AS Roma vs Inter Milan: Saling Mematikan Kreativitas

29 November 2018 17:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Inter kalah 0-1 dari Spurs. (Foto: REUTERS/Toby Melville)
zoom-in-whitePerbesar
Inter kalah 0-1 dari Spurs. (Foto: REUTERS/Toby Melville)
ADVERTISEMENT
Stadion Olimpico akan menjadi panggung yang mementaskan duel AS Roma dan Inter Milan, pada Senin (3/12/2018) dini hari WIB. Sang empunya rumah, AS Roma, akan menjamu Inter Milan yang kini berdri di peringkat ketiga klasemen Serie A 2018/19. Menyoal peringkat, Inter memang lebih unggul karena sekarang Roma ada di peringkat ketujuh berkat torehan 19 poin.
ADVERTISEMENT
Menariknya, kedua tim sama-sama menapak di pekan ke-14 Serie A 2018/19 dengan memanggul cerita kekalahan masing-masing di Liga Champions. Bila Roma menelan kekalahan 0-2 dari Real Madrid, maka Inter menuntaskan laga dengan kekalahan 0-1 dari Tottenham Hotspur.
Poros ganda adalah ornamen kunci yang kerap muncul dalam permainan Inter di bawah asuhan Luciano Spalletti. Pada skuatnya yang sekarang, ia mengandalkan Matias Vecino dan Marcelo Brozovic berkat kemampuan menyerang dan bertahan yang sama menjanjikannya.
Dalam urusan bertahan, keduanya memang dapat diandalkan--terlihat dari rataan 3,3 tekel per laga di Serie A yang ditorehkan Brozovic. Sementara, Vecino sudah membukukan rataan 2,8 tekel di setiap pertandingannya. Agresivitas keduanya dapat menjadi pilar yang menopang filosofi permainan Spalletti.
ADVERTISEMENT
Keduanya bisa mendapatkan bola lebih cepat dan menjadi hulu bagi serangan balik Inter yang dialirkan dari sisi sayap. Apalagi, Inter juga memiliki pemain sayap cepat, Ivan Perisic, di sisi kiri. Sementara, Matteo Politano yang menempati pos sayap kanan juga merupakan pemain kreatif.
Kecepatan keduanya bukan tidak mungkin dapat mengacaukan bangunan serangan Roma yang digagas oleh full back kanan. Selain Brozovic dan Vecino, Spalletti juga punya pilihan lain untuk pos poros ganda, duet Gagliardini dan Borja Valero--seperti yang mereka lakukan di laga melawan Frosinone itu.
Para pemain Inter merayakan kemenangan. (Foto: REUTERS/Daniele Mascolo)
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain Inter merayakan kemenangan. (Foto: REUTERS/Daniele Mascolo)
Yang menjadi permasalahan, Radja Nainggolan yang belakangan mengambil posisi di belakang striker tunggal masih diragukan dapat turun lapangan atau tidak. Sebabnya, laga melawan Spurs tidak cuma memberikan kekalahan kepada Inter tapi juga ketidakpastian apakah gelandang yang satu ini dapat bermain atau tidak lantaran cedera.
ADVERTISEMENT
Bila Nainggolan dapat bermain, maka Spalletti tidak perlu mengotak-atik skuatnya terlalu dalam. Tapi, bila tidak dapat bermain, Spalletti tetap punya dua pilihan. Pertama, tetap bermain dalam skema dasar 4-2-3-1 dengan menempatkan Valero atau Joao Mario di posisi yang biasa ditempati oleh Nainggolan. Kedua, bermain dengan formasi 4-3-3 dengan menempatkan trio Perisic/Keita Belda, Mauro Icardi, dan Politano. Sementara, di lini kedua ada Brozovic, Valero/Joao, dan Vecino.
Umpan silang dapat menjadi dapat menjadi salah satu opsi Inter untuk menyerang di laga ini. Terlebih, Icardi juga unggul dalam penempatan posisi. Walaupun umpan silang bisa menjadi salah satu opsi paling menjanjikan karena kecenderungannya, Roma sering abai dengan ruang yang mereka ciptakan di sisi pertahanannya sendiri. Rentannya lini pertahanan Roma terlihat dari rataan kebobolan mereka. Di Serie A saja, angkanya mencapai 1,2 gol per laga.
ADVERTISEMENT
Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan agresivitas sepasang full back saat membantu menginisiasi serangan. Alessandro Florenzi yang ada di sisi kanan dan Kolarov yang ada di sisi kiri akan sering turut naik hingga sepertiga akhir area lawan. Alhasil, pertahanan Roma hanya akan menyisakan bek tengah.
Yang harus diingat oleh Roma, bukan cuma mereka yang membangun serangan dari area sayap. Full back Inter, Kwadwo Asamoah dan Danilo D’Ambrosio juga memiliki kecepatan yang mumpuni untuk ber-overlap ke sepertiga akhir pertahanan lawan.
Kendala yang kerap menjadi batu sandungan bagi agresivitas Roma adalah terlambatnya transisi dari menyerang ke bertahan. Dalam kasus ini, lini pertahanan Roma sering melakukan kesalahan sendiri. Dalam pertandingan melawan Madrid, misalnya. Gol kedua anak-anak asuh Santiago Solari lahir karena kesalahan Federico Fazio. Sementara, gol pertama muncul karena Kostas Manolas terlambat merebut bola yang sedang dipegang oleh Gareth Bale. Itu belum ditambah dengan para full back yang acap telat menutup ruang.
ADVERTISEMENT
Para pemain AS Roma merayakan gol ke gawang Sampdoria. (Foto: Alberto Pizzoli/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain AS Roma merayakan gol ke gawang Sampdoria. (Foto: Alberto Pizzoli/AFP)
Sebenarnya, Roma diperhadapkan dengan pilihan yang tidak mudah. Bila full back mereka diminta untuk bermain lebih bertahan, maka ganjarannya mereka akan kekurangan suplai umpan. Menilik statistik, Florenzi menjadi pemain yang paling banyak melepaskan umpan akurat (1,3 per laga) setelah Pellegrini.
Di posisi ketiga, ada Kolarov yang membukukan 0,9 umpan silang per pertandingan. Terlebih, pada dasarnya Eusebio Di Francesco memang lebih suka untuk membebankan tugas mengirimkan umpan silang kepada kedua full back-nya. Sementara, pemain sayap di lini depan bertugas untuk membawa bol ke kotak penalti lewat tusukan ke dalam.
Persoalan Roma juga tentang penyelesaian akhir yang buruk. Percuma bila pemain-pemain dari lini kedua dan bek sayap memberikan banyak umpan, bahkan umpan kunci, jika tidak dapat dikonversi menjadi gol. Di Francesco tampaknya memang tengah mempersiapkan Patrik Schick sebagai target man baru pengganti Edin Dzeko.
ADVERTISEMENT
Namun, bila menilik ulang laga melawan Udinese, rasanya menjadikannya sebagai pilihan utama sama saja dengan mencari penyakit. Jadi, tak ada alasan bagi Di Francesco untuk tidak menurunkan Dzeko sejak peluit awal dibunyikan. Keunggulan fisik yang dimilikinya bakal berperan penting untuk mendistribusikan bola ke kedua winger.
Tekanan konstan di sepanjang laga--tentunya tanpa melupakan atribut pertahanan--bisa menjadi senjata yang brilian bagi Roma untuk mengangkangi Inter di laga ini. Toh, Inter juga kalah saat diperhadapkan sistem permainan Spurs yang seperti ini. Atau tengok kembali laga melawan Atalanta yang ditutup dengan kekalahan 1-4 untuk Inter. Di pertandingan itu, Inter memenangi penguasaan bola hingga 66,6%.
Pemain-pemain Roma merayakan gol ke gawang Viktoria Plzen. (Foto: Reuters/Tony Gentile)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain-pemain Roma merayakan gol ke gawang Viktoria Plzen. (Foto: Reuters/Tony Gentile)
Sayangnya, keunggulan itu menjadi keunggulan yang sia-sia karena Inter justru babak-belur dihajar tekanan Atalanta. Anak-anak asuh Gian Pero Gasperini itu dengan disiplin menutup pergerakan pemain-pemain Inter, terutama yang memang produktif mendulang gol.
ADVERTISEMENT
Pengawalan yang diberikan kepada dua atau tiga orang pemain Atalanta membikin Icardi tidak punya ruang untuk menutup serangan dengan efektif. Akibatnya, Icardi tak dapat melepaskan serangan-serangan mengancam, sementara pemain Inter lainnya cenderung menyerang dengan sporadis lewat tembakan-tembakan jarak jauh.
Yang harus dilakukan oleh Roma adalah mematikan kreativitas Inter. Baik itu dengan cara mematikan lini tengah maupun mempersempit ruang gerak pemain Inter di area sepertiga akhir dan kotak penalti Inter. Dengan menekan para pemain Inter, meski tidak terlalu agresif, sejak mereka menguasai bola di daerah sendiri serta bertahan dengan apik dan menjaga ruang ketika kehilangan bola, maka kemenangan tidak akan menjadi perkara yang kelewat muskil bagi Roma.
===
Laga pekan ke-14 Serie A 2018/19 yang mempertemukan AS Roma dan Inter Milan akan digelar di Stadion Olimpico pada Senin (3/12/2018). Sepak mula akan berlangsung pada pukul 02:30 WIB.
ADVERTISEMENT