Choi Siwon dan Jawaban Pertanyaan Hidup

Zikra Mulia Irawati
Mahasiswi Jurnalistik dan editor di pers mahasiswa GEMA Politeknik Negeri Jakarta.
Konten dari Pengguna
7 Juli 2021 12:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zikra Mulia Irawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Choi Siwon 'Super Junior' sebagai salah satu pembicara Konferensi Kebaikan Indonesia 2021. (Foto: YouTube UNICEF Indonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Choi Siwon 'Super Junior' sebagai salah satu pembicara Konferensi Kebaikan Indonesia 2021. (Foto: YouTube UNICEF Indonesia)
ADVERTISEMENT
"Tak ada yang perlu ditakuti dalam hidup, semuanya hanya perlu dimengerti. Sekaranglah waktunya untuk lebih banyak mengerti, supaya kita lebih sedikit takut." - Marie Curie
ADVERTISEMENT
Tanggal 26 Juni 2021, kematian terasa kian dekat. Bukan kicau burung atau kokokan ayam yang menyambut pagiku. Pengumuman kematian dari pengeras suara masjid dan sirene ambulans menggantikannya.
Aku lantas mempertanyakan arti hidupku, lagi dan lagi. Untuk apa aku hidup? Berapa lama lagi? Apa yang akan kutinggalkan untuk orang-orang di sekitarku? Bagaimana aku akan meninggalkan kehidupan yang fana ini?
Pemikiran itu kemudian terdistraksi oleh undangan untuk memasuki Zoom Meeting. Pagi itu, aku terpilih menjadi peserta Konferensi Kebaikan Indonesia (KKI) oleh UNICEF Indonesia. Acara ini terselenggara selama tiga hari. Di hari pertama ini, dua pembicaranya adalah idolaku, Najwa Shihab dan Choi Siwon 'Super Junior'.
Najwa Shihab berbagi tentang kreativitas dan empati dalam diri pemimpin. (Foto: YouTube UNICEF Indonesia)
Topik pembahasan pertama adalah seputar empati dalam diri pemimpin. Topik yang menarik, ucapku di dalam hati. Ditambah Najwa Shihab sebagai salah satu narasumbernya, aku berharap akan mendapatkan sesuatu yang menarik.
ADVERTISEMENT
Benar saja, ada satu pernyataan dari perempuan dengan sapaan akrab Mbak Nana itu yang membekas di kepalaku,
Deg. Aku, si manusia yang kerap ragu pada karyaku sendiri ini, seketika tersentil. Kuulangi perkataan itu. Kucoba untuk mematrinya kuat-kuat, menggiringnya menjadi salah satu prinsip hidupku.
Waktu berlalu, pukul 14.00 tiba. Akhirnya sesi bersama Siwon! Aku sudah mengidolakan grupnya, Super Junior, sejak berseragam putih merah. Mengetahui akan bertemu secara virtual dengan salah satunya, aku tertawa tidak jelas sendirian. Aku bahkan tak bisa duduk dengan benar. Kaki dan tanganku sudah tak bisa diam.
Aku kagum pada Siwon. Menjadi idol saja, ia sudah membuat banyak orang senang. Ditambah menjadi Duta Regional UNICEF untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik, pasti ada lebih banyak yang terbantu olehnya.
ADVERTISEMENT
Tak perlu menunggu lama, lelaki bermarga Choi itu memasuki ruang pertemuan virtual. Kolom pesan langsung ramai. Aku berusaha menahan jeritan histeris agar tidak terlalu mengganggu tetangga kamar. Saat peserta diberi kesempatan menyalakan mikrofon untuk menyapanya, suasana langsung riuh. Aku ikut memanfaatkan kesempatan ini. Namun, karena sekujur tubuhku sudah telanjur gemetar, aku hanya bisa berkata, "Annyeong!"
Aku tiba-tiba ingat ada hal yang ingin kusampaikan jika punya kesempatan bertemu dengan idolaku. Dengan harapan terbaca olehnya, tangan tremorku lalu mengetik, "Super Junior, terima kasih telah mengubah hidupku," di kolom pesan. Terima kasih telah menunjukkan arti perjuangan, profesionalisme, dan persahabatan di masa pencarian jati diriku.
Sesi foto Siwon bersama peserta Konferensi Kebaikan Indonesia 2021. (Foto: YouTube UNICEF Indonesia)
Aku terlalu bahagia hingga membagikan momen ini ke semua media sosialku. Beberapa bahkan mengucapkan selamat. "Akhirnya si kpop(ers) ini bisa virtualan sama oppa," tulis temanku. Aku tertawa.
ADVERTISEMENT
Lanjut ke konferensi hari kedua, masih dengan suara sirene ambulans yang terdengar berlalu lalang. Salah satu bahasannya adalah pola pikir mindfulness. Di sesi ini, aku harus sedikit mengusik memori burukku. Namun, aku senang karena mendapatkan ilmu tentang cara untuk meredakan kecemasan yang sesekali kualami dengan metode Touch for Emotional Release (TfER).
Di konferensi hari terakhir, sayangnya aku hanya bisa mengikuti satu jam terakhir karena masih harus menghadiri kelas. Kewajiban tetap yang utama, bukan? Berdasarkan jadwal, pembahasan hari terakhir ini mempertemukan perspektif orang tua dan anak tentang empati.
Menutup konferensi, aku bersama lebih dari 300 peserta konferensi yang terpilih melalui seleksi ketat diresmikan sebagai Pemimpin Kebaikan. Ini jelas merupakan tanggung jawab yang besar. Namun, peran baru ini setidaknya menjawab pertanyaan yang muncul sebelum aku mengikuti kegiatan ini. Aku mengerti. Aku hidup untuk berbagi kebaikan.
ADVERTISEMENT
Zikra Mulia Irawati
Politeknik Negeri Jakarta