Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Belajar Kebudayaan Minangkabau; Ragam Bahasa, Sastra Lisan, Hingga Sastra Tulis
10 November 2024 9:48 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Yusuf Husaini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ragam Bahasa Minangkabau
ADVERTISEMENT
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Manusia dapat mengkomunikasikan ide, gagasan, pendapat, dan keinginan mereka. Ini menunjukkan bahwa sikap dan tindakan manusia tidak dapat dipisahkan dari bahasa. Masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) menggunakan bahasa Minang sebagai alat komunikasi. Bahasa ini terkenal dengan kato nan ampek, kata sapaan yang jelas, dan pepapatah petitih yang penuh makna. Selain itu, bahasa Minang memiliki dialek dan logat unik di setiap wilayah Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Secara historis, orang percaya bahwa bahasa Minangkabau berasal dari bahasa Proto-Malayo-Polynesia, yang merupakan cikal bakal dari semua bahasa di Indonesia dan Asia Tenggara. Bahasa Minangkabau mengalami pengaruh dari bahasa dan kebudayaan lain seiring berjalannya waktu, seperti bahasa Melayu, Arab, India, dan Belanda. Pengaruh ini terlihat dalam kosakata, tata bahasa, dan struktur bahasa.Bahasa Minangkabau telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir.
Bahasa Minangkabau berkembang dalam berbagai warna dan corak di berbagai daerah di Sumatera Barat. Keberagaman tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang ada di luar bahasa. Faktor yang mempengaruhi munculnya variasi bahasa antara lain faktor lokasi dan status sosial bahasa lisan. Keanekaragaman bahasa yang digunakan di berbagai tempat disebut “dialek”.
ADVERTISEMENT
Secara tradisional, bahasa Minangkabau dibagi atas empat dialek yaitu dialek Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Kota dan Pesisir. Perbedaannya terlihat pada cara pengucapannya. Perbedaan juga terlihat pada penggunaan kata yang berbeda untuk menyebut objek yang sama. Contoh: Kata bahasa Indonesia untuk "memilih" disebut demikian di beberapa daerah: Bucuik, Cubuik, Bacuik, Cubuk, Cabuik, tapi mungkin ada pilihan lain juga.
Agam-Tanah Datar adalah bahasa yang paling banyak digunakan di pusat kota Sumatera Barat. Dialek ini dianggap sebagai standar penguasaan bahasa Minangkabau karena tidak memiliki atau menggunakan karakteristik dialektal (kedaerahan) yang ada pada beberapa subdialek lainnya. Inilah sebabnya bahasa Minangkaua dengan dialek Agam-Tanah Datar sering disebut sebagai Bahaso Padang atau Bahaso Urang Awak.
ADVERTISEMENT
Bahasa Minang memiliki banyak dialek, bahkan kampung-kampung yang terpisah oleh sungai dapat berbicara dalam dialek yang berbeda. Menurut Nadra, ada delapan dialek yang berbeda dalam wilayah Sumatera Barat:
Sastra Lisan Minangkabau
Sastra lisan merupakan jenis karya sastra yang diturunkan dari mulut ke mulut yang kemungkinan mengalami perubahan dari generasi ke generasi baik berupa perubahan tata bahasa maupun menghilangan alur-alur tertentu dan sebagainya. Berbagai gaya sastra lisan, seperti pantun, cerita rakyat, dan lagu daerah, telah diwariskan dari nenek moyang ke generasi berikutnya dan merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Minangkabau.
Berikut sastra lisan minangkabau yang tak lekang oleh waktu dan masih dipakai hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
1. Shalawat Dulang
Salawat dulang adalah karya sastra lisan yang ditulis dalam bahasa Minangkabau yang terdiri dari dua orang yang membacakan cerita tentang kehidupan Nabi Muhammad, cerita yang memuji nabi, atau cerita yang berkaitan dengan masalah agama Islam. Pembacaan cerita tersebut diiringi irama ketukan jari pada dulang, yaitu nampan kuningan berdiameter 65 cm. Salawat dulang disebut juga sebagai salawat talam. Sebab, di Payakumbuh dan Pariaman, dulang disebut dengan talam. Di Payakumbuh, khususnya di daerah Koto Panjang, ada tukang salawat yang terdiri atas tiga orang tiap satu klub. Di Pariaman, Klub Salawat Talam dapat dijumpai di Toboh dan Kampung Dalam.
2. Pasambahan
Sebelum memulai upacara penting bahkan hanya untuk makan bersama, orang Minang memiliki budaya yang unik. Adat istiadat ini dikenal sebagai pidato pasambahan, atau sering disebut sebagai pasambahan. Meskipun tidak ada definisi yang benar-benar menjelaskan apa arti pasambahan, beberapa defenisi mengatakan bahwa itu adalah dialek antara dua orang yang saling terkait. Sekilas Pasambahan seperti petatah petitih yang disambung hingga selesai. Setelah itu selesai, upacara atau acara adat dimulai. Ketika upacara adat seperti pernikahan, turun mandi, batagak pangulu, dan lainnya dilakukan, pasambahan biasanya dilakukan.
ADVERTISEMENT
3. Sijobang
Sijobang atau Basijobang, adalah salah satu bentuk sastra lisan unik dan menarik di Minangkabau, yang belakangan terancam punah. Kesenian Sjobang juga telah lama menjadi ciri khas masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota, khususnya di Payakumbuh. Dalam dialek Minang, kata “Jobang” mengacu pada nama akhir dari Nan Tongga Magek Jabang, tokoh legendaris dalam cerita Sijobang.
