Tio Pakusadewo Harus Direhabilitasi, Bukan Dipenjara

17 Juli 2018 18:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang narkoba Tio Pakusadewo (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang narkoba Tio Pakusadewo (Foto: Aria Pradana/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tuntutan enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan yang diberikan jaksa penuntut umum kepada aktor Tio Pakusadewo dalam kasus penyalahgunaan narkotika menimbulkan pertentangan. TIdak hanya dari sejumlah rekan selebriti, tetapi juga beberapa organisasi.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (17/7), Alviana yang merupakan perwakilan dari Persaudaraan Korban Napza Indonesia mengatakan, persoalan kasus narkotika yang menjerat Tio dan para pelaku lainnya menunjukkan bahwa pemerintah gagal dalam menangani peredaran narkotika.
Menurut Alviana, pemerintah juga kerap melakukan pendekatan penjara dibanding kesehatan. “Penjara itu tidak ada akses kesehatan dan bisnis narkotika makin subur di penjara. Layanan kesehatan yang tepat untuk itu bukan penjara, tapi terapi dan rehabilitasi," kata Alviana.
Di tempat yang sama, perwakilan dari Bantuan Hukum untuk Narkotika, Yohan Misero menyoroti soal Undang-undang Narkotika. Menurut dia, ada kerancuan di aturan tersebut, terutama pada pasal 111, 112 dan 127. Sebab, ketiga pasal tersebut tidak memberikan penjelasan secara rinci terkait status memiliki, menguasai, mengedar, dan menggunakan narkotika.
ADVERTISEMENT
"Undang-undang sekarang kacau, jadi ketika kamu menguasai narkotika itu sudah bisa dipidana terlepas kamu pengguna atau pengedar. Itu yang ingin kita segera revisi. Makanya di rancangan undang-undang barunya oke tetap pidana, kecuali yang digunakan untuk diri sendiri," tutur Yohan.
Konpers soal kasus Tio Pakusadewo di Cikini, Jakarta Pusat. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers soal kasus Tio Pakusadewo di Cikini, Jakarta Pusat. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Sementara, Rizki Akbar Anugerah mengungkapkan ada kejanggalan terkait tuntutan jaksa. Tio, kata dia, sudah mengakui bahwa dia menggunakan sabu untuk kepentingan dirinya sendiri.
Tio, lanjut Rizki, juga bukanlah seorang bandar. Bahkan, pria berusia 54 tahun itu bersedia untuk direhabilitasi.
"Ini jadi aneh ketika jaksa kemudian menuntutnya enam tahun. Alih-alih harusnya dimasukkan ke rehabilitasi wajib, meneruskan apa yang sudah dilakukan, tapi malah dituntut penjara," ucap Rizki.
Sementara, Miko Ginting selaku akademisi di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera mengatakan, kasus Tio sangat penting sebagai pintu masuk untuk mereformasi kebijakan mengenai kasus narkotika. Sebab, Tio telah mengaku sebagai pengguna murni, tapi tidak terlibat dalam jaringan gelap narkotika, dan berhasil melakukan rehabilitasi. 
ADVERTISEMENT
Namun, karena pernah mengalami kecelakaan, Tio memutuskan menggunakan narkotika untuk mengobati rasa sakitnya. "Tio Pakusadewo adalah pengguna untuk kepentingan diri sendiri. Ini rekomendasi untuk UU Narkotika mendatang. RUU tersebut harus dirumuskan lagi," kata Miko.
Konpers soal kasus Tio Pakusadewo di Cikini, Jakarta Pusat. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers soal kasus Tio Pakusadewo di Cikini, Jakarta Pusat. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Menurut Miko, penjara bukanlah solusi untuk mengatasi kasus narkotika, tapi menjadi ancaman baru, baik kepada pengguna narkotika maupun upaya pemerintah sendiri untuk memberantas peredaran narkotika.
"Penegakan pidana penjara tidak menyelesaikan masalah, tapi malah memperburuk masalahnya, dia akan memperburuk keadaan pengguna narkotika itu," imbuh Miko.
Maka dari itu, Miko dan bersama rekan-rekannya yang lain, meminta agar Tio tidak dihukum dengan pidana penjara. Majelis hakim diharapkan bisa menjatuhkan vonis ke pemain film ‘Surat dari Praha’ itu berupa rehabilitasi.
ADVERTISEMENT