Dua Persoalan di Balik Maraknya Bisnis Kedai Kopi

23 Juni 2019 15:13 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tips Menjadi Barista Foto: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Tips Menjadi Barista Foto: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Nongkrong di Kedai Kopi, kini sedang menjadi tren di kalangan anak muda, termasuk pula di Jawa Barat. Sejumlah kedai kopi dengan berbagai variannya yang didirikan sebagian besar oleh anak muda memenuhi jalanan; terutama di pusat kota.
ADVERTISEMENT
Pendiri 578 Coffee Lab Andi K. Yuwono menuturkan, kemajuan bisnis kedai kopi di Jawa Barat, Indonesia, bahkan dunia dalam 10 tahun ke belakang mengalami perkembangan yang pesat.
Andi menambahkan, bisnis kopi belakangan ini didominasi oleh sektor informal seperti UMKM. Adapun di Bandung, kata dia, terdapat sekitar 600 kedai kopi berdasarkan data kasar yang dimilikinya.
"Bisnis kedai kopi semakin tumbuh kebanyakan masih sektor informal karena UMKM-UMKM kecil dan itu tumbuh di mana-mana. Di Bandung sendiri sekitar kalau data kasar sekitar 600-an tiap hari ada yang tutup dan tiap hari ada yang buka," kata dia di Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Sabtu (22/6).
Ilustrasi Biji Kopi Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Namun, seiring perkembangan bisnis kedai kopi, Andi mengungkap, kemampuan yang dimiliki oleh para pebisnis kedai kopi untuk memuaskan selera pembeli atau konsumen justru belum memadai.
ADVERTISEMENT
"Problemnya ada dua hal yang kami lihat di sektor cafe-nya ya. Yang satu adalah skill. Skill kenapa harus harus tumbuh? Karena kembali lagi bahwa ini menjadi tren kerewelan-kerewelan dari customer yang mulai menuntut ini itu dengan fasilitas ini itu," ungkap dia.
Di sisi lain, Andi mengatakan, bahwa para barista pun memiliki persoalan pelik. Menurut dia, barista seharusnya berusia maksimal 35 tahun. Pasalnya, mereka dituntut mampu menyesuaikan dirinya dengan penikmat kopi yang didominasi oleh anak muda.
Oleh sebab itu, Andi menilai perlu disiapkan strategi exit-permit barista agar tetap diisi oleh pemuda yang berusia di bawah 35 tahun. Selain itu, perlu pula disiapkan strategi atau modal agar barista yang telah berusia lebih dari 35 mengembangkan dirinya.
ADVERTISEMENT
"Kita harus siapkan skema exit permit dia (barista) lah kira-kira strateginya. Dalam 35 tahun dia ngapain gitu karena nggak mungkin lagi dia akan menjadi barista," ucap dia.
"Karena costumer-nya juga anak-anak muda 'ah, baristanya juga enggak asik'. Jadi ini yang jadi problem," tambah dia.
Namun demikian, modal untuk mengembangkan diri itu akan sulit dimiliki karena upah yang diterima oleh barista untuk dijadikan modal memang kecil.
Andi menyebut, 95 persen upah yang diterima oleh barista masih di bawah UMK dan hanya 1 persen saja yang sudah di atas UMK.
"Dari penyiapan strategi itu juga balik lagi ke modal. Bagaimana orang bisa berkembang ke depan kalausaya hitung gaji barista hanya sekitar 95 persen itu di bawah UMK. Sementara empat persen sekitar UMK. Di atas UMK hanya satu persen," ungkap dia.
Ridwan Kamil Sedang Memetik Biji Kopi Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Disinggung mengenai kecilnya upah barista, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, masih adanya pekerja dengan upah di bawah standar memang perlu diteliti dan diperbaiki.
ADVERTISEMENT
Emil -sapaan akrab Ridwan Kamil- menegaskan, di Jabar tidak boleh ada masyarakat yang tetap berada dalam kemiskinan sementara yang lainnya terus mendulang kekayaan.
"Kalau tadi dibilang masih banyak di bawah UMR maka kita harus perbaiki kita teliti masalah marketnya di mana," kata dia.
"Tapi tidak boleh ada yang tertinggal. Yang kaya makin kaya silahkan tapi yang daerah menengah bawah juga harus terbawa kesejahteraannya," tukas dia.