news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Batas Digital

Isna Yuli
Ibu Rumah tangga dengan dua anak serta Penulis aktif di Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban. Tinggal di Bojonegoro
Konten dari Pengguna
4 Desember 2020 21:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isna Yuli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Batas Digital
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Kebutuhan informasi melalui media sosial sudah menjadi hal yang penting saat ini, apalagi dimasa pandemi dimana hampir semua aktfitas diluar ruangan terbatasi, dan digantikan dengan komuikasi serta kegiatan secara daring. Meski pembatasan sosial sudah mulai dilonggarkan namun beberapa instansi masih berjalan secara daring, terutama sekolah yang masih akan dibuka seara tatap muka tahun depan.
ADVERTISEMENT
Keadaan ini membuat sebagian besar anak-anak terbatasi ruang geraknya, menurunkan daya belajar siswa dan semakin dekat mereka dengan gawai. Tidak dipungkiri bahwa sebelum adanya pandemi pun, anak-anak memang sudah banyak yang gandrung dengan gawai, bukan hanya untuk bermain online, namun banyak diantara mereka yang juga berselancar didunia maya, media sosial dan beberapa aplikasi di internet.
Dunia anak-anak sekarang tidak lagi ceria sebagaimana seharusnya, namun mereka sudah banyak terkontaminasi dengan pembahasan dan pergaulan usia diatasnya. Hasilnya anak-anak menjadi matang fisiknya mendahului usia dan pemikirannya. Inilah salah satu faktor yang dapat menjerumuskan anak kedalam pergaulan yang salah.
Tidak dipungkiri bahwa salah satu penyebab semua itu adalah longgarnya akses mereka terhadap internet dan gawai. Orang tuapun seolah membiarkan bahkan memfasilitasi anak-anak mereka dengan smartphone. Begitu pula dengan kuota data dan pulsa, semua masih dari orang tua.
ADVERTISEMENT
Memang, ada peraturan yang membatasi akses internet kepada anak-anak dibawah usia 13 tahun, namun tidak adanya hukum yang tegas menjadikan banyak pihak terutama anak-anak memalsukan data untuk bisa mengakses internet sendiri, tanpa pengawasan orang dewasa. Bahkan revisi terbaru rencananya ambang batas usia pengguna internet akan dinaikkan menjadi 17 tahun+. Ini artinya semakin banyak anak dan remaja yang akan kehilangan akses dunia digitalnya, secara undang-undang. Padahal saat ini hampir sebagian besar anak dan remaja berkarya dari dunia digital, proses belajarpun beralih melalui internet.
Namun disisi lain ada pihak yang menghawatirkan pergaulan serta informasi negative yang tak tersaring masuk kedalam pikiran anak melalui internet. Ini dikarenakan pemerintah abai dengan kesehatan mental warganya. Sebenarnya polemik pembatasan usia pengguna medsos ini bisa diatasi oleh pemerintah sejak dulu, pemerintah sangat bisa sekali membatasi segala bentuk informasi yang berbahaya bagi perkembangan pemikiran anak dan remaja, bahkan orang dewasa. Pemerintah punya kuasa dan alat untuk itu semua, namun kekuatan itu hanya digunakan untuk menyaring segala hal yang bertentangan dengan kepentingan penguasa. Sungguh disayangkan.
ADVERTISEMENT
Polemik pembatasan usia sebenarnya tidak diperlukan jika; pertama, pemerintah menetapkan standar kebenaran pemikiran dengan standar dari yang Maha benar. Kedua, pemerintah menutup segala akses semua pemikiran negative dan yang menyalahi standar kebenaran yang telah ditetapkan. Ketiga, data pengguna internet harus sinkron dengan data Kartu Tanda Penduduk atau semisal. Hal ini akan mampu menyaring data palsu dari pihak yang tak bertanggungjawab. Database pemerintah dari e-KTP rasanya cukup untuk mendukung langkah tersebut.