Jobang adalah nama akhir dari Nan Tongga Magek Jabang, yang merupakan tokoh utama dalam cerita Sijobang. Cerita ini mengisahkan petualangan, keberanian, dan kebijaksanaan Nan Tongga dalam menghadapi berbagai tantangan dan rintangan. Orang yang menceritakan Sijobang disebut tukang Sijobang. Ia adalah seorang ahli yang mampu merangkai kata-kata dan melantunkan cerita dengan irama yang memukau. Tukang Sijobang sering kali diundang untuk tampil dalam berbagai acara adat dan perayaan masyarakat Minangkabau. Keunikan kesenian Sijobang terletak pada alat musik pengiringnya, yaitu korek api. Namun, secara modern juga ada yang menggunakan kecapi sebagai alat musik pengiring.
ADVERTISEMENT
Sastra Tulisan Minangkabau
Sastra tulis Minangkabau berkembang pesat pada abad ke-19 dan ke-20. Karya sastra tulis Minangkabau meliputi berbagai genre, seperti puisi, novel, cerpen, dan drama. Dikenal sebagai "sastrawan", individu yang bekerja sebagai penulis menciptakan berbagai jenis karya sastra, termasuk novel, cerita pendek, puisi, drama, esai, dan sebagainya. Sastrawan dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam memperkaya budaya sastra sebuah bangsa dengan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman mereka melalui kata-kata. Sastrawan membuat karya yang menghibur dan memberikan pencerahan kepada pembaca atau penonton.
Mereka dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang kehidupan, emosi, dan refleksi melalui puisi, drama, dan karya sastra lainnya. Berikut adalah sastrawan berdarah minangkabau yang karyanya sangat melegenda hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
1. Marah Rusli
Penulis novel terkenal yang menciptakan karya monumental “Siti Nurbaya” yang menggambarkan konflik budaya dan romansa di Minangkabau. Marah Rusli bernama lengkap Marah Rusli bin Abu Bakar dilahirkan di Padang pada tanggal 7 Agustus 1889. Ayahnya, Sultan Abu Bakar, adalah seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman yang pertama dan diberi gelar oleh H.B. Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia. Sebelum muncul bentuk roman di Indonesia, bentuk prosa yang biasanya digunakan adalah hikayat.
Marah Rusli berpendidikan tinggi dan buku-buku bacaannya banyak yang berasal dari Barat yang menggambarkan kemajuan zaman. Ia kemudian melihat bahwa adat yang melingkupinya tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
2. Buya Hamka
ADVERTISEMENT
Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo, populer dengan nama penanya Hamka (17 Februari 1908 – 24 Juli 1981) adalah seorang ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia. Tidak diragukan lagi bahwa Hamka adalah seorang penulis yang hebat. Karya Hamka telah banyak dicetak ulang dan dipelajari oleh peneliti di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Berbagai majalah dan surat kabar telah menghiasi tulisannya.
Hamka menulis 84 buku dalam waktu kurang lebih 57 tahun. Karya-karyanya banyak menggambarkan minatnya akan bahasa. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan perjalanannya ke Deli yang terbit di Medan melambungkan nama Hamka sebagai sastrawan. Ketiganya bermula dari cerita bersambung yang diterbitkan oleh Magazine of Social Directions. Selain itu, Hamka menulis tentang sejarah, budaya, dan studi Islam.
ADVERTISEMENT
Chairil Anwar
Chairil Anwar merupakan penyair yang dinobatkan sebagai Pelopor Angkatan ’45 melalui puisi-puisi modern Indonesia yang ia ciptakan. Ia lahir di Medan pada 26 Juli 1922 dari keluarga terpandang yang berasal dari Payakumbuh, Sumatra Barat.
Sejak muda penyair Chairil Anwar sudah memiliki pandangan dan sikap hidup yang sangat idealis tak tergoyahkan. Sajak-sajak, seperti "Diponegoro" (1943), menggambarkan semangat perjuangan, seperti yang terlihat dalam larik-larik berikut: MAJU, Bagimu Negeri, Menyediakan Api. Meskipun Chairil meninggal di usia muda pada usia 27 tahun, H.B. Jassin menyatakan bahwa dari tahun 1942 hingga 1949, ia telah menulis 70 sajak asli, sepuluh sajak terjemahan, enam prosa asli, dan empat prosa terjemahan.
Asrul Sani
ADVERTISEMENT
Asrul Sani adalah seorang penulis skenario, sastrawan, dan sutradara Indonesia yang lahir pada 10 Juni 1926 dan meninggal pada 11 Januari 2004. Asrul Sani adalah yang paling muda dari tiga bersaudara. Ayanya, Sultan Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Padang Nunang Rao Mapat Tunggul Mapat Cacang, adalah kepala adat Minangkabau di daerah itu. Keluarganya berasal dari Mandailing, seperti yang ditunjukkan oleh ibunya, Nuraini binti Itam Nasution.
Dalam dunia sastra, Asrul Sani dianggap sebagai salah satu pendiri Angkatan ’45. Karya sastranya berkembang setelah menulis buku puisi Tiga Menguak Takdir bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin.