Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Konten dari Pengguna
Di Balik Luka: Mengurai Penyebab Self-Harm
15 Desember 2024 14:58 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Zulfa Imaniyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, perilaku self-harm atau melukai diri sendiri menjadi salah satu masalah yang sulit dipahami. Banyak orang yang menganggap self-harm sebagai tindakan impulsif atau cari perhatian, padahal dibaliknya tersimpan emosi yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Menurut Thesalonika dan Apsari dalam (Mutiara Insani & Ina Savira, 2022) perilaku self-harm terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor inilah yang membuat mereka tidak merasa berharga dan akhirnya mencari pelarian dengan menyakiti diri sendiri. Artikel ini akan membahas mengenai faktor-faktor tersebut. Mari kita simak penjelasannya!
1. Perilaku Self-Harm sebagai Bentuk Pengelolaan Emosi
Pernahkah kalian merasa terbebani oleh emosi yang sulit dijelaskan? Beberapa orang memilih berolahraga, meditasi, atau berbicara dengan orang terdekat untuk mengelola emosi Namun, bagaimana jika seseorang merasa bahwa menggoreskan luka pada diri sendiri adalah satu-satunya jalan keluar? Self-harm atau perilaku menyakiti diri sendiri sering kali menjadi bentuk pengelolaan emosi yang salah. Sayangnya, cara ini justru merugikan diri sendiri dan dapat memperburuk kondisi mental jika dilakukan dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
2. Rendahnya Penghargaan Diri
Coba ingat-ingat, apakah kalian pernah mengalami peristiwa yang membuat kalian merasa tak berharga atau bahkan kehilangan kepercayaan pada diri sendiri? Pengalaman seperti bullying, pelecehan, atau pengkhianatan bisa menjadi pemicu yang meruntuhkan self-worth seseorang. Orang yang mengalami hal-hal traumatis seperti itu memiliki luka psikologis yang sulit sembuh. Dia akan merasa tidak berharga, kehilangan cinta pada dirinya sendiri, dan mencari jalan keluar dalam perilaku destruktif seperti self-harm.
3. Pola Asuh Otoriter
Ada yang bilang bahwa masa kecil kita membentuk siapa kita sekarang. Pola asuh orang tua memainkan peran penting dalam hal ini. Bayangkan jika kalian selalu berada dalam lingkungan yang keras dan menuntut tanpa ruang untuk mengekspresikan emosi, apa yang mungkin terjadi?
ADVERTISEMENT
Pola asuh otoriter yang terlalu menuntut dan keras cenderung melahirkan anak yang tidak hanya keras kepala, tetapi juga sulit memahami dan mengelola emosinya. Anak-anak yang tumbuh dengan pola asuh seperti ini mungkin membiarkan tekanan itu melekat pada diri mereka, memendam emosi negatif, dan akhirnya dilampiaskan melalui perilaku seperti self-harm.
4. Hubungan Romantis Toxic
Hubungan romantis sering kali menjadi pengalaman pertama bagi seseorang dalam memahami cinta, komitmen, dan rasa saling percaya. Namun pernahkah kalian berada dalam hubungan yang terasa beracun atau membuat Anda lebih sering menangis daripada bahagia? Hubungan yang tidak sehat atau toxic, seperti perselingkuhan, kekerasan emosional, atau pengkhianatan, dapat memicu tekanan emosional yang besar. Sebagian orang mungkin merasa tidak memiliki cara lain untuk mengungkapkan perasaan tersebut, sehingga memilih self-harm sebagai pelarian.
ADVERTISEMENT
Self-harm bukanlah solusi, melainkan tanda bahwa individu membutuhkan bantuan. Faktor-faktor seperti rendahnya penghargaan diri, pola asuh yang keras, dan hubungan toxic semuanya berkontribusi pada perilaku ini. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan multi-dimensi untuk membantu individu mengembangkan cara-cara yang lebih sehat dalam mengelola emosi. Terapi psikologis, kampanye edukasi, dan dukungan lingkungan sosial adalah langkah awal untuk mencegah dan mengatasi self-harm. Setiap orang harus bisa mengenali nilai diri mereka dan belajar mencintai diri sendiri tanpa syarat.
Referensi:
Mutiara Insani, S., & Ina Savira, S. (2022). Studi Kasus : Faktor Penyebab Perilaku Self-Harm Pada Remaja Perempuan. Jurnal Penelitian Psikologi, 10(02), 439–454.