Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Etika Murid dalam Belajar al-Qur'an Perspektif Imam an-Nawawi
2 November 2024 18:53 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Zacky Al-Ghofir El-Muhtadi Rizal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mengenal Imam an-Nawawi
Imam an-Nawawi Rahimahullah (semoga Allah senantiasa merahmatinya) yang memiliki nama lengkap bu Zakaria Yahya bin Syarafuddin Muri bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam al-Hizami an-Nawawi. Imam an-Nawawi adalah ulama tersohor dari tanah Damaskus. Beliau memiliki julukan muhyidin (penghidup agama) karena kualifikasi beliau yang cukup memadai untuk menyandang gelar tersebut. Beliau juga menjadi salah satu guru besar dalam mazhab syafi'i. Imam an-Nawawi memulai produktivitasnya menulis dari umur 25 tahun hingga wafatnya dan saat ini karya-karya sudah fenomenanya sudah tersebar di berbagai penjuru dunia dan menjadi rujukan bagi para ulama sekarang. Salah satu karya beliau yang sering menjadi bahan belajar di berbagai pondok pesantren di Indonesia dan menjadi bahan kajian umum di masyarakat yaitu Kitab at-Tibyan Fii Adabi Hamalatil Qur'an. Secara garis besar, kitab ini membahas etika pengemban al-Quran atau penghafal al-Qur'an.
Adab Murid dalam Kitab at-Tibyan Fii Adabi Hamalatil Qur'an
ADVERTISEMENT
Murid berasal dari bahasa Arab yang sering diartikan dengan orang yang memiliki keinginan atau komitmen. Berasal dari kata iradah (keinginan yang kuat). Menelisik dari akar katanya sudah menunjukan bahwa ciri spesifik dari murid adalah memiliki keinginan yang kuat dalam belajar. Keinginan yang kuat dalam belajar adalah sebuah keharusan agar cita-cita dan tujuan dapat tercapai. Namun, ada hal yang perlu diketahui dalam proses mencapai cita-cita tersebut. Hal tersebut adalah adab. Adab murid dalam proses belajarnya dapat mempengaruhi keberkahan dan kebermanfaatan ilmunya kelak. Imam an-Nawawi dalam kitabnya at-Tibyan Fii Adabi Hamalatil Qur'an menjelaskan beberapa hal-hal penting yang harus dipersiapkan oleh murid agar proses belajar al-Qur'annya mendapatkan keberkahan dan kebermanfaatan kelak. Pertama, seyogyanya membersihkan hati dari berbagai kotoran agar hati layak menerima al-Qur'an, dalam proses menghafal dan memetik buah kemanfaatan al-Qur'an. Rasulullah SAW. bersabda dalam sebuah hadits,
ADVERTISEMENT
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ. رواه البخاري ومسلم.
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, dan jika segumpal daging tersebut buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kedua, mencari guru yang kompeten dan nampak ketaatannya dalam beragama. Kedua syarat diatas adalah harus ada pada kriteria seorang guru pengajar al-Qur'an. Ulama salaf mengatakan "Ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian". Ketika sudah mendapatkan guru yang cocok. Maka seyogyanya murid tersebut meyakini kapabilitasnya agar terpatri dalam hati ilmu-ilmu yang disampaikan oleh gurunya tersebut. Bahkan generasi ulama salaf terdahulu bersedekah sebelum berangkat ke majelis dan berdoa,
ADVERTISEMENT
اللَّهُمَّ اسْتُرْعَيْبَ مُعَلِّمِي عَنِّى وَلاَ تَذْهَبْ بَرَكَةَ عِلْمِهِ مِنِّى
“Ya Allah, tutuplah aib guruku dariku. Jangan hilangkan keberkahan ilmunya dariku”.
Ketiga, berpenampilan baik menjaga adab dan mengetahui waktu-waktu khusus. Ketika hendak menghadiri majelis hendaknya murid berpenampilan baik, menjaga kebersihan, memakai wewangian dan menjaga adabnya dalam majelis. Hal ini perlu ditekankan untuk kesempurnaan kegiatan belajar mengajar. Berpenampilan baik akan mendatangkan rasa suka guru terhadap penampilannya. Bersih dan wangi dianjurkan agar dalam proses belajar mendapat kenyamanan. Bukan hanya dalam penampilan. Murid seyogyanya memperhatikan adab-adabnya dalam majelis. Memperhatikan penjelasan guru, tidak meninggikan suara dan tidak bermain serta bergurau dengan teman-teman yang lain. Hal ini yang perlu diperhatikan lagi ialah mengetahui kondisi-kondisi khusus bagi murid yang hendak belajar (setoran)atau sowan (bersilaturahmi). Guru sama halnya dengan manusia lain, memiliki waktu sendiri dan waktu bersama keluarga. Murid yang baik harus mengetahui kapan ia bisa sowan (bertemu)untuk belajar atau membicarakan beberapa perihal permasalahannya, agar guru tidak merasa terganggu dan murid tersebut merasa enak dalam menyampaikan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal yang penting dan sebagai penutup dalam pembahasan kali ini adalah seyogyanya murid memiliki ghirah atau semangat yang kuat dalam menuntut ilmu. Semangat yang kuat dalam belajar al-Quran akan berdampak pada proses belajar. Murid yang memiliki semangat yang tinggi dalam belajar akan konsisten mengikuti pembelajaran hingga selesai. Berbeda halnya jika murid tersebut memiliki semangat yang rendah, mereka cenderung akan jenuh, tidak sabaran, dan malas dalam mengikuti proses belajar. Oleh karenanya, penting kiranya bagi murid untuk selalu memperbaharui niat dan semangat dalam menuntut ilmu...