Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Mau Tetap Hidup, Pelni Gantungkan Harapan dari Dana PSO
29 Juni 2018 16:00 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Pelni harus menghadapi gelombang pelik yang sedang mengguncang industri kapal angkutan penumpang di Indonesia. Sejak munculnya tarif tiket pesawat murah atau Low Cost Carrier (LCC), membuat hampir sebagian besar pengguna angkutan kapal laut Pelni hijrah ke pesawat terbang .
ADVERTISEMENT
Walaupun jumlah penumpang terus turun , namun neraca keuangan Pelni masih dianggap sehat. Pelni secara konsisten masih membukukan laba. Tahun terakhir Pelni menderita kerugian terjadi di 2013. Saat itu Pelni merugi Rp 613 miliar.
Keadaan kemudian berbalik di 2014 hingga 2017. Pelni berhasil meraup laba setiap tahun. Rinciannya adalah Rp 11,2 miliar di 2014, Rp 100,2 miliar di 2015, Rp 248 miliar di 2016 dan Rp 276 miliar di 2017.
Usut demi usut, salah satu penyebab Pelni bisa meraup laba adalah adanya dana subsidi atau Public Service Obligation (PSO) yang diberikan Kementerian Perhubungan. PSO yang diberikan cukup besar tiap tahunnya. Misalnya di 2014 mencapai Rp 920 miliar, 2015 Rp 1,6 triliun, 2016 Rp 2,2 triliun, 2017 Rp 2,05 triliun, dan 2018 ini sebesar Rp 1,8 triliun. Dana PSO ini yang digunakan untuk subsidi angkutan pelayaran dan rute transportasi pelayaran hingga ke daerah terpencil.
ADVERTISEMENT
"Kami ditugaskan untuk melayani masyarakat, khususnya di kawasan Timur Indonesia. Kami hadir untuk menjalankan tugas pemerintah sehingga selama ini, meski penumpang terlihat menurun dan tak kunjung meningkat, kerugiannya ditutupi oleh dana subsidi yang diberikan pemerintah. Mereka yang menanggung semuanya,” ungkap Manager Public Relations dan CSR Pelni Akhmad Sujadi kepada kumparan, Jumat (29/6).
Apabila PSO ini tidak diberikan maka bisa jadi Pelni kelimpungan karena beban operasional yang dikeluarkan tidak sebanding dengan pemasukan, apalagi jumlah penumpang makin turun. Tambahan beban lainnya adalah mayoritas kapal Pelni berusia tua dan sangat boros mengonsumsi BBM.
Sujadi mencatat ada 11 kapal Pelni berusia antara 21-25 tahun, 6 kapal berusia 25 tahun, 8 kapal berusia 16 hingga 20 tahun, dan 3 kapal laut yang berusia 10 sampai 15 tahun. Sedangkan kapal yang berusia kurang dari 10 tahun hanya ada 1 unit.
ADVERTISEMENT
"Armada kapal sudah cukup umur. Rata-rata usia kapal di atas 25 tahun. Kapal termuda usia 10 tahun hanya 1 kapal, yakni KM Gunung Dempo buatan tahun 2008," tambahnya.
Dalam satu bulan, Pelni harus mengalokasikan sekitar 45% dari pendapatannya hanya untuk membiayai BBM kapal. Dalam satu bulan, rata-rata pengeluaran BBM untuk satu kapal tercatat sebesar RP 4 miliar hingga Rp 5 miliar. Oleh karena itu, dengan dana PSO ini Pelni dapat bertahan dan masih bisa mengarungi lautan menuju pulau-pulau yang tak dijangkau moda transportasi lain.