Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Dari Gua Sempit, Sepak Bola Menemukan Jalan Pulang
11 Juli 2018 17:14 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
"Pastikan kamu mengendarai sepedamu di belakang mereka supaya kamu bisa selalu mengawasi mereka. Hati-hati."
ADVERTISEMENT
Nopparat Khanvanthong tidak punya pilihan lain. Sabtu, 23 Juni 2018, dia punya agenda besar. Meski agenda itu baru akan digelar pada malam harinya, sejak pagi dia sudah sibuk mempersiapkan diri.
Sabtu malam, dia akan memimpin anak-anak asuhnya di klub sepak bola Moo Pa (Babi-babi Liar dalam bahasa Thai) menjalani pertandingan. Padahal, pagi itu sebenarnya dia masih punya tanggung jawab.
Jika di malam harinya para pemain Moo Pa yang lebih tua akan bertanding, mereka yang lebih muda masih harus melakoni latihan pada pagi hari. Oleh karena itu, Nopparat tak punya pilihan lain. Bocah-bocah yang lebih muda itu dia pasrahkan kepada sang asisten, Ekapol Chanthawong .
Ekapol masih muda; masih berusia 25 tahun. Kendati begitu, Nopparat yang lebih tua 12 tahun itu sangatlah memercayainya. Maklum, Ekapol adalah orang yang tidak neko-neko. Jangankan minum-minum, merokok pun dia tidak. Dari sana, Nopparat tahu bahwa memasrahkan bocah-bocah kepada Ekapol takkan menjadi masalah. Yang jadi masalah hanya pengalaman. Sebab, sebelum ini Ekapol belum pernah memimpin latihan sendirian.
ADVERTISEMENT
Sebagai asisten, Ekapol biasanya ditugasi untuk melatih fisik para pemain muda. Caranya bermacam-macam, mulai dari berlari, bersepeda, sampai bertualang. Guru-guru di sekolah para pemain Moo Pa tadi sudah mengakui betapa bagusnya hasil dari latihan fisik yang diterapkan Ekapol.
Klub sepak bola Moo Pa berasal dari Distrik Mae Sai yang berada di pucuk utara Thailand . Distrik ini berbatasan darat langsung dengan Myanmar dan keasrian alamnya masih sangat terjaga. Pegunungan dan perbukitan mengepung distrik ini dari barat dan utara. Di salah satu pegunungan itu, terdapat Gunung Doi Nang Non dan di sana terdapat sebuah lapangan sepak bola tempat anak-anak Moo Pa biasa berlatih. Pagi itu, 13 bocah dibawa Ekapol ke sana.
Sedianya, Ekapol tidak akan membawa serta 13 bocah sekaligus. Rencananya, hanya akan ada delapan bocah yang dibawa serta dalam latihan tersebut. Akan tetapi, Nopparat kemudian berpesan agar Ekapol juga membawa serta beberapa bocah yang lebih tua untuk membantunya mengawasi anak-anak lainnya. Maka dari itu, jadilah 13 pemain dibawa serta oleh Ekapol ke Doi Nang Non.
ADVERTISEMENT
Doi Nang Non adalah sebuah gunung yang cukup masyhur di Thailand. Ada sebuah folklor di sana yang menyebut bahwa gunung ini dulunya merupakan seorang putri yang bunuh diri lantaran cintanya tak direstui. Putri itu mati dan jasadnya yang terbaring akhirnya menjadi gunung, sementara darahnya mengalir menjadi sungai yang mengalir di sekitaran. Dari sana, muncul nama Doi Nang Non yang berarti 'Gunung Putri Tidur'.
Kisah itu menjadi salah satu daya tarik bagi orang-orang yang berkunjung ke sana. Daya tarik lainnya, tentu saja, keindahan alam yang ditawarkan oleh Doi Nang Non. Di sana, para wisatawan bisa melakukan banyak hal, tetapi salah satu atraksi yang paling dikenal adalah wisata jelajah gua.
Sepak bola, bagi para pemain Moo Pa, hanyalah sebuah cara untuk menggapai hajat hidup yang lebih baik. Bagi mereka, yang terpenting sebenarnya bukanlah mencari kemenangan, melainkan belajar menjadi manusia seutuhnya. Anak-anak itu rata-rata berasal dari keluarga yang pas-pasan. Sebagian dari mereka bahkan harus diantar-jemput oleh Ekapol untuk berlatih sepak bola karena orang tua mereka harus banting tulang mencari nafkah.
ADVERTISEMENT
Membentuk anak-anak itu menjadi manusia adalah misi utama dari Moo Pa. Inilah mengapa, Nopparat dan Ekapol menerapkan sebuah kebijakan yang mampu mendorong para pemainnya berprestasi di luar lapangan, khususnya di bidang akademik.
Caranya sederhana saja, yakni lewat sistem pemberian hadiah. Ketika ada anak yang mendapat nilai bagus, mereka bakal diberi hadiah berupa seragam baru sampai sepatu sepak bola baru. Karena ini pulalah mengurusi sepak bola pada akhirnya menjadi pekerjaan penuh waktu bagi Nopparat dan Ekapol. Di kala mereka tidak melatih, kedua orang itu sibuk mencari sponsor untuk Babi-babi Kecil itu.
Upaya itu membuahkan hasil. Salah satu bocah yang diajak Ekapol ke Doi Nang Don adalah Mongkol Booneiam. Menurut kesaksian ayahnya kepada AFP, bocah yang akrab disapa Mark itu punya dua kegemaran: bermain bola dan belajar. Manusia-manusia seperti Mark itulah yang berusaha untuk dibentuk lewat pendidikan sepak bola di Moo Pa.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara yang digunakan Ekapol untuk membentuk para pemain mudanya itu adalah dengan mendekatkan diri satu sama lain. Inilah yang ada dalam pikiran Ekapol ketika memutuskan untuk mengajak para bocah itu untuk menjelajah Gua Tham Luang. Kebetulan, salah satu anggota rombongan itu, Peerapat Sompiangjai alias Night, sedang berulang tahun. Para pemain itu berniat untuk merayakan ulang tahun Night dengan berpesta kecil-kecilan di dalam gua.
Para anggota rombongan itu pun menyiapkan segalanya. Segera setelah latihan usai, mereka membeli banyak makanan kecil untuk bekal. Sesudah itu, mereka segera bertolak menuju gua tanpa mengira bahwa perjalanan itu bakal berujung pada sebuah kisah yang gaungnya sampai ke ujung buana .
***
Waktu sudah memasuki pukul tujuh malam ketika Norappat mengecek lagi ponselnya. Pertandingan Moo Pa baru saja kelar dan Norappat bermaksud untuk menghubungi Ekapol.
ADVERTISEMENT
Alangkah terkejutnya Norappat ketika dirinya mendapati sedikitnya 20 panggilan tak terjawab dari para orang tua pemain-pemain muda Moo Pa. Kedua belas bocah yang diajak pergi Ekapol pada pagi harinya belum kunjung pulang. Sontak, Norappat pun segera mencoba untuk menghubungi Ekapol.
Tak ada jawaban.
Nomor lain dicobanya; kali ini milik salah seorang pemain Moo Pa. Lagi-lagi tak ada jawaban. Norappat terus mencoba sampai akhirnya, seseorang menyahut dari ujung telepon.
Songpol Kanthawong adalah salah satu anggota rombongan latihan yang dibawa Ekapol ke Doi Nang Don. Akan tetapi, bocah 13 tahun ini tidak ikut masuk ke dalam gua karena setelah latihan, dia langsung dijemput oleh ibunya. Dari penuturan Songpol, Norappat akhirnya tahu bahwa Ekapol dan 12 bocah lainnya berada di Gua Tham Luang.
ADVERTISEMENT
Tanpa pikir dua kali, Norappat bergegas menuju Tham Luang. Namun, sesampainya di sana dia disambut oleh pemandangan yang membuat jantungnya serasa mau meledak. Di mulut gua, dia melihat sejumlah sepeda yang terparkir rapi. Di saat yang bersamaan, dia juga melihat air keruh berlumpur sudah merembes dari mulut gua. Tak perlu seorang Sherlock Holmes untuk melakukan deduksi bahwa rombongan Moo Pa tadi terjebak dalam gua yang banjir.
Norappat berusaha untuk memanggil-manggil nama Ekapol dan upayanya berujung sia-sia. Tak ada jawaban yang dia terima karena Ekapol dan anak-anak tadi memang mustahil bisa mendengar teriakannya. Hujan deras telah membuat gua itu jadi tempat air bersarang, memisahkan Ekapol dan para pemain Moo Pa dengan mereka yang mencintainya.
ADVERTISEMENT
Norappat, lagi-lagi, tak punya pilihan lain. Dia harus segera mencari pertolongan.
***
Norappat bukan satu-satunya orang yang meminta pertolongan. Para orang tua yang waswas pun menghubungi polisi karena anak-anak mereka belum jua kembali kendati malam telah larut. Pencarian pun segera dimulai. Awalnya, pencarian ini hanya dilakukan oleh polisi dan tim SAR setempat. Hasilnya, tim pencari berhasil menemukan sandal, sepatu, dan bola di dekat mulut gua.
Akan tetapi, medan yang berat membuat para pencari itu pun menyerah. Mereka pun meminta bantuan kepada tim yang lebih ahli dalam melakukan misi-misi di medan seperti itu. Datanglah kemudian Thai Navy SEAL pada Senin, 25 Juni.
Para peselam Navy SEAL itu langsung berupaya untuk memetakan kondisi. Akan tetapi, setelah keluar dari gua, nada pesimistis mereka lontarkan.
ADVERTISEMENT
Misi penyelamatan itu, kata mereka, bakal berjalan sangat sulit karena tingkat kekeruhan air sangatlah tinggi dan nyaris tak bisa ditembus cahaya. Siapa pun yang masuk ke sana untuk melakukan penyelamatan akan menghadapi medan mustahil karena mereka tidak akan tahu bakal mengarah ke mana. Meski demikian, mereka bisa memperkirakan bahwa rombongan Moo Pa itu masih hidup dengan bertahan di 'Pantai Pattaya' yang letaknya kurang lebih 4 km dari mulut gua.
Sulitnya medan itu membuat Navy SEAL harus mencari bantuan dari dunia internasional. Akhirnya, pada Rabu, 27 Juni, terbentuklah tim raksasa berkekuatan seribu orang dari berbagai negara dan latar belakang keahlian. Selain dari Thailand, ada pula yang datang dari Inggris, Amerika Serikat, China, Australia, Laos, Myanmar, serta Israel.
ADVERTISEMENT
Selama hampir sepekan, tim ini terus berusaha tanpa henti melakukan pencarian. Akhirnya, pada Senin, 2 Juli, kepastian didapatkan. Ketiga belas anggota rombongan itu ditemukan masih hidup oleh dua penjelajah gua asal Inggris, John Volanthen dan Rick Stanton. Kedua orang ini, oleh British Cave Rescue Council, disebut sebagai 'A Team' karena pengalaman dan kemampuan mereka yang nyaris tiada banding.
Volanthen dan Stanton menemukan rombongan Moo Pa itu di sebuah tanggul kecil yang berada tak jauh dari 'Pantai Pattaya'. Akan tetapi, masalah tidak selesai sampai di sini karena untuk melakukan proses penyelamatan, ada sebuah jalur sempit yang terendam air. Jalur inilah yang menjadi tantangan terbesar tim penyelamat maupun rombongan tim sepak bola yang terjebak tadi.
ADVERTISEMENT
Sembari memikirkan cara untuk menyelamatkan, suplai makanan dan kebutuhan medis pun dipasok untuk stok selama empat bulan. Namun, sebelum itu para pemain Moo Pa dan Ekapol sebetulnya sudah mampu bertahan. Caranya adalah dengan memakan penganan ringan yang dibawa untuk merayakan ulang tahun tadi, meminum air yang menetes di dinding-dinding gua, serta bermeditasi untuk menyimpan energi.
Dua hari setelah ditemukan, anak-anak itu diajari berenang dan menyelam oleh para penyelamat. Sementara, di sisi gua yang lain, proses pemompaan air terus dilakukan untuk memudahkan proses penyelamatan.
Dalam pelatihan berenang dan menyelam itu, peran seorang bocah bernama Adul Sam-on sangatlah krusial karena dialah satu-satunya orang yang bisa berkomunikasi dengan para peselam Inggris tadi. Adul sendiri lahir di Myanmar, tetapi hijrah ke Thailand untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Tak sia-sia karena dari sana, bocah berusia 14 tahun ini, seperti dilansir AFP, jadi sanggup bicara empat bahasa sekaligus, termasuk Inggris.
ADVERTISEMENT
Setelah dilatih, rombongan Moo Pa tadi dikirimi tabung oksigen yang akan menjadi alat bantu pernapasan mereka ketika diselamatkan. Misi pengiriman tabung oksigen ini sendiri sayangnya harus memakan korban Setelah menyelesaikan satu misi pengiriman tabung oksigen, seorang mantan Navy SEAL, Saman Kunan , pingsan dan tak lama kemudian, meninggal dunia.
Wafatnya Saman itu seperti jadi sebuah pengingat bahwa misi menyelamatkan Babi-babi Kecil tadi adalah misi yang sangat berbahaya. Kendati demikian, misi terus dilanjutkan. Pada Minggu, 8 Juli, setelah hampir tiga minggu terjebak di dalam gua, penyelamatan akhirnya dimulai.
Pada hari pertama, empat anak berhasil diselamatkan. Namun, tak semuanya bisa diselamatkan karena segala perlengkapan dan kebutuhan harus dipasok ulang. Di hari kedua, empat anak lagi berhasil diselamatkan. Lalu, pada hari ketiga, empat anak lain beserta Ekapol akhirnya sukses dikeluarkan dari gua.
ADVERTISEMENT
Selasa, 10 Juli 2018, sepak bola akhirnya pulang ke rumah. Sorak sorai pecah di seluruh dunia . Hooyah!
***
Sepak bola dan euforia rasanya memang sulit sekali dipisahkan. Sepak bola adalah olahraga yang hidup dari hiruk pikuk. Akan tetapi, tak selamanya olahraga sebelas melawan sebelas ini adalah soal siapa menang, siapa kalah, atau siapa yang bersorak paling nyaring. Terkadang, sepak bola adalah soal bagaimana manusia merayakan kehidupan manusia lain.
Dunia menyambut bahagia kepulangan para bocah di Thailand itu. Ekapol, kendatipun tak memiliki keluarga karena sudah yatim-piatu sejak berusia 10 tahun, tetap disambut oleh jutaan manusia di pelbagai belahan dunia . Para orang tua bocah itu pun sama sekali tidak menyalahkannya dan justru berterima kasih karena sudah menjaga anak-anak mereka tetap hidup.
ADVERTISEMENT
Bocah-bocah kecil yang bermain untuk Moo Pa itu adalah perlambang sepak bola dalam wujudnya yang paling murni. Mereka bermain sepak bola demi sepak bola itu sendiri. Tanpa pretensi, tanpa basa-basi.
Mereka pun beruntung karena memiliki sosok pelindung seperti Ekapol, si mantan biarawan yang menjadi titik tumpu harapan saat petaka mengintai dari kegelapan. Lalu, jangan lupakan pula pahlawan-pahlawan lain seperti Saman, Volanthen, dan Stanton. Lewat kekuatan dan ketegaran bocah-bocah itu serta lewat keberanian dan pengorbanan para pahlawan ini, kita semua diingatkan bahwa sepak bola hanya akan berarti ketika ia tak lebih besar daripada hidup dan mati.