Intimidasi yang Membentuk Mental Jordan Pickford

9 Juli 2018 13:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jordan Pickford mengamankan bola dalam pertandingan Swedia vs Inggris di perempat final Piala Dunia 2018. (Foto: Carlos Garcia Rawlins/Reuters.)
zoom-in-whitePerbesar
Jordan Pickford mengamankan bola dalam pertandingan Swedia vs Inggris di perempat final Piala Dunia 2018. (Foto: Carlos Garcia Rawlins/Reuters.)
ADVERTISEMENT
Tak sedikit yang memandang Jordan Pickford sebelah mata sebelum Tim Nasional (Timnas) Inggris memulai langkah di Piala Dunia 2018. Itu bukan apa-apa bagi Pickford karena dirinya sempat menerima cobaan lebih berat lagi.
ADVERTISEMENT
Musim 2017/18 adalah tahun kedua Pickford di Premier League. Sebelum dibeli Everton pada musim panas 2017, dia berstatus sebagai penjaga gawang milik Sunderland. Klub kota kelahirannya tersebut lebih sering meminjamkan Pickford ke tim-tim medioker, di antaranya Darlington, Alfreton Town, Burton Albion, Carlisle United, Bradford City, dan Preston North End.
Bagi Pickford, masa-masa bersama Alfreton di National League --kompetisi level kelima Liga Inggris-- merupakan salah satu periode terberat dalam kariernya. Di situlah, dia mengalami begitu banyak intimidasi dari suporter tim lawan. Salah satunya momen pada April 2013, ketika Alfreton bertandang ke markas Southport, Haig Avenue. Stadion tersebut memiliki kapasitas kecil, cuma 1.660 kursi.
"Saat hanya ada 500 suporter di dalam stadion, Anda bisa mendengar segala perkataan mereka. Inilah yang membentuk Anda dari seorang bocah menjadi pria dewasa," tutur Pickford seperti dilansir oleh The Guardian.
ADVERTISEMENT
"Saya ingat ketika ingin mengambil minuman, seorang pria tua berteriak, 'Hei anak muda. Kakek Anda terkubur di bawah rumput ini.' Saya berbalik ke arahnya dan memberikan acungan jempol," katanya menambahkan.
Jordan Pickford saat berseragam Timnas Inggris. (Foto: John Sibley/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Jordan Pickford saat berseragam Timnas Inggris. (Foto: John Sibley/Reuters)
Dari situ, Pickford membiasakan diri berada di bawah tekanan suporter lawan. Kekuatan mentalnya pun terbukti saat Tim Nasional (Timnas) Inggris melawan Kolombia pada laga perempat final Piala Dunia 2018 di Spartak Stadium, Rabu (4/7/2018) dini hari WIB.
Kapasitas stadion cuma 44.190 orang. Sekitar 30.000 di antaranya merupakan pendukung Kolombia. Begitu tertekan Pickford karenanya, terutama ketika pertandingan memasuki babak adu penalti.
Namun, tekanan tersebut tidak seberapa apabila dibandingkan dengan pengalamannya dicaci dan dihina saat tampil bersama tim-tim medioker. Dia pun mampu menjaga fokusnya di adu penalti dan menghalau tembakan Carlos Bacca selaku eksekutor pamungkas Kolombia untuk memastikan kemenangan Inggris.
ADVERTISEMENT
Tekanan sebesar itu saja mampu ditangani oleh Pickford, apa lagi kalau cuma kritik dan nada sumbang dari kolega. Contohnya adalah pendapat Thibaut Courtois yang menyebut sosok denga postur 185 sentimeter itu terlalu pendek untuk ukuran penjaga gawang hebat. Atau, Arsene Wenger yang menyebut Inggris sulit menjadi juara tanpa kehadiran kiper berkualitas.
Pickford menyelamatkan penalti Carlos Bacca. (Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach)
zoom-in-whitePerbesar
Pickford menyelamatkan penalti Carlos Bacca. (Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach)
Semua nada sumbang terbungkam lewat performa Pickford. Berkat aksinya melawan Kolombia, Inggris memenangi adu penalti pertama dalam sejarah keikutsertaan di Piala Dunia. Pickford juga menjadi kiper Inggris pertama yang menggagalkan eksekusi dalam adu penalti di Piala Dunia sejak David Seaman pada 1998.
Kemudian, catatan clean sheet Pickford saat melawan Swedia di perempat final, Sabtu (7/7) malam WIB, mengiringi langkah Inggris ke babak empat besar. Inilah kali pertama The Three Lions menapak semifinal Piala Dunia sejak 1990.
ADVERTISEMENT
Fakta-fakta tersebut mengonfirmasi kualitas Pickford. Dan, perlu diingat bahwa semuanya dicapai sang kiper tanpa pengalaman panjang di level tertinggi, seperti halnya Courtois atau Hugo Lloris yang sudah lama di Premier League.
"Banyak orang berpikir bahwa saya masih muda dan baru menjalani musim kedua di Premier League. Namun, saya merasa punya kualitas tak jauh dari orang-orang tersebut. Sebab, pada dasarnya, kompetisi level bawah tidak jauh berbeda dengan Premier League atau Timnas Inggris," pungkasnya.
Jadwal Semifinal Piala Dunia 2018. (Foto: kumparan/Basith Subastian)
zoom-in-whitePerbesar
Jadwal Semifinal Piala Dunia 2018. (Foto: kumparan/Basith Subastian)