Pratinjau Barcelona vs Man United: Memerah Efektivitas 'Iblis Merah'

16 April 2019 17:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pemain Manchester United merayakan gol Marcus Rashford. Foto: Reuters/Andrew Boyers
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain Manchester United merayakan gol Marcus Rashford. Foto: Reuters/Andrew Boyers
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Butuh kemenangan minimal 2-1 bagi Manchester United untuk melaju ke semifinal Liga Champions 2018/19. So, sudah seharusnya United 'mem-Paris des Princes-kan' Camp Nou pada Rabu (17/4/2019).
ADVERTISEMENT
Itu berarti, mereka harus membalikkan ketertinggalan dari Barcelona di leg pertama--persis dengan apa yang mereka lakukan pada Paris Saint-Germain (PSG) di fase sebelumnya.
Begini, mengalahkan Barcelona jelas bukan hal yang mudah. Delapan belas pertandingan sudah mereka lewati laga tanpa kalah. Sevilla jadi tim terakhir yang sukses mempecundangi Barcelona, itu pun sudah tiga bulan yang lalu.
Catatan Barcelona di Camp Nou di seluruh ajang musim ini juga nyaris tanpa cela. Cuma sekali mereka takluk di hadapan para pendukungnya, kala ditekuk Real Betis 3-4 di panggung La Liga pekan 12.
Dua alinea di atas lebih dari cukup untuk menggambarkan superioritas Barcelona dan betapa tipisnya kans United untuk merealisasikan comeback. Eh, tapi bukan berarti itu mustahil. Buktinya Ole Gunnar Solskjaer sukses membenamkan PSG, tanpa beberapa pemain pilar seperti Paul Pogba, Ander Herrera, Jesse Lingard, Anthony Martial, dan Juan Mata.
ADVERTISEMENT
Secara kualitas pemain dan mental, PSG memang masih berada di bawah Barcelona. Meski demikian, keduanya punya benang merah, yakni agresivitas tinggi.
Setiap sistem punya celah di dalamnya. Pun demikian dengan agresivitas Barcelona yang membuat efek samping pada lini belakang. Lebih-lebih lagi dengan penguasaan bola yang intens plus garis pertahanan tinggi.
"Kami harus meminimalisir kesalahan yang mungkin tercipta serta memainkan sepak bola yang apik, karena terkadang Barcelona memberi ruang kepada Anda untuk bermain," demikian Romelu Lukaku berkata kepada UEFA.com.
Selebrasi dari Romelu Lukaku. Foto: REUTERS/Christian Hartmann
Garis pertahanan tinggi adalah ruang tersendiri bagi para penyerang lawan, sebagaimana 'ruang' yang dimaksud Lukaku. Cara untuk mengeksploitasinya, ya, melalui serangan balik dan juga through pass. Sebagai buktinya, Villarreal pernah sukses menggunakan metode tersebut untuk membombardir pertahanan Barcelona pada awal April.
ADVERTISEMENT
Total empat gol berhasil mereka sarangkan ke gawang Marc-Andre ter Stegen. Meski akhirnya duel itu berakhir sama kuat, sepasang lesakan terakhir Barcelona tercipta di pengujung laga--setelah Villarreal bermain dengan 10 orang pula.
Javier Calleja, arsitek Villarreal, tahu bagaimana nasib timnya apabila bermain terlampau terbuka dalam meladeni Barcelona. Itulah mengapa ia menitikberatkan stabilitas area tengah. Tujuannya untuk menyeimbangkan mode bertahan dan menyerang.
Santi Cazorla, Vicente Iborra, dan Manuel Morlanes jadi kuncinya. Selain membentuk bendungan di area sentral, mereka juga membuat blokade vertikal demi mengantisipasi manuver di sisi sayap.
Sementara untuk menyerang, Villarreal memaksimalkan para sprinter mereka, Karl Toko Ekambi dan Samuel Chukwueze. Hasilnya tokcer, keduanya sukses menyumbangkan masing-masing satu gol.
ADVERTISEMENT
Lionel Messi di tengah "kepungan" pemain-pemain Villarreal. Foto: Heino Kalis/Reuters
Nah, Solskjaer bisa menduplikat sistem yang diterapkan Villarreal. Bukannya tanpa dasar, sebab komposisi pemain United mirip-mirip dengan 'Si Kapal Selam Kuning'. Lini tengah yang komplit serta kecairan barisan penyerang, demikian kira-kira persamaan keduanya.
Nemanja Matic dan Fred bisa berperan sebagai pembendung plus distributor bola ke lini depan, sedangkan Pogba difungsikan sebagai kreator plus algojo dari lini kedua. Soal mengakomodir serangan, kualitas pengemas assist terbanyak United itu tak perlu diragukan lagi, ia adalah medium sempurna untuk skema through pass.
Di garda terdepan, United masih punya Jesse Lingard, Marcus Rashford, Anthony Martial, dan Lukaku yang semuanya kapabel menyisir sisi tepi lapangan. Belum lagi dengan bantuan full-back macam Luke Shaw dan Diogo Dalot.
ADVERTISEMENT
Nama yang disebut belakangan jadi opsi ideal untuk mengisi pos full-back kanan mengingat buruknya performa Ashley Young di leg pertama. Alasannya, ya, itu tadi: memaksimalkan serangan balik United.
Ekspresi kekecewaan pemain United usai kalah dari Barcelona di Old Trafford. Foto: Oli SCARFF / AFP
Keberhasilan United dalam mengonversi serangan balik tertuang dua pekan silam, saat membekuk Watford 2-0. Gol pembuka mereka lahir dari kombinasi Shaw dan Rashford.
Sementara yang teraktual, tercipta saat di Premier League pekan 33 lalu. Martial berhasil lolos dari kawalan para bek West Ham United setelah menerima direct pass kiriman Pogba. Ya, situasi itu memang memaksa Ryan Fredericks melanggarnya di kotak terlarang. Gol kemenangan United kemudian lahir dari eksekusi penalti Pogba.
Namun, masalah United belum sepenuhnya tuntas. Adalah efektivitas serangan, aspek yang perlu digenjot United. Tengok saja bagaimana mereka intens menuai ancaman ketimbang Barcelona (11 berbanding 6). Namun, rangkaian upaya itu menjadi mubazir karena shoot on target mereka nihil.
ADVERTISEMENT
Para pemain Manchester United merayakan gol. Foto: REUTERS/David Klein
Secara teoretis, United punya peluang besar untuk membalikkan keadaan. Selain berkaca dari keberhasilan menjungkalkan PSG di babak sebelumnya, Chris Smalling dan kawan-kawan didukung dengan komposisi pemain.
Sekarang, tinggal bagaimana Solskjaer merakit pelatuk, magasin, dan peluru untuk membuat pistol mematikan yang dengan efektif membunuh Barcelona.
***
Laga leg kedua babak perempat final Liga Champions 2018/19 antara Barcelona dan Manchester United akan digelar pada Rabu (17/4/2019) di Stadion Camp Nou. Sepak mula akan berlangsung pada pukul 02:00 WIB.