Gempa yang Mengguncangkan Hati Ibu

Zikra Mulia Irawati
Mahasiswi Jurnalistik dan editor di pers mahasiswa GEMA Politeknik Negeri Jakarta.
Konten dari Pengguna
15 Juli 2021 15:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zikra Mulia Irawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ibu dan anak. (Sumber: Unsplash/Mathilde Langevin)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu dan anak. (Sumber: Unsplash/Mathilde Langevin)
ADVERTISEMENT
Bencana alam itu bernama gempa bumi. Datangnya tiba-tiba. Ia mengguncangkan bangunan-bangunan yang berdiri di atasnya, juga jiwa-jiwa yang bermukim di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Kabupaten Wonogiri terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Rumah Nenekku ada di kabupaten ini, tepatnya di salah satu desa yang terdapat di kecamatan Eromoko. Butuh beberapa jam untuk sampai ke laut atau gunung api aktif. Meskipun begitu, kala gempa datang dari kedua tempat tersebut, rumah-rumah di desa ini turut terguncang.
Pada siang hari yang terik, saat gempa terjadi di Malang, Jawa Timur misalnya. Guncangan itu sampai ke desa ini. Genting-genting berbahan tanah liat yang menaungi rumah ini berbunyi gaduh.
"Lindu! Lindu!"
Seruan dari para tetangga dan bunyi kentongan langsung terdengar. Suara Nenekku juga terdengar dari kamar mandi yang terletak di luar rumah, "Metuo, Ir! Metuo, Ir!" Ayo keluar.
ADVERTISEMENT
Aku berlari dari kamarku. Sandal swallow ungu lusuh yang biasa kupakai hanya kujinjing. Tak ada waktu untuk mengenakannya.
Aku tiba di halaman depan rumah bersamaan dengan Nenekku. Kudengar napasnya memburu. Sembari mencerna apa yang terjadi, kulihat wajah warga desa yang tegang di halaman rumahnya masing-masing.
"Gempanya dari mana?" tanya Nenekku.
Aku yang tengah menggenggam ponsel langsung mengetikkan kata kunci "gempa terkini" di mesin pencari. Nihil. Tangan gemetarku kemudian beralih ke aplikasi Twitter. Kubuka bilah trending topic dan membaca satu per satu cuitan agar tidak salah informasi.
"Dari Malang, Jawa Timur," jawabku.
"Gusti. Tanya bulik, di sana ada gempa atau nggak," perintah Nenek.
Aku di rumah hanya berdua bersama Nenekku. Bibi, Paman, dan Sepupuku pergi ke Demak, Jawa Tengah untuk ziarah ke makam orang tua Paman.
ADVERTISEMENT
"Di sini ada gempa. Di sana gimana?" tulisku di aplikasi pesan WhatsApp.
"Nggak ada. Dari mana emang gempanya?" balasan datang. Langsung kusampaikan ke Nenek.
"Dari Malang," balasku lagi.
Nenekku bersyukur jika di sana memang aman.
"Gempanya sampai ke situ?" giliran Ibuku yang mengirimkan pesan. Ia di Cikarang, Jawa Barat.
"Iya, gede," kataku.
"Kamu takut? Nanti tidur sama Mbah aja, jangan di belakang sendiri," pintanya.
Kamarku memang terletak di bagian paling belakang rumah besar ini. Sementara itu, kamar Nenekku di depan, tepat di belakang ruang tamu. Ada batas ruang keluarga antara kamarnya dan kamarku.
Pesan itu hanya kujawab "iya" di dalam hati. Aku membalasnya dengan menanyakan apakah badannya masih sakit.
"Mendingan setelah berobat ke bidan. Katanya alergi makanan," tulisnya.
ADVERTISEMENT
"Ya sudah, hati-hati lagi makannya," balasku.
"Ya. Nggak ada gempa lagi, 'kan? Pokoknya tidur di tempat yang gampang kalau mau keluar rumah," pesannya lagi.
Lihat? Gempa bumi juga mengguncangkan satu hal lagi: hati seorang ibu. Bagaimanapun tidak baik keadaannya sendiri, seorang ibu tak mampu menghiraukan keadaan anaknya. Juga, kasih ibu terus ada, sejauh apapun jarak memisahkan.
Zikra Mulia Irawati
Politeknik Negeri Jakarta