Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
“Apa yang dibutuhkan rakyat dari saya, Pa. Mana mungkin muka minyak babi seperti ini bisa jadi pejabat.”
— Ahok dalam buku ‘Hargaku Adalah Nyawaku: Basuki Tjahaja Purnama Berani Mati Demi Konstitusi dan Melawan Korupsi’.
ADVERTISEMENT
Jeruji tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, tak membuat Basuki Tjahaja Purnama kapok berpolitik. Ia masuk bui ketika berada di puncak kompetisi politik, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Ia tergelincir keluar jalur gara-gara selip lidah lalu dituding penista.
Menapak hari-hari menuju kebebasan kini, perjalanan dulu itu tak membuatnya trauma. Ahok bahkan sudah menentukan pilihan: bergabung ke PDIP. Niat Ahok itu disampaikan pada Djarot Saiful Hidayat, mantan pasangannya pada Pilgub DKI 2017, saat Djarot menyambanginya November 2018.
“Dia mengatakan, ‘Kalau seumpama saya diperbolehkan nanti, saya akan masuk PDIP’,” ucap Djarot ketika ditemui kumparan di Menteng, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1).
Djarot sering mondar-mandir ke Rutan Mako Brimob Kelapa Dua. Ia tak hanya menjalin pertemanan politik dengan Ahok, tapi juga kedekatan personal.
ADVERTISEMENT
Isi kepala mereka nyaris sama. Soal ideologi politik, PDIP kendaraan politik yang pas bagi keduanya. “Partai yang betul-betul lempeng ideologis Pancasila. Itu kata dia (Ahok),” ujar Djarot.
Ideologi bukan satu-satunya alasan Ahok memilih PDIP. Menurut Djarot, Ahok memang kenal dekat dengan Megawati Soekarnoputri. Ahok adalah tokoh lokal Belitung Timur yang diincar PDIP sejak lama.
Menjelang tumbangnya Orde Baru, mendiang Taufiq Kiemas, suami Megawati, meminta Ahok menjadi Ketua DPC PDIP Belitung Timur. Tapi tawaran itu ditolak Ahok. Kala itu ia tak ingin terjun ke dunia politik, dan memilih menghidupi bisnis ayahnya, PT Nurindra Ekapersada, pabrik pasir kuarsa.
Tawaran serupa datang lagi pada 1999. Tahun itu, Taufiq meyorongkan PDIP sebagai kendaraan politik bagi Ahok untuk maju sebagai anggota DPR. Lagi-lagi Ahok menolak karena masih berkonsentrasi urusan bisnis.
ADVERTISEMENT
Baru pada 2004 Ahok menaruh minat memasuki gelanggang politik. Ia maju sebagai calon Bupati Belitung Timur berpasangan dengan Khairul Effendi melalui koalisi Partai Perhimpunan Indonesia Baru dan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan.
Sebelum maju, lagi-lagi tawaran PDIP ia tolak. Kala itu Taufiq Kiemas ingin memasangkan Ahok dengan jagonya, Sansirwan. Tapi Ahok bersikukuh menjadi calon bupati, bukan wakilnya.
Penolakan ini merupakan sikap Ahok dalam menjaga wasiat bapaknya untuk duduk sebagai bupati. Wasiat itu tercantum pada buku Hargaku Adalah Nyawaku: Basuki Tjahaja Purnama Berani Mati Demi Konstitusi dan Melawan Korupsi.
Menjelang kematiannya, ayah Ahok, Zhong Kim Nam, berpesan kepada istrinya, Nen Bun Caw, “Kamu sempat lihat Ahok jadi bupati.”
Pesan itulah yang menjadi alasan Ahok menolak tawaran menjadi calon wakil bupati Belitung Timur. Keinginan sang ayah akhirnya terlaksana pada 2005, ketika Ahok berhasil duduk sebagai Bupati Belitung Timur.
ADVERTISEMENT
Namun jabatan bupati itu ia tanggalkan pada 22 Desember 2006 untuk bertarung dalam Pilgub Bangka Belitung 2007 berpasangan dengan Eko Cahyono. Mereka gagal memenangi pemilihan itu.
Kekalahan tak membuat karier politik Ahok surut. Pada 2009, ia melenggang ke DPR RI setelah bergabung dengan Partai Golkar.
Serangkaian penolakan Ahok atas tawaran pada PDIP pada masa lalu tak memutus komunikasinya dengan Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri.
Perjodohan Ahok dengan PDIP baru terjadi saat Pilkada DKI 2012. Megawati sebagai Ketua Umum PDIP mengusung Joko Widodo sebagai calon gubernur berpasangan dengan Ahok yang diusung Gerindra. Koalisi dua partai tersebut menang di DKI Jakarta, mengalahkan pasangan petahana Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli yang pada survei-survei sebelumnya selalu unggul.
ADVERTISEMENT
Rangkaian peristiwa politik pun kian mendekatkan Ahok dan Mega. Pada 2014, Joko Widodo terpilih menjadi presiden, dan Ahok pun menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kala itu, Ahok sudah meninggalkan Gerindra, dan belum memilih partai mana pun.
Hubungan dengan PDIP sempat surut karena urusan rencana anggaran DKI Jakarta 2015. Ahok melayangkan Rancangan APBD DKI Jakarta ke Kementerian Dalam Negeri tanpa sepengetahuan DPRD DKI Jakarta. Ahok juga ingin maju ke Pilgub DKI Jakarta 2017 secara independen tanpa partai politik pendukung.
Namun akhirnya Ahok setuju melenggang ke Pilgub DKI 2017 melalui PDIP. Ia bersanding dengan Djarot yang kader PDIP.
Serangkaian agenda pribadi dengan Megawati pun sering dilakoni Ahok, seperti makan bersama di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, pada 15 Februari 2017.
ADVERTISEMENT
“Dia mengatakan bahwa Ibu Mega itu seperti ‘mama saya sendiri, seperti ibu saya sendiri.’ Karena usia ibunya (Ahok) itu sama dengan usia Ibu Mega,” ujar Djarot.
Ahok melalui jalan terjal Pilgub DKI 2017 dengan sokongan penuh PDIP. Ia berpasangan dengan Djarot dan kalah melawan pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Kekalahan itu pahit baginya. Ahok tak hanya berurusan dengan kekalahan pada perhitungan suara, tapi juga tuntutan penistaan agama buntut pidato di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada 7 September 2016.
Kala itu Ahok datang bukan sebagai calon gubernur, tapi Gubernur DKI Jakarta yang sedang mengurusi program pemerintah, yakni memberi modal budi daya ikan kerapu. Tapi di tengah pidato, terselip ucapan politik. Ahok mempersilakan jika warga tak memilihnya karena dibohongi orang memakai Surat Al-Maidah ayat 51 soal pemimpin nonmuslim.
ADVERTISEMENT
Ahok lantas diadili dengan tuduhan menista agama Islam, dan masuk bui.
Saat vonis terhadap Ahok jatuh pada 9 Mei 2017, Megawati memberikan simpatinya. Ia merasa terenyuh melihat pendukung Ahok berduyun-duyun menjenguk ke penjara untuk memberi semangat bagi Ahok yang harus menjalani kurungan dua tahun penjara.
Meski tak pernah menjenguk Ahok langsung ke Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Mega sempat menghadiahi Ahok permainan Sudoku sebagai pengusir bosan selama dalam rutan.
Rekan Ahok di Partai Golkar, Bambang Waluyo Djojohadikusumo atau Jojo, menyebut kedekatan dengan Mega inilah yang menjadi pertimbangan utama Ahok memilih PDIP. Hubungan keduanya sudah sampai pada tahap emosional.
“She's a very committed person. Jadi bahkan waktu banyak desakan untuk Ahok mundur, kan Megawati yang bilang enggak,” ucap Jojo saat berbincang dengan kumparan di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/1).
ADVERTISEMENT
Jojo ialah Wakil Ketua Koordinator Bidang Pengabdian dan Kebijakan Publik DPD Partai Golkar DKI Jakarta. Ia teman masa muda Ahok, dan menjadi saksi meringankan saat Ahok menjalani masa sidang kasus penistaan agama. Selama hampir dua tahun Ahok mendekam di penjara, Jojo rutin berkunjung.
Jojo pernah melayangkan ajakan kepada Ahok untuk bergabung kembali dengan Golkar, sebab partai itu punya sejarah pertalian panjang dengan keluarga Ahok. Ayah Ahok, Kim Nam, pernah