Konten dari Pengguna

Pajak Digital dan Kesadaran Pajak yang Terbatas

Yussi Dwi Luthfiah
Mahasiswa Akuntansi Perpajakan
17 Maret 2025 12:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yussi Dwi Luthfiah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.istockphoto.com/id/foto/konsep-perencanaan-pengurangan-pajak-pengusaha-menghitung-neraca-usaha-menyiapkan-gm1489003364-514017102
zoom-in-whitePerbesar
https://www.istockphoto.com/id/foto/konsep-perencanaan-pengurangan-pajak-pengusaha-menghitung-neraca-usaha-menyiapkan-gm1489003364-514017102

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang semula direncanakan akan diterapkan mulai 1 Januari 2025 menimbulkan diskusi ditengah publik terkait kebijakan pajak di Indonesia. Kenaikan tarif PPN ini memiliki dampak yang luas dan menyebar ke berbagai aspek sehingga menuai pro kontra masyarakat. Pasalnya, kenaikan tarif PPN ini akan dirasakan oleh berbagai kelompok masyarakat. Kenaikan ini akan berdampak baik untuk konsumen maupun pelaku usaha.

ADVERTISEMENT
Salah satu aspek yang turut menjadi sorotan publik, terutama bagi Gen Z dan milenial adalah pajak atas layanan digital. PPN PMSE atau Pajak Pertambahan Nilai atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik merupakan pajak yang dikenakan atas pemanfaatan barang tidak berwujud atau jasa impor di dalam Indonesia melalui perdagangan yang menggunakan sistem Elektronik. PPN PMSE padadasarnya dikenakan atas transaksi digital yang dilakukan melalui platform luar negeri seperti pemanfaatan barang tidak berwujud maupun jasa dari luar Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan ketentuan yang diatur melalui PMK No. 48/PMK.03.2020, yang termasuk ke dalam jenis barang dan jasa digital luar negeri yang dikenakan PPN seperti langganan streaming music dan film, aplikasi hingga marketplace asing yang beroperasi di Indonesia. Meskipun PPN PMSE sudah diterapkan sejak 2020, tetapi pada kenyataannya masih banyak yang belum mengetahui akan hal ini.
Kenaikan tarif PPN 12% menjadi pintu utama yang membuka diskusi lebih luas tentang perpajakan digital serta urgensi pajak di kalangan masyarakat. Banyak orang yang baru mengetahui atau bahkan baru menyadari bahwa selama ini mereka membayar berlangganan juga dikenakan PPN. Sebelumnya, sebagian masyarakat hanya melihat kenaikan harga pada layanan digital yang mereka gunakan tanpa mengetahui bahwa itu merupakan bentuk pemungutan pajak.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini memperlihatkan dua masalah utama dalam sistem perpajakan di Indonesia yaitu kurangnya literasi pajak dan rendahnya transparansi dalam sosialisasi kebijakan. Pemerintah mungkin sudah berupaya untuk melakukan sosialiasi kebijakan terkait, tapi belum menjangkau semua lapisan masyarakat. Akibatnya adalah, muncul anggapan bahwa pajak hanyalah beban tambahan tanpa adanya pemahaman akan konsep, tujuan dan manfaatnya.
Kenaikan tarif PPN memang menjadi potensi besar dalam upaya peningkatan penerimaan negara, tapi di sisi lain juga dapat menimbulkan resistensi jika tidak diiringi dengan peningkatan literasi pajak yang memadai. Pemerintah perlu memperkuat strategi komunikasi dan transaparansi, agar masyarakat lebih memahami, bukan hanya besaran yang dibayarkan tetapi juga urgensi kontribusi pajak dalam pembangunan negara. Karena ini akan berdampak pada timbulnya kesalahpahaman dan ketidakpercayaan terhadap sistem perpajakan.
ADVERTISEMENT