modernisasi. Kampung adat ini tidak hanya memukau dengan keunikan budayanya, namun juga kearifan lokalnya yang masih terpelihara dengan baik. Kearifan lokal ini tertanam dalam banyak aspek kehidupan masyarakat, mulai dari arsitektur, adat istiadat, dan kehidupan sehari-hari. Salah satu ciri khas Kampung Naga adalah arsitekturnya yang mencerminkan keselarasan dengan alam. Rumah warga terbuat dari bahan yang diambil dari alam seperti bambu dan kayu, serta atap dari ijuk. Denah rumah dirancang dengan cermat mengikuti aliran sungai dan dikelilingi pepohonan rindang, Ini tidak hanya indah, tapi juga mendukung kelestarian lingkungan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Kampung Naga juga masih menjaga nilai-nilai tradisional yang diwarisi nenek moyang. Ritual adat seperti Hajat Sashi dan Seren Taung masih dilakukan dengan khidmat sebagai ungkapan penghormatan kepada leluhur dan alam semesta. Norma-norma dan pantangan-pantangan adat dipatuhi dengan penuh kesadaran untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan kehidupan desa. Kehidupan sehari-hari Kampung Naga juga mencerminkan kearifan lokal yang mendalam.
Konsep Kebersihan Kampung Naga; Pembagian Tiga Kawasan
Pola perkampungan Kampung Naga mencerminkan budaya memilah yang mereka jaga sebagai warisan para leluhurnya. Terdapat tiga kawasan yang dibagi untuk menunjang kegiatan sehari-hari masyarakat, yaitu kawasan suci, bersih, dan kotor. Kawasan suci merupakan kawasan yang tidak dapat dijamah dari pengaruh luar berupa hutan larangan, terletak di seberang pemukiman dan dipisahkan oleh aliran sungai Ciwulan. Sedangkan kawasan bersih diisi dengan rumah-rumah warga, mesjid, dan bangunan adat lainnya. Kemudian kawasan kotor diantaranya toilet, tempat penumbuk padi, kolam ikan, dan kandang ternak.
ADVERTISEMENT
Terdapat pagar bambu yang melingkari setiap kawasan sebagai pembatas satu kawasan dengan kawasan lainnya. Tata letaknya menyerupai bentuk spiral, dimana kawasan bersih berada di bagian paling dalam, dan kawasan kotor terletak di bagian paling luar. Sedangkan kawasan suci terletak di luar lingkaran.
“Kalau warga di daerah bersih masih bisa menjaga baik pikiran maupun perbuatan untuk tetap bersih, maka daerah kotor akan bisa dikendalikan dan juga daerah suci bisa terus terjaga kesuciannya” ucap Pengurus Cagar Alam Kampung Naga, Hesty Lestari diwawancara pada (11/03/2024)
Meskipun terdapat kawasan kotor yang terbagi di Kampung Naga, kebersihan dan kerapihannya masih mereka jaga. Terbukti dengan tersedianya tempat sampah pada beberapa titik di kawasan kotor agar senantiasa bersih dan asri.
ADVERTISEMENT
Kesadaran masyarakat Kampung Naga terhadap lingkungan membuat mereka mengupayakan berbagai cara untuk dapat terus menjaga kebersihan, salah satunya kepedulian mereka terhadap sampah. Keterbatasan terhadap teknologi tidak menjadi pembatas untuk mereka dapat mengelola berbagai jenis sampah. Mulai dari sampah organik dan anorganik dapat dikelola sangat baik dengan cara yang sederhana. Terdapat fasilitas untuk mengolah sampah anorganik berupa tempat pembakaran yang tersedia di empat titik.
“Kata orang-orang masih kurang bagus kalau ini sampahnya dibakar, tapi kami masih mau buat mengelola sendiri, kami juga masih punya pohon-pohon yang banyak buat menjaga udara tetap segar” kata Yati warga asli Kampung Naga
Sedangkan untuk berbagai sampah organik dapat mereka kelola dengan sangat baik. Masyarakat adat Kampung Naga biasanya melakukan pengomposan untuk sampah organik secara mandiri. Karena mayoritas masyarakat adat Kampung Naga berprofesi sebagai petani, mereka dapat secara rutin membuat kompos untuk digunakan sebagai pupuk. Selain itu, biasanya sampah sisa makanan mereka gunakan untuk pakan ternak dan ikan. Terdapat beberapa ternak yang dipelihara masyarakat seperti, kambing, sapi, ayam, dan ikan.
ADVERTISEMENT
Eksistensi “Pamali” dalam Mengatur Perilaku Masyarakat
Kesadaran masyarakat adat Kampung Naga ini muncul dari kearifan lokal yang telah lama tertanam sebagai ajaran leluhurnya. Dengan kearifan lokal masyarakat menjadi lebih menghargai, menaati dan menjaga makna dari setiap pesan yang dititipkan.
“Saya bukan lagi takut kalau buang sampah sembarang, tapi sudah jadi kewajiban yang pamali kalau dilanggar” ujar Yati Penduduk Asli Kampung
Tak salah jika kampung adat ini dinobatkan sebagai Green Gold pada Indonesian Sustainable Tourism Award (ISTA) Festival tahun 2019 sebagai bentuk penghargaan dari kemandirian dan upaya mereka dalam menjaga lingkungan.
Kentalnya kepercayaan terhadap nenek moyang dan kearifan lokal yang masih terjaga di tengah masyarakat adat Kampung Naga, membuat masyarakat luas beranggapan Kampung Naga sebagai wilayah yang sakral. Suasana asri yang menjalin harmonisasi dengan alam menyiratkan pesan-pesan leluhur yang berhasil mereka jaga. Perilaku masyarakat adat Kampung Naga juga yang mencerminkan kesadaran mereka untuk menjaga alam, membuat pengunjung yang datang lebih menjaga tingkah lakunya.
ADVERTISEMENT
“Saya sebenarnya takut aja mau buang sampah sembarangan soalnya kayak sakral gitu” lanjut Ghina pengunjung Kampung Naga.
Semua perilaku kehidupan masyarakat adat Kampung Naga kembali bermuara pada satu tujuan yakni menjaga kebersihan dan kelestarian tanah warisan leluhur. Manusia berperan sebagai pusat dan pelaku kebersihan, bersih diri, bersih lingkungan, juga bersih hati diyakini harus senantiasa tetap dijaga oleh warga adat Kampung Naga.
Bagi masyarakat adat Kampung Naga pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dianggap sebagai pelanggaran adat yang dapat mendatangkan bahaya bukan saja untuk si pelanggar, tetapi juga untuk seluruh isi Kampung Naga dan untuk orang-orang sa-naga yaitu keturunan Kampung Naga yang menetap di luar Kampung Naga. Semua perilaku ini didasari atas kepercayaan mereka pada trilogi kehidupan yaitu manusia, leluhur, dan alam. Dimana berbagai perilaku harus berjalan harmonis serta saling menjaga dan merawat dengan baik.
ADVERTISEMENT