Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
5 Kesalahan Orang Tua yang Buat Anak Susah Akur
5 September 2019 16:07 WIB
Diperbarui 5 September 2019 16:07 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Apalagi bila keributan mereka termasuk soal kompetisi. Misalnya kompetisi atau persaingan antara saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian maupun pengakuan dari orang tua. Wah, kalau sudah begini, tentu orang tua bisa kewalahan juga menghadapinya.
Bagaimana dengan Anda, Moms? Apakah menghadapinya juga?
Bila ya, mungkin saatnya melakukan refleksi tentang bagaimana selama ini Anda sebagai orang tua mengasuh mereka. Mengutip laman Peaceful Parents Confident Kids, ternyata ketidakakuran atau persaingan di antara kakak-adik bisa terjadi justru karena beberapa hal yang (disengaja atau tidak) dilakukan oleh orang tua.
Apa saja misalnya?
Kesalahan 1: Bersiap untuk adik, tapi tak melakukan apa-apa untuk kakak
Kebanyakan orang tua, dengan gembira memberi tahu anak pertamanya tentang kehamilan anak kedua. Berharap sang calon kakak akan ikut gembira.
ADVERTISEMENT
Masalahnya adalah, kegembiraan ini sebenarnya milik orang tua saja. Untuk seorang anak kecil, bayi baru di rumah tidak selalu menarik atau menyenangkan, Moms! Atau kalaupun awalnya gembira (bahkan dengan semangat bilang ingin punya adik), bisa saja apa yang ia pikir dan rasakan berubah setelah sang adik benar-benar hadir.
Ia dapat menangkap bahwa ini artinya ada lebih sedikit waktu yang dihabiskan orang tua bersamanya, ibu dan ayah jadi cepat lelah dan mudah marah, rumah jadi berisik karena adik bayi menangis terus, ia tiba-tiba harus berbagi mainan, berbagi ruang main dan kadang-kadang bahkan merelakan kamar yang awalnya hanya miliknya seorang.
Anak juga bisa menangkap kalau orang tua (atau orang dewasa di sekitarnya) sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk kehadiran adik baru. Mereka juga tahu bagaimana ibu lebih fokus, perhatian, hati-hati atau melakukan hal-hal yang lebih istimewa pada adiknya. Tak hanya cemburu, bayangkan betapa semua ini bisa mengganggunya! Singkatnya, adik tidak hanya membawa banyak perubahan tapi mampu membuat hidupnya jadi kacau balau.
ADVERTISEMENT
Jika ingin menghindari ketidakakuran dan persaingan sejak awal, cobalah buat persiapan lebih banyak untuk sang calon kakak. Bukan mengajak anak bicara soaltanggung jawabnya sebagai kakak lho, Moms. Tapi mempersiapkannya lebih baik dengan menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. Beri anak rasa tenang, hangat dan aman untuk mengantisipasi segala kecemasan yang mungkin dia alami. Pastikan kakak tahu ia tetap dicintai dan diperhatikan.
Saat berbelanja kebutuhan bayi, belikan juga hal-hal yang dibutuhkan kakak. Ketika ada kerabat yang bertanya si kecil ingin kado apa, Anda juga bisa menjawab, "Syukurnya sudah lengkap semua, nih. Kalau boleh, tolong bawakan kado untuk kakak saja, ya. Ia sedang suka mobil-mobilan!"
Kesalahan 2: Tidak Menerima Perasaan Negatif Anak
ADVERTISEMENT
Saat merasacemburu, sedih atau khawatir dengan kehadiran adik baru maupun perhatian orang tua yang berkurang, anak bisa jadi sulit mengartikulasikan bagaimana perasaannya. Akhirnya mereka mengomunikasikan perasaan negatif tersebut melalui perilaku yang tidak menentu dan tidak menentu.
Sayangnya alih-alih berempati, orang tua kerap tidak menerima atau menganggap remeh perasaan ini. Hasilnya? Anak merasa tidak mengerti. Apalagi bila orang tua malah memarahi dan menegur perilaku anak. Mengingatkan terus menerus kalau apa yang ia lakukan salah dan bahwa ia harus menyayangi adiknya.
Menghadapi ini semua tak mudah bagi si kecil, Moms! Terutama bila masih berusia balita. Anak bisa saja jadi frustrasi dan semakin kesulitan mengatasi perasaannya. Ia ingin dipahami bahwa ia merasa tidak nyaman, terganggu atau cemburu meski bukan berarti ia membenci adiknya. Ia justru ingin orang tua membantunya mengelola emosi dan melewatinya.
ADVERTISEMENT
Kesalahan 3: Memaksa Anak Berbagi
Adik kecil selalu tertarik pada mainan kakaknya. Sementara bila kakak masih berusia balita, bisa saja ia sangat posesif atas mainannya. Dan umumnya, orang tua akan berpikir wajar bila kakak diminta berbagi, "Kakak, adik boleh pinjam mainannya ya. Ayo berbagi sama adiknya!" Begitu misalnya.
Nah Moms, tindakan seperti ini mungkin tak bijak. Anak akan merasa orang tua memihak, merasa mendapat perlakuan tidak adil, kecewa dan lantas mengeluarkan rasa kecewanya pada yang ia anggap jadi akar permasalahan: adiknya!
Orang tua perlu paham, wajar bila balita bersikap posesif terhadap mainan atau barang-barang miliknya. Ini adalah sifat perkembangan bukan tanda keegoisan atau tidak sayang. Dengan kata lain, memaksa anak berbagai hanya akan menimbulkan pertentangan besar dalam pikiran dan perasaan anak.
ADVERTISEMENT
Lebih baik, biarkan adik-kakak menghadapi konflik soal mainan ini sendiri. Tidak usah memihak atau melakukan intervensi. Seringkali, tanpa tekanan mereka justru akan mau berbagi, kok. Bila tidak? Ya tidak apa-apa juga. Kelak di kehidupan nyata, anak juga perlu belajar mempertahankan miliknya.
Kesalahan 4: Berpihak
Dalam interaksi sehari-hari, anak-anak bisa saja berselisih mengenai berbagai hal. Dari soal siapa yang berhak duduk di dekat jendela, siapa yang boleh menghabiskan potongan kue terakhir di kulkas dan banyak lagi. Perselisihan ini sepenuhnya normal dan sehat, Moms. Tapi tentunya bukan berarti mudah untuk didengar atau ditangani.
Tidak heran kalau kita sebagai orang tua jadi gemas dan tidak tahan untuk tidak ikut campur. Dengan cepat, kita bisa saja berpihak pada anak yang tampak benar dan segera menghakimi anak yang tampak salah.
ADVERTISEMENT
Bila ini yang terjadi, kita lupa kalau sudah lalai untuk melihat bahwa anak (yang tadi dianggap salah) juga memiliki rasa sakit, kebutuhan dan persepsi sendiri sehingga ia terdorong untuk berperilaku seperti itu. Hal ini dapat menyebabkan mereka berpikir orang tua lebih menyukai saudaranya dan ini menyebabkan kebencian di antara mereka.
Itulah kenapa, sebaiknya orang tua sebisa mungkin tidak menghakimi atau menyalahkan. Saat anak berselisih, posisikan diri sebagai mediator yang membuat kedua anak merasa dipahami. Misalnya dengan bilang, "Kedengarannya kalian berdua punya keinginan yang sama ya. Adik ingin makan potongan kue yang terakhir itu. Sementara kakak juga ingin kue itu untuk jadi bekal sekolahnya besok." Setelah itu, beri anak-anak kesempatan untuk memproses dan mengatasi konflik dengan cara mereka sendiri.
Kesalahan 5: Membandingkan
ADVERTISEMENT
Setiap anak unik! Meski bersaudara, mereka jelas punya kepribadian, perilaku, sifat, dan kebiasaan yang berbeda. Karena itu, membandingkan anak adalah kesalahan besar!
Komentar seperti: "Kenapa sih, kamu enggak bisa seperti kakak?" Atau "Lihat, adik kamu saja bisa, kenapa kamu enggak?" hanya akan menimbulkan persaingan atau mengadu satu anak dengan yang lain, Moms.
Anak yang didorong untuk jadi seperti saudaranya dibuat merasa seolah-olah ia lebih rendah atau bahwa cinta orang tua mereka kepada orang lain lebih kuat.
Begitu juga dengan menciptakan kompetisi. Misalnya dengan bilang, "Ibu mau lihat, siapa di antara kamu berdua yang bisa merapikan kamar lebih oke?" atau "Ayo siapa yang makannya duluan habis?"
Ini artinya anak-anak dipaksa untuk membandingkan keterampilan dan kemampuan mereka satu sama lain untuk menyenangkan orang tua. Sudah pasti, pihak yang kalah dalam 'kompetisi' ini akan merasa dirinya tidak sebaik saudara mereka di mata orang tuanya. Pantas kalau anak lantas jadi susah akur. Jadi, yuk Moms, sama-sama kita hindari kesalahan-kesalahan ini.
ADVERTISEMENT