Konten dari Pengguna

Mengatasi Cognitive Gap: Menuju Kesetaraan Kognitif dalam Demokrasi

Zulfikar Setyo Utomo
Zulfikar Setyo adalah seorang mahasiswa Magister Akuntansi di Universitas Trisakti. Zulfikar Setyo memulai karirnya di dunia auditing pada tahun 2018 dan saat ini menjabat sebagai Senior Auditor di Ernst and Young Global Ltd.
21 Agustus 2024 11:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zulfikar Setyo Utomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Freepik
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam sistem demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat. Prinsip ini menyiratkan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik yang penting. Namun, di balik prinsip ini, terdapat masalah yang cukup kompleks yang disebut dengan cognitive gap, yaitu kesenjangan dalam kapabilitas kognitif individu yang dapat mempengaruhi partisipasi politik mereka. Cognitive gap merupakan tantangan nyata yang harus dihadapi dalam mencapai demokrasi yang lebih inklusif dan adil.
ADVERTISEMENT
Cognitive gap terjadi ketika ada ketimpangan dalam pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan kognitif antara individu-individu di masyarakat. Faktor-faktor seperti pendidikan, akses terhadap informasi, sosio-ekonomi, dan lingkungan dapat memengaruhi kesenjangan ini. Dalam konteks demokrasi, cognitive gap dapat menjadi hambatan bagi partisipasi politik yang efektif dan merata.
Salah satu dampak utama dari cognitive gap adalah ketidaksetaraan dalam akses dan pemahaman terhadap informasi politik. Orang-orang dengan pengetahuan dan keterampilan kognitif yang lebih baik cenderung lebih berpartisipasi dalam proses politik, seperti memilih pemimpin, memberikan suara dalam pemilihan, dan mengambil keputusan yang terinformasi. Sementara itu, individu dengan kapabilitas kognitif yang lebih rendah mungkin merasa terpinggirkan atau kurang mampu untuk berpartisipasi secara aktif dalam sistem politik.
Hal ini menciptakan ketimpangan dalam perwakilan dan pengaruh politik. Ketika individu dengan kapabilitas kognitif yang lebih rendah memiliki akses terbatas terhadap informasi dan kesempatan untuk mempengaruhi keputusan politik, demokrasi dapat menjadi cenderung memihak mereka yang lebih berpendidikan dan memiliki pengetahuan yang lebih luas. Dalam hal ini, kesetaraan kognitif menjadi penting untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki peluang yang setara untuk berpartisipasi dalam proses politik.
ADVERTISEMENT
Mempertaruhkan cognitive equality, atau kesetaraan kognitif, menjadi langkah penting dalam mengatasi cognitive gap dalam demokrasi. Inklusi pendidikan yang merata dan akses terhadap informasi politik yang transparan dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat menjadi kunci untuk mengurangi kesenjangan kognitif. Selain itu, kampanye pendidikan yang mempromosikan pemahaman dan keterampilan kognitif yang lebih baik dalam masyarakat juga penting untuk meningkatkan partisipasi politik yang merata.
Pemerintah dan lembaga masyarakat sipil juga memainkan peran penting dalam memperjuangkan cognitive equality. Mereka dapat menyediakan sumber daya dan program yang memfasilitasi akses terhadap informasi politik, mengadakan pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan kognitif, serta membangun platform yang memungkinkan partisipasi aktif dan inklusif dari semua warga negara.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penting juga untuk menciptakan lingkungan politik yang menghargai dan mendorong partisipasi dari berbagai kelompok masyarakat. Mendengarkan suara dan pengalaman mereka yang mungkin memiliki kapabilitas kognitif yang beragam dapat membantu menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan mewakili kepentingan semua warga negara.
Dalam era informasi dan teknologi saat ini, cognitive gap menjadi semakin penting untuk diatasi. Kemajuan teknologi memberikan peluang baru dalam menyediakan akses dan pendidikan politik yang merata. Namun, perlu diingat bahwa kesenjangan kognitif bukanlah masalah yang dapat diatasi dalam semalam. Dibutuhkan kerja sama dan upaya bersama dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk memperjuangkan cognitive equality dan mencapai demokrasi yang lebih inklusif dan adil.
Dalam dunia yang terus berubah ini, tidak ada jaminan bahwa cognitive gap akan hilang sepenuhnya. Namun, dengan komitmen dan tindakan yang tepat, kita dapat membangun masyarakat yang lebih sadar politik, menghargai keberagaman kapabilitas kognitif, dan memperjuangkan kesetaraan kognitif sebagai fondasi yang kuat bagi demokrasi yang sejati.
ADVERTISEMENT