Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Peran FIFA Memerangi Rasisme dalam Sepak Bola
25 Juli 2021 15:24 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Zulhammy Ulya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, lsu rasial dalam masyarakat modern masih merupakan topik yang sarat dengan pergunjingan. Dunia modern dikenal sebagai dunia di mana kebebasan sangat dijunjung tinggi. Setiap orang berhak mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin. Nilai-nilai kemanusiaan mendapat penghargaan tinggi sebagai hak asasi yang paling vital walaupun dalam praktiknya masih ditemukan berbagai bentuk rasialisme baik secara terbuka maupun secara terselubung.
ADVERTISEMENT
Terlahir sebagai manusia dengan ciri-ciri fisik, seperti warna kulit hitam, hidung pesek, dan rambut keriting haruslah diakui bukan sebagai satu kesalahan atau "dosa turunan". Manusia mana pun tak pernah punya pilihan ketika dilahirkan, termasuk lahir dengan kondisi "cacat secara fisik". Semua itu semata-mata merupakan takdir Tuhan. Artinya, bentuk fisik dan warna kulit manusia adalah hak prerogatif Tuhan yang tak bisa ditolak. Sebaliknya, keragaman dan perbedaan warna kulit itu harus dipahami sebagai kemajemukan ras, bukan menunjukkan satu superioritas. Sebab semua manusia diciptakan Tuhan setara dan dianugrahi hak-hak individu yang berasal dari alam dan akal.
Rasisme dalam dunia olahraga banyak sekali terjadi, baik di Indonesia maupun di mancanegara. Misalnya pemain kulit hitam diteriaki suporter bak “monyet”, dan lain-lain. Hal ini dapat mengganggu konsentrasi pemain, tetapi juga dapat mengganggu jalannya pertandingan dan dapat merusak sportivitas dalam olahraga. Rasis dalam dunia sepakbola sering muncul dalam sebuah pertandingan antar negara atau antar klub di Eropa yang disebabkan oleh banyak faktor seperti sejarah masa lalu sebuah bangsa, ego etnis, dan adanya kesenjangan ekonomi antar dua negara.
ADVERTISEMENT
Kasus rasisme yang baru terjadi saat setelah gelaran Final Euro 2020. Tindakan rasisme suporter, yang dialami oleh Marcus Rashford, Jadon Sancho, dan Bukayo Saka saat gagal mencetak gol dalam adu penalti yang berakhir dengan kekalahan Inggris. Dikutip dari BBC.Com, “Asosiasi Pesepakbola Profesional Inggris (PFA) mengatakan bahwa data yang dibagikan dengan saluran televisi Channel 3 news setelah laga final Euro 2020 menyoroti bahwa lebih dari 850.000 twit dianalisis selama keseluruhan turnamen dan menunjukkan, 1.913 twit bernada melecehkan, khususnya menyasar Jadon Sancho, Bukayo Saka, Marcus Rashford, dan Raheem Sterling, 167 kiriman dianggap sebagai pelecehan yang "berisiko tinggi".
"Discrimination of any kind against a Country, private person or group of people on account of race, skin colour, ethnic, national or social origin, gender, language, religion, political opinion or any other opinion, wealth, birth or any other status, sexual orientation or any other reason is strictly prohibited and punishable by suspension or expulsion," pernyataan FIFA, terkait rasisme.
ADVERTISEMENT
Kongres Luar Biasa FIFA, pertemuan di Buenos Aires pada tanggal 7 Juli 2001, sesuai dengan Statuta FIFA, dan mewakili semua Asosiasi dan National Kontinental Konfederasi dalam badan sepak bola dunia. Berisi klausul: Setelah mempertimbangkan istilah "rasisme" dalam konteks saat ini untuk menerapkan terutama untuk tindakan diskriminasi berdasarkan atas semua, tidak eksklusif, pada perbedaan antara individu manusia atas dasar warna kulit dan asal-usul etnis.
FIFA menyepakati langkah baru dalam menangani rasisme dengan sanksi bagi tim sepak bola termasuk relegasi atau dikeluarkan dari liga bila terlibat dalam insiden serius. Yang berisi tentang: (1) Pelanggaran pertama atau minor akan menghadapi peringatan, denda atau pertandingan di stadion tertutup. (2) Tim-tim yang terus melakukan pelanggaran dapat menghadapi hukuman pengurangan poin, pencoretan dari liga atau relegasi.
ADVERTISEMENT
Jeffrey Webb, kepala gugus tugas antirasisme FIFA, mengatakan keputusan itu merupakan "saat yang menentukan. Ia menambahkan, "Keluarga sepak bola menyadari apa yang dilaporkan media hanyalah kurang dari 1% insiden yang terjadi di seluruh dunia. "Kami harus mengambil langkah ini sehingga bila kita tilik 20 sampai 50 tahun mendatang, saat ini adalah waktu yang menentukan bahwa kita telah mengambil langkah menentang rasisme dan diskriminasi," Mangan dan Ritchie (2004).
Sudah saatnya, kita sebagai manusia yang “katanya” memiliki akal yang lebih hebat dibanding makhluk lain, memiliki sikap dan pemikiran yang bisa menghargai manusia lainnya. Kita semua sama dimata Tuhan, namun terkadang kita yang suka membeda-bedakan. Bagi semua pelaku dan pecinta Sepak Bola dan olahraga lainnya, sudah saatnya kita bekerja sama dalam memerangi tindakan-tindakan rasisme, dan menyadari bahwa rasisme adalah perbuatan yang menyakitkan bagi korban dan menjijikan bagi pelakunya. “Respect each other, and spread love not hate” saling menghargai dan sebarkan cinta bukan benci.
ADVERTISEMENT