Ranum Harum James Maddison

20 Agustus 2019 17:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain Leicester City, James Maddison. Foto: REUTERS / David Klein
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Leicester City, James Maddison. Foto: REUTERS / David Klein
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sepak bola tak jauh berbeda dengan roda kehidupan. Dibutuhkan usaha dan keberuntungan untuk menjalankannya. James Maddison adalah salah satu pemain yang berhasil memadukannya. Meski, ya, sebenarnya ia lumayan jauh dari yang namanya keberuntungan.
ADVERTISEMENT
---
Maddison ini lahir di Coventry. Secara perekonomian, kota yang terletak di West Midlands itu lumayan gede --terbesar kesembilan di Inggris. Namun, tidak untuk tim sepak bola mereka, Coventry City.
Tim berjuluk Sky Blues itu belum pernah sekalipun menjuarai Premier League. Piala FA satu-satunya titel paling bergengsi yang pernah mereka raih. Itu pun hanya sekali dan sudah terjadi lumayan lama, 1986/87.
Yup, bisa ditebak karier Maddison tidak berjalan mulus. Berbeda dengan Marcus Rahsford atau Phil Foden yang tumbuh di tim mapan macam Manchester United dan Manchester City. Maddison cuma manggung di gig kecil bernama League One, level ketiga dalam piramida sepak bola Inggris.
Dalam perspektif lain, justru itu yang jadi nilai plus Maddison. Saat pemain seusianya hanya bermain di laga 'virtual' bersama tim reserve, ia sudah manggung bersama skuat utama di ajang liga.
ADVERTISEMENT
"Tampil di divisi rendah adalah hal yang menguntungkan. Saya berada di Coventry, bukan klub besar Premier League. Kondisi itu mungkin membantu saya berkembang," kata Maddison dilansir Independent,
"Anda tidak bisa dimasukkan ke dalam sistem akademi (di sana), bergabung dengan di bawah usia 18 tahun dan juga di bawah 23 tahun. Saya harus bermain bersama tim utama sejak usia muda."
Di usia 17 tahun Maddison sudah mendapatkan lisensi untuk memperkuat tim utama Coventry, tepatnya melawan Oldham pada Oktober 2014. Ending-nya, buruk, sih. Timnya keok dengan skor telak 1-4.
Akan tetapi, bukan itu hikmahnya. Maddison jadi pencetak gol semata wayang Coventry di laga tersebut. Lebih spesial lagi karena diawali dari skema tendangan bebas. Pembuktian yang lebih dari cukup untuk membuat Coventry mengikatnya dengan durasi tiga tahun.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya Norwich City datang meminang pada pertengahan musim 2015/16. Tentu ini menjadi sebuah kabar gembira mengingat Norwich saat itu terdaftar sebagai kontestan Premier League.
Sayang, 'Si Kenari' menilai Maddison belum cukup siap untuk manggung di pentas tertinggi sepak bola Inggris tersebut. Ia pun diutus untuk menghabiskan setengah musim bersama Coventry.
Proses penggemblengan Maddison tak berhenti sampai di sana. Norwich kemudian meminjamkannya ke klub Skotlandia, Aberdeen. Ia tampil 14 kali dan mencetak sepasang gol di Liga Primer Skotlandia musim 2016/17.
Well, liga yang didominasi oleh duo Glasgow, Celtic dan Rangers, itu berbeda dengan kompetisi di Inggris. Intensitas duel fisik amat tinggi di sana. Maddison bahkan masih mengingat bagaimana ia dilanggar 10-11 kali saat berhadapan dengan St Johnstone. Perlu diingat bahwa saat itu usia Maddison masih 20 tahun.
ADVERTISEMENT
Baru semusim berselang, Norwich memberikan jersinya kepada Maddison. Sinergi keduanya kian pekat seiring kedatangan Daniel Farke di kursi pelatih. Mantan arsitek tim reserve Borussia Dortmund itu memang hobi dalam mengorbitkan pemain muda dan Maddison, jauh dari kata siap untuk ukuran pemain seumurannya.
"Meskipun saya baru berusia 21 tahun, saya merasa sudah cukup lama berkarier dalam sepak bola," lanjut Maddison.
Sistem permainan Farke yang mengedepankan penguasaan bola amat cocok dengan karakteristik Maddison sebagai seorang playmaker. Kemampuan olah bola, dribel, serta akurasi umpan dan tembakan jadi spesialisasi pemain berdarah Irlandia itu. Visi bermain, demikian simpelnya.
Well, dibutuhkan waktu, pengalaman, serta berbagai macam situasi untuk menyempurnakan kecepatan berpikir dan ketepatan pengambilan keputusan. Itulah mengapa, kredibilitas Maddison sebagai kreator serangan tak perlu diragukan lagi. Toh, ia telah melalui 96 pertandingan resmi hingga musim terakhirnya bersama Norwich.
ADVERTISEMENT
Buktinya, Maddison menjadi pemain yang paling banyak memproduksi peluang di Championship edisi 2017/18 di angka 124. Unggul jauh atas gelandang Queen Park Rangers yang berusia lima tahun di atasnya, Luke Freeman, yang hanya membuat 110 peluang.
Maka tak mengagetkan bila Maddison masuk dalam tim terbaik Championship di periode yang sama. Leicester pun berani merogoh kocek sebesar 25 juta poundsterling untuk mendatangkan Maddison semusim berselang. Perlu diingat, ini menjadi pembelian termahal The Foxes sepanjang sejarah.
James Maddison mengenakan jersi tandang Leicester City 2019/20. Foto: Dok. Leicester City
Hebatnya lagi, Maddison berhasil meneruskan supremasinya di level Premier League. Total 100 kans ia ciptakan untuk rekan-rekan setimnya selama semusim. Itu menjadi yang tertinggi di antara para pemain Premier League --melebihi Eden Hazard selaku pengukir assist terbanyak di musim 2018/19.
ADVERTISEMENT
Lah, kok, memimpin soal kuantitas peluang tapi minim jumlah assist? Ya, sejatinya minimnya kualitas pemain depan Leicester itulah yang membuat Maddison gagal mencuat sebagai top assist di musim lalu --meski jadi yang paling intens dalam melepaskan umpan kunci.
Mau gimana lagi, Leicester tak punya sumber gol lagi selain Jamie Vardy. Tak banyak yang bisa diandalkan dari Kelechi Iheanacho sebagai pelapisnya. Pun demikian dengan Demarai Gray atau Marc Albrighton yang masih bisa dibilang winger konvesional.
Bandingkan dengan Hazard yang di musim lalu punya tandem sekaliber Pedro serta Gonzalo Higuain. Begitu pula dengan Ryan Fraser, runner-up top assist musim lalu, yang dibantu Callum Wilson dan Joshua King di barisan terdepan Bournemouth.
ADVERTISEMENT
Para pemain Leicester merayakan gol. Foto: Reuters/Carl Recine
Nah, besar potensi Maddison untuk merekah di musim ini. Leicester telah berbenah. Mereka tak lagi mengandalkan Vardy sebagai corong pencetak gol utama tim.
Leicester telah memermanenkan Youri Tielemans dan menggaet Ayoze Perez. Pemain yang disebut terakhir berstatus sebagai topskorer Newcastle United di musim lalu. Sementara, kehadiran Tielemans diharapkan mampu menjadi alternatif serangan dari lini kedua.
Duel melawan Chelsea di akhir pekan lalu jadi kontribusi teranyar Maddison. Umpannya dari sepak pojok sukses dikonversi dengan baik oleh Wilfred Ndidi. Brendan Rodgers pun bisa tersenyum karena timnya sukses membawa pulang satu angka dari Stamford Bridge.
So, sudah siap untuk melihat kejutan Maddison di musim ini?
ADVERTISEMENT