Konten dari Pengguna

Pesan Suara Terakhir dari Kapal April

Zikra Mulia Irawati
Mahasiswi Jurnalistik dan editor di pers mahasiswa GEMA Politeknik Negeri Jakarta.
8 April 2021 14:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zikra Mulia Irawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan menatap laut yang membuatnya berpisah dengan teman-temannya. Foto: Unsplash/Polina Kuzovkova
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan menatap laut yang membuatnya berpisah dengan teman-temannya. Foto: Unsplash/Polina Kuzovkova
ADVERTISEMENT
Persahabatan, perpisahan, dan mimpi. Aku tidak pernah benar-benar memaknainya sampai hari itu tiba.
ADVERTISEMENT
---
"Ketua kelas, tolong bagikan. Itu adalah surat pengumuman karyawisata kita dua pekan lagi. Pastikan orang tua kalian menandatanganinya, paham?"
Pengumuman itu disambut dengan binar mata bahagia.
"Baik, Guru."
"Kalau begitu kelas cukup sampai di sini. Selamat siang."
"Selamat siang. Terima kasih, Guru Jung."
Begitu Guru Jung keluar, surat itu dibagikan. Suara kertas yang dibuka dengan tidak sabar perlahan memenuhi ruangan ini.
"Luar biasa! Kita benar-benar akan pergi ke Jeju? Naik kapal besar?"
Jeonggyu, laki-laki berkacamata yang duduk paling depan itu berseru heboh.
"Haruskah aku membawa kamera baruku nanti? Kecantikanku ditambah musim semi di Jeju pasti jadi kombinasi yang luar biasa untuk dipotret. Bagaimana menurut kalian?" dengan berat hati kukatakan bahwa si narsis itu adalah aku. Aku mematut wajah di cermin. Rambut pendek ini benar-benar cocok dengan suasana cerah musim semi.
ADVERTISEMENT
"Ide bagus, Kak Yeonju! Nanti ambil fotoku juga, ya?" si perempuan bermata besar, Eunjung, tampak tertarik dengan usulanku. Ia mengedip-ngedipkan mata indahnya itu.
"Tentu saja. Nanti kita ambil foto sebanyak mungkin di sana. Ah, di kapal juga. Dayoon, nanti kau jadi fotograferku, ya," ujarku.
"Dasar! Kak, bukannya kau sudah pernah ke Jeju, ya? Kenapa antusias sekali, sih?" Dayoon, fotografer andalanku, buka suara.
"Karena… ini akan jadi kali pertamaku naik kapal!" kataku dengan senyum merekah.
"Benarkah?" empat gadis itu terheran. Jujur, aku memang belum pernah naik kapal sama sekali.
"Iya! Hebatnya lagi, aku kemarin dengar saat di ruang guru kalau kapalnya besar. Ah, jadi tidak sabar," aku kegirangan seperti anak kecil.
ADVERTISEMENT
Teman-temanku hanya menggelengkan kepalanya heran.
"Kalau begitu kita harus mulai menjaga kesehatan supaya tidak mabuk laut," kata si kecil Yuji.
"Betul. Terutama kau, Choi Yeonju. Jangan sampai lalai karena terlalu senang. Mengerti?" kata Sunyoung si pemberani. Tiga lainnya mengangguk bersama.
Apakah kalian bingung mengapa aku dipanggil "kakak" oleh teman sekelasku? Sunyoung, sih, pengecualian karena dia adalah teman kecilku.
Jadi, aku memang seharusnya menjadi kakak kelas mereka. Sayangnya, tahun lalu aku cuti sekolah karena mengalami kecelakaan. Kukira aku akan dikucilkan. Tak disangka, mereka justru senang sekali berada di dekatku. Mereka bahkan membantuku belajar karena aku masih sering sakit akibat efek kecelakaan itu.
"Ya, aku mengerti! Sudah, ayo pulang. Kakakku sudah menunggu," ajakku.
ADVERTISEMENT
Raut wajah Dayoon, Eunjung, dan Yuji langsung cerah mendengar kakak tampanku disebut.
"Kak Jihoon? Wah, aku mau ngobrol dengannya. Ayo kita balap lari ke parkiran!" Yuji mengatakannya sambil berlari. Eunjung mengekori.
Namun, Dayoon yang senyumnya paling lebar bukannya mengikuti mereka, tetapi malah berjalan santai bersamaku dan Sunyoung.
"Kenapa kau tidak ikut mereka? Tidak mau mengobrol dengan Kak Jihoon?" tanya Sunyoung.
"Bukankah terlihat lebih baik kalau aku menjaga adik Kak Jihoon? Kak Yeonju, aku lolos jadi calon kakak iparmu, bukan?" dia bertanya kepadaku sambil terkekeh.
Aku terkejut, namun tidak ada pilihan lain selain ikut tertawa. Sunyoung, geleng-geleng kepala. Heran dengan kelakuan temannya.
---
Hari keberangkatan kami ke Jeju akhirnya tiba. Sayangnya, sepekan kemarin aku sakit sampai harus diinfus selama tiga hari.
ADVERTISEMENT
Tentu saja aku tetap berangkat walaupun menyusul dengan pesawat ditemani kakakku. Sekalian mengurus bisnis, katanya.
Aku masih penasaran dengan kapal besar itu dan memutuskan untuk bertanya keadaan di sana kepada teman-temanku.
"Kalian sudah di pelabuhan?" tulisku di grup chat.
"Sudah. Kak, ayo tebak, apa nama kapalnya?" itu Yuji.
"Aku beri clue: April. Hei, bukankah kebetulan sekali karena kita menaikinya di bulan April juga?" kali ini pesan suara dari Eunjung yang mengatakan April dengan logat guru bahasa Inggris kami. Aku tertawa.
"Hm, Sawol?" aku tidak jadi menebak karena Eunjung sudah mengatakan di kalimat selanjutnya. Lucu sekali.
"Iya, kebetulan sekali, bukan?" kata Sunyoung.
"Omong-omong, ayo cepat kirimkan foto kalian berempat di depan kapalnya. Aku penasaran sebesar apa Kapal April itu," desakku.
ADVERTISEMENT
Tak menunggu lama, Dayoon mengirimkan dua foto. Satu foto berlatar si Kapal April, sementara yang satunya berlatar laut dan langit jingga. Di kedua foto itu, mereka menyisakan ruang kosong.
"Fotonya cantik sekali, aku jadi iri. Apakah ruang kosong di tengah itu untukku?"
"Tentu! Nanti kau edit saja supaya fotomu bisa ada di situ. Bagus sekali bukan ide kami?" kata Dayoon.
"Aduh, manisnya. Omong-omong besok aku jadi menyusul. Nanti kita ambil foto yang banyak, ya? Aku jadi bawa kamera," aku tersenyum lebar saat mengetiknya.
Pesan suara datang.
"Benarkah? Senangnya Kak Yeonju sudah sembuh!" itu Yuji yang berbicara tapi aku bisa mendengar seruan heboh dari yang lain.
"Kalau begitu, sampai ketemu besok!" tulisku.
ADVERTISEMENT
"Ya. Nanti kalau sudah masuk kapal kami akan mengirim pesan suara, foto, dan video supaya kau merasakan suasana di sini. Kau senang?" tawar Sunyoung.
"Tentu saja! Terima kasih!"
"Sudah, istirahat sana!" kata mereka di pesan suara secara serempak.
Aku tersenyum dan perlahan terlelap karena pengaruh obat yang tadi kuminum.
---
Pagi-pagi, aku sudah di bandara. Semangatku benar-benar menyembuhkanku. Sambil menunggu masuk, aku membuka pesan yang dijanjikan teman-temanku semalam. Tadi malam mereka berkaraoke.
"Sepertinya seru sekali berkaraoke di tengah laut. Kak, lihat ini," aku menunjukkan video teman-temanku kepada Kak Jihoon dengan wajah iri.
"Sebentar lagi kau akan bertemu mereka. Jangan cemberut," ia mencubit gemas pipiku.
Aku langsung memperbaiki raut wajahku. Tiba-tiba pesan suara datang.
ADVERTISEMENT
"Kak Yeonju, kami sedang makan sup untuk sarapan. Eh!"
Ada apa dengan suara terakhir itu? Apa sesuatu terjadi?
"Eunjung, kau baik-baik saja?" tulisku khawatir.
"Hanya gelombang, kok," kata Dayoon di pesan suara dengan tenang.
"Syukurlah. Tetap kabari aku, ya. Aku naik pesawat dulu. Sampai jumpa!" aku mengirim pesan suara karena terburu-buru menuju ke pintu keberangkatan.
"Tibalah dengan selamat, Choi Yeonju," tulis Sunyoung.
---
Setelah terbang sejam lebih aku tiba di Jeju. Aku duduk di salah satu kursi, menunggu Kak Jihoon yang ke kamar kecil.
Bandara Jeju terlihat ramai saat ini. Aneh, mengapa orang-orang terlihat panik dan sedih?
Aku ingin mencari tahu, tetapi aku ingat untuk membuka grup chat. Oh, ada pesan suara.
ADVERTISEMENT
"Kak Yeonju! Kau tiba dengan selamat, bukan? Kalau iya, sekarang dengarkan kami baik-baik, ya."
Ada apa dengan pesan suara ini? Itu Yuji, suara nyaringnya kini terdengar bergetar.
"Kak, ingat tidak dengan obrolan tentang mimpi kita? Aku ingin jadi model, Dayoon ingin jadi fotografer, Sunyoung ingin jadi jurnalis, Yuji ingin jadi desainer pakaian, sementara kau hanya ingin jadi orang baik."
Ini Eunjung. Tentu saja aku ingat. Aku waktu itu menertawai otak pas-pasanku yang tidak bisa memikirkan cita-cita keren seperti orang lain.
"Choi Yeonju, kau tahu? Kapal besar yang sangat ingin kau naiki ini sepertinya… ingin membawa kami ke tempat yang lebih indah dan lebih jauh daripada Jeju. Jangan marah ya karena kami tidak mengajakmu? Kau jelek sekali kalau merajuk!"
ADVERTISEMENT
Apa maksudnya? Sunyoung, ada apa dengan suara ejekan itu? Apakah si pemberani itu kini tengah ketakutan?
"Kak Yeonju, hiduplah dengan baik, ya? Tuhan sudah baik karena menyelamatkanmu dari maut dua kali. Juga, kau harus terus jadi orang baik seperti mimpimu. Mengerti?"
Teman-teman, bahaya apa yang sedang kalian hadapi?
Aku linglung. Samar-samar, kudengar orang-orang menyebut Kapal April yang sedang dinaiki teman-temanku. Aku mengikuti arah pandang mereka. Televisi besar. Aku tercengang. Di sana, kapal besar yang kulihat di ponselku kemarin sore hampir tenggelam.
"Mengenai mimpi kami, bisakah kau bilang pada orang lain untuk mewujudkannya? Bilang pada mereka untuk tidak menyerah. Ayolah, ini mudah sekali," dengan pikiran yang kacau, aku tetap mendengarkan pesan suara itu. Pipiku basah.
ADVERTISEMENT
"Tentu saja kau bisa. Kau itu cantik, berisik, kaya pula. Kau pasti bisa masuk TV atau siaran di radio walaupun sekali. Kalau hari itu tiba, kau harus menyampaikannya, ya. Aku memaksa," aku mendengar kekehan di akhir. Itu pasti Dayoon. Suara itu mencoba untuk tetap tenang.
"Terakhir, kenang kami sebagai orang baik, ya? Tolong maafkan kejahilan kami selama ini. Kau tahu kami melakukannya karena menyayangimu, bukan? Bertemulah dengan orang baik di masa depan."
Kali ini terdengar suara isakan.
"Kami… pamit. Selamat tinggal."
Pesan suara itu berakhir.
Aku menangis pilu. Aku memang tidak kehilangan nyawa. Namun, kehilangan teman benar-benar hal buruk yang kuharap mimpi belaka.
---
Entah sudah berapa pergantian musim sejak insiden Kapal April itu. Aku berjuang untuk hidup bersama duka sejak hari itu.
ADVERTISEMENT
Pesan suara terakhir dari teman-temanku terkadang masih kudengarkan. Permintaan terakhir mereka sudah beberapa kali kulakukan, misalnya hari ini.
"Kembali lagi dengan Radio Youth di sini. Salju sedang turun dengan lebat, jadi harap berhati-hati, ya. Di sesi terakhir ini ada pesan dari Sunyoung, Dayoon, Eunjung, dan Yuji. 'Halo, para pejuang mimpi! Teruslah berusaha menggapainya. Jangan mudah menyerah, mengerti?'"
Aku harap pendengarku tidak bosan dengan pesan yang sudah berulang kali kusampaikan ini. Lagi pula, sepertinya tidak akan ada yang menyadarinya juga.
"Wah, setuju sekali dengan empat teman kita ini. Mimpi. Di saat kalian sedang berusaha menggapainya, di luar sana banyak orang belum mengetahuinya bahkan tidak bisa mewujudkannya."
Ya, ini kehidupanku sekarang: berusaha hidup dengan baik, menjadi penyiar radio, dan tentu saja terus menyampaikan pesan teman-temanku.
ADVERTISEMENT
"Menurutku, tak apa sesekali merasa lelah atau merindukan hal-hal yang kita tinggalkan untuk sampai ke titik ini. Semua orang pasti mengalaminya, bukan? Baik, terima kasih telah membersamai Youth Radio hari ini. Saya Choi Yeonju pamit undur diri. Sebagai penutup, ada lagu Musim Semi yang Kurindukan untuk menemani kalian. Enjoy and see you!"
Aku merindukanmu. Aku ikut menyanyikan lagu yang juga sedang didengarkan ribuan orang lain di luar sana. Di mejaku, ada pigura foto teman-temanku beserta bunga krisan putih yang ada di vas berwarna kuning. Aku menatapnya dan diam-diam menangis di balik mantel tebalku. Tunggu, ya. Kita pasti akan bertemu lagi suatu saat nanti.
---
Catatan penulis:
Cerita ini fiktif dan terinspirasi dari tragedi Kapal Sewol, 16 April 2014. Untuk ratusan mimpi yang tak sempat terwujud, kami akan berjuang mewakilinya. #Remember0416 #잊지않겠습니다
ADVERTISEMENT