Blue Economy: Investasi Indonesia Untuk Menguasai Pasar Karbon Internasional

Yusixka Warih Satyaningrum
Nature Enthusiast, menulis reviu buku dan berpuisi di https://kenangkata.blogspot.com/ sambil mengamati perkembangan dunia perikanan. Lulusan Budidaya Perairan Universitas Airlangga, ASN Perencana di Kementerian Kelautan dan Perikanan
Konten dari Pengguna
29 Oktober 2023 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusixka Warih Satyaningrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konsep blue economy pertama kali diperkenalkan oleh Gunter Pauli, pada tahun 2010 dalam bukunya yang berjudul The Blue Economy: 10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs. Blue economy berfokus pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan mata pencaharian, sambil tetap menjaga kelestarian ekosistem laut.
ADVERTISEMENT
Konsep blue economy semakin mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan laut dan pesisir. Blue Economy dipandang sebagai salah satu solusi untuk mengatasi berbagai tantangan global, seperti perubahan iklim, polusi laut, dan kemiskinan melalui implementasi prinsip-prinsip sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Menilik ketiga prinsp di atas, kita dapat menilai bahwa Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia mempunyai potensi sumberdaya kelautan yang luar biasa terutama pada beberapa sektor berikut:
ADVERTISEMENT
Menyadari begitu besarnya potensi yang dimiliki Indonesia sebagai modalitas pengembangan blue economy, melalui UU No.32 tahun 2014 ditetapkan pola kebijakan pengembangan wilayah laut. Disebutkan pada Pasal 14, Paragraf 1: Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menyelenggarakan Pengelolaan kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan dan pengusahaan sumber daya laut dengan menerapkan prinsip ekonomi biru.

Kerangka Pembangunan blue economy merupakan penjabaran dari amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia (RPJPN) 2005-2025.,

Penjabaran tersebut secara khusus ditujukan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang berdaulat, maju, dan tangguh melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Melalui Perpres 16 tahun 2017 ditetapkan Kebijakan Kelautan Indonesia dengan menetapkan 6 prinsip dasar salah satunya adalah ekonomi biru dan ditetapkan sebagai salah satu program prioritas pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
ADVERTISEMENT
Sebagai langkah nyata dalam implementasi kebijakan blue economy, Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan prioritas kebijakan mengacu pada optimalisasi potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang lestari dan berkelanjutan.
https://kkp.go.id/an-theme/main/images/ekonomi_biru4.jpg
Program tersebut selaras dengan upaya untuk melindungi sumberdaya alam terutama sektor kelautan dan menjadi salah satu kontribusi dalam menghadapi perubahan iklim dunia. Salah satu upaya dunia dalam menanggulangi ancaman perubahan iklim adalah dengan mengurangi emisi gas rumah kaca melalui Protokol Kyoto, yaitu perjanjian internasional pertama yang secara hukum mengikat negara-negara industri maju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang disepakati pada Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Kyoto, Jepang, pada tahun 1997.
Negara berkembang dapat memperoleh kredit karbon dengan melakukan kegiatan yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, seperti menanam pohon, mengembangkan energi terbarukan, dan mengelola limbah dengan baik. Kredit karbon tersebut kemudian dapat dijual kepada negara-negara industri maju yang membutuhkannya untuk memenuhi target pengurangan emisi mereka.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2005, pasar karbon internasional resmi dibuka. Pasar karbon internasional ini berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2022, nilai perdagangan karbon internasional mencapai sekitar $100 miliar.
Selain dari sektor kehutanan dan pertanian, sektor kelautan merupakan salah satu sektor terbesar mengurangi emisi gas rumah kaca karena luasan bumi yang didominasi oleh laut. Sehingga upaya dalam mengelola kelestarian laut menjadi hal yang sangat penting saat ini mengingat wilayah dunia lebih banyak adalah wilayah laut sehingga dengan pengelolaan laut yang baik akan secara signifikan mampu menyukseskan pengurangan emisi gas rumah kaca. Dari sinilah letak pentingnya penerapan kebijakan blue economy dalam hal tersebut. Peran laut dalam mengurangi emisi gas rumah kaca adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Beberapa program kegiatan berkonsep blue economy yang dapat dijadikan sumber kredit karbon yang sangat potensial adalah:
ADVERTISEMENT
Indonesia dapat lebih agresif dalam memanfaatkan peluang sebagai produsen karbon biru yang dihasilkan dari implementasi blue economy. Keuntungan yang didapat dari hasil penjualan karbon biru tersebut dapat dijadikan tambahan pendanaan untuk membiayai proyek-proyek blue economy yang lebih masif dan inklusif, contohnya adalah:
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, blue economy dan carbon trading merupakan dua hal yang saling mendukung. Blue economy dapat mendukung carbon trading dengan cara meningkatkan penyerapan karbon oleh laut dan menyediakan sumber daya untuk carbon sink. Carbon trading dapat mendukung blue economy dengan cara memberikan insentif bagi pengembangan blue economy yang berkelanjutan dan meningkatkan investasi di sektor blue economy.
Indonesia sendiri telah berpartisipasi dalam pasar karbon internasional melalui mekanisme REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Mekanisme REDD+ memungkinkan Indonesia untuk menjual kredit karbon yang dihasilkan dari upayanya untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan.
https://gdb.voanews.com/01000000-0a00-0242-6677-08db7851c6ec_w650_r0_s.png
Berdasarkan data dari Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), harga kredit karbon Indonesia di pasar karbon internasional berkisar antara US$2 hingga US$5 per ton CO2.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2022, Indonesia telah menjual kredit karbon senilai sekitar US$200 juta. Nilai ini diperkirakan akan meningkat dalam beberapa tahun mendatang seiring dengan meningkatnya permintaan kredit karbon di pasar internasional.
Jika karbon biru yang dihasilkan dari pelaksanaan program blue economy juga diperhitungkan bisa kita bayangkan berapa juta dolar yang dapat kita terima sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan.
Tentunya harapan kita semua bahwa segala macam kebijakan dan proyek berlandaskan kelestarian lingkungan laut ini dapat memberikan manfaat sebanyaknya mungkin dan seluas-luasnya agar tujuan pembangunan yang merata dan inklusif menuju Indonesia Emas 2045 dapat tercapai lebih cepat.