Tekad Inggris Kalahkan Swedia di Tengah Kecamuk Rasa Kecewa

5 Juli 2019 16:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bek Timnas Inggris, Lucy Bronze. Foto: AFP/Franck Fife
zoom-in-whitePerbesar
Bek Timnas Inggris, Lucy Bronze. Foto: AFP/Franck Fife
ADVERTISEMENT
Timnas Inggris memang bukan unggulan pertama di Piala Dunia 2019, tetapi mereka sesungguhnya memiliki kans cukup besar untuk merengkuh trofi tersebut. Itulah mengapa, kegagalan di semifinal menghadapi Amerika Serikat meninggalkan kekecewaan mendalam.
ADVERTISEMENT
Ambil contoh Lucy Bronze. Pemain 27 tahun ini adalah salah satu yang terbaik di dunia dan merupakan pemain terhebat di posisinya, bek kanan. Di level klub, prestasinya begitu apik, di mana dia berhasil membawa Lyon menjuarai Liga Champions Wanita musim 2018/19. Maka, dia pun diharapkan jadi katalis bagi Inggris untuk memutus dahaga prestasi.
Namun, di saat yang menentukan, Bronze gagal menunjukkan permainan terbaik. Menghadapi Amerika, Bronze kewalahan menjaga Christen Press yang tampil sebagai pengganti Megan Rapinoe. Gol pertama Amerika, yang dicetak oleh Press, adalah salah bukti yang paling nyata.
Bronze pun kecewa berat. Dia mengaku tidak tampil maksimal pada pertandingan tersebut, khususnya saat bertahan, yang merupakan tugas utamanya.
Bek Inggris, Lucy Bronze, merayakana gol ke gawang Norwegia. Foto: AFP/Damian Meyer
ADVERTISEMENT
"Gol pertama [Amerika] benar-benar membuatku kecewa. Tidak biasanya aku tampil seperti itu. Biasanya aku sangat tangguh saat bertahan. Orang banyak memuji kemampuanku dalam membantu serangan tetapi biar bagaimana juga tugas utamaku adalah bertahan. Aku kecewa tidak bisa melakukan itu," kata Bronze, seperti dilansir The Guardian.
"Musim ini aku bermain di lebih dari 100 pertandingan. Berat sekali, memang, tetapi itu tidak seharusnya jadi alasan. Kami ini 'kan profesional yang memang dibayar untuk itu. Di setiap pertandingan aku selalu berusaha menampilkan yang terbaik tetapi sulit sekali melakukan hal demikian. Tak ada satu pun pemain yang bisa selalu bermain sempurna," tambahnya.
Senada dengan Bronze, gelandang Lionesses, Jill Scott, mengutarakan kekecewaan serupa. "Disaksikan 11 juta orang di kampung halaman memberi tekanan yang begitu berat bagi kami. Semakin tua kamu, kekalahan-kekalahan ini justru semakin menyakitkan karena kamu tahu kesempatanmu tak lagi banyak," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Kalah di semifinal rasanya betul-betul menyesakkan. Aku begitu terpukul dan rasa sakit ini akan bertahan lama sekali. Aku bahkan sampai saat ini belum bisa melupakan kekalahan di 2015. Menjadi pesepak bola adalah pekerjaan terbaik di dunia tetapi di sini ada terlalu banyak momen-momen menyakitkan," tambah pemain 32 tahun tersebut.
Gelandang Inggris, Jill Scott, berebut bola dengan penyerang Amerika, Tobin Heath. Foto: AFP/Philippe Desmazes
Pada 2015, Inggris harus mengakui keunggulan Jepang yang saat itu berstatus sebagai juara bertahan. Meski demikian, setelah itu mereka mendapat hadiah hiburan berupa medali perunggu setelah mengalahkan Jerman di perebutan tempat ketiga.
Tahun ini, situasi yang sama terulang kembali. Hanya, lawan yang akan dihadapi Inggris berbeda. Adalah Swedia yang bakal mereka hadapi di partai perebutan tempat ketiga, Sabtu (6/7/2019) malam WIB. Bronze dan Scott yang merupakan veteran Piala Dunia 2015 itu pun bertekad untuk setidaknya mampu memenangi pertandingan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Sedari awal target kami adalah memenangi semua pertandingan dan itu belum berubah sampai sekarang," tegas Bronze.
"Salah satu momen paling membanggakan dalam karierku adalah ketika mengalahkan Jerman di perebutan tempat ketiga 2015. Medali yang kudapatkan saat itu bahkan sampai kuberi pigura. Kalau kami menang melawan Swedia nanti, aku akan melakukan hal yang sama. Aku sedih tidak bisa membawa negaraku ke final tetapi aku tetap ingin mengakhiri turnamen dengan kemenangan," tambah Scott.