RI Banjir Barang Impor China: Mulai Bawang Putih sampai Mesin Pesawat

15 Mei 2018 13:20 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konpers neraca perdagangan BPS April 2018. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers neraca perdagangan BPS April 2018. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Neraca perdagangan Indonesia selama April 2018 mengalami defisit sebesar USD 1,63 miliar atau sekitar Rp 22,6 triliun (kurs Rp 13.900). Sementara dari Januari hingga April 2018 juga mencatatkan defisit USD 1,31 miliar.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan negaranya, neraca dagang ke China mencatatkan defisit yang lebih dalam dari awal tahun hingga akhir April 2018 (year to date) sebesar USD 3,82 miliar. Sementara pada periode yang sama tahun lalu defisit neraca dagang ke China sebesar USD 2,92 miliar. Ini mengartikan bahwa impor dari China lebih besar dari ekspor Indonesia ke China.
Impor barang dari China selama Januari hingga April 2018 sebesar USD 13,9 miliar atau naik 40,48% (yoy). Berdasarkan komoditasnya, barang mesin dan peralatan listrik asal China dari Januari hingga April 2018 membanjiri Indonesia sebesar USD 3,1 miliar atau meningkat 35,47% secara tahunan (yoy). Disusul oleh mesin pesawat mekanik yang meningkat USD 2,9 miliar atau naik 45,79% (yoy), serta besi dan baja sebesar USD 653 juta atau naik 55,87% (yoy).
ADVERTISEMENT
Khusus selama April 2018, impor bawang putih dari China naik 25% atau sebesar USD 61,5 juta. Disusul dengan buah pir yang naik USD 26,3 juta serta buah apel sebesar USD 36,1 juta yang masing-masing berasal dari China.
Pedagang bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
"Untuk barang konsumsi ini garlic (bawang putih) naik 25% (mtm) atau USD 61,5 juta dari China, disusul beras karena masih ada lanjutan USD 59,45 juta dari Thailand, lalu daging beku USD 42,7 juta dari Australia, dan buah pir USD 26,3 juta dari China serta apel USD 36,1 juta dari China dan AS," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (15/5).
Sementara itu, ekspor Indonesia ke China melambat dibandingkan impor ini lantaran situasi perdagangan global yang masih tak menentu. Menurut dia, saat ini China masih menahan produksi sehingga permintaan barang ekspor dari Indonesia ke China tertahan.
ADVERTISEMENT
"Pada April 2018, ekspor ke China turun USD 2,4 miliar, sebelumnya USD 1,8 miliar (yoy). Lumayan signifikan. Saya yakin ini China menahan karena barang yang diekspor di sana menurun, bahan bakar mineral turun 40,4% (yoy), besi dan baja turun 50% (yoy), lemak dan minyak hewan nabati turun 27% (yoy)," katanya.
Suhariyanto menyarankan, pemerintah harus mencari diversifikasi pasar dan barang ekspor agar daya saing Indonesia terus meningkat. Hal ini untuk mencegah pelebaran defisit perdagangan akibat kondisi global.
"Makanya ke depan kita harus diversifikasi barang ekspor dan pasar dan meningkatkan daya saing. Itu merupakan suatu keharusan. Karena nanti kita yang rugi ketika pertumbuhan ekonomi bagus kemudian agak kegerek ke bawah hanya karena defisitnya melebar, kan sayang," tambahnya.
ADVERTISEMENT