news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Catatan Faisal Basri Soal Ekonomi RI yang Tumbuh di Bawah 7 Persen

7 Februari 2019 12:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Faisal Basri ekonom asal Universitas Indonesia Foto: Dok. Institut Harkat Negeri
zoom-in-whitePerbesar
Faisal Basri ekonom asal Universitas Indonesia Foto: Dok. Institut Harkat Negeri
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 mencapai 5,17 persen dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut meleset dari proyeksi di dalam asumsi makro APBN 2018 sebesar 5,4 persen. Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi juga jauh dari target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang sebesar 7 persen. Sejumlah pihak bahkan menyebut perekonomian Indonesia stagnan karena tak berhasil mencapai target tersebut. Lalu, benarkah ekonomi Indonesia stagnan? Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengungkapkan, laju pertumbuhan ekonomi tidak mengalami stagnasi lantaran mampu terus tumbuh di atas 5 persen dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Faisal, pertumbuhan ekonomi bisa dikatakan stagnan jika merujuk kepada pertumbuhan kurang dari 2-3 persen dan disertai tingginya angka pengangguran. Meski sempat terkoreksi dari 5,01 persen pada 2014 menjadi 4,88 persen pada 2015, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia terus merangkak naik dalam tiga tahun secara berturut-turut. Adapun pada 2016 pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03 persen, pada 2017 tumbuh 5,07 persen, dan sepanjang 2018 tumbuh 5,17 persen. "Jadi, lebih tepat mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat tahun terakhir bertengger di atas 5 persen," ujar Faisal dalam laman pribadinya, Kamis (7/2).
ADVERTISEMENT
Faisal menjelaskan, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia juga menunjukkan tren yang serupa. Meski sempat naik dari sebelumnya 5,82 persen pada 2014, menjadi 5,99 persen pada tahun 2015, tingkat pengangguran terbuka terus menurun sampai akhirnya menjadi sebesar 5,23 persen pada tahun 2018. Adapun penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu dari sektor jasa. Dari sebanyak 14 sektor jasa, 11 di antaranya mencatatkan pertumbuhan di atas laju pertumbuhan PDB. Sebaliknya, sektor penghasil barang justru mencatatkan pertumbuhan yang lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Dia menyoroti peranan sektor industri manufaktur yang merupakan kontributor terbesar bagi laju pertumbuhan justru mengalami tren yang terus menurun. Sektor manufaktur yang berperan sebesar 20,52 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), hanya mencatatkan peranan di bawah 20 persen di sepanjang 2018. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan konsumsi rumah tangga terus menunjukkan tren peningkatan, dari 4,94 persen pada 2017 menjadi 5,05 persen di sepanjang 2018. "Faktor inilah (konsumsi) yang menjadi kunci pertumbuhan PDB bisa lebih tinggi tahun lalu, mengingat sumbangan konsumsi rumah tangga lebih dari separuh PDB," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan investasi yang disebutnya menyumbang 32,29 persen terhadap PDB, juga dinilai mampu mengalami peningkatan pertumbuhan, dari 6,15 persen pada 2017 menjadi 6,67 persen pada 2018. Sementara ekspor masih menunjukkan perlambatan. Sebaliknya, laju ekspor sebagai pengurang di perekonomian justru terus meningkat. Selisih nilai ekspor dan impor (net ekspor) 2018 juga menunjukkan defisit 0,99 persen. Ini merupakan pertama kalinya sejak 2016. Adapun di 2016 net ekspor surplus 0,13 persen dan 2017 surplus 0,31 persen. "Komponen yang mengerek pertumbuhan ke bawah adalah pertumbuhan impor yang melonjak dan sebaliknya pertumbuhan ekspor merosot," tambahnya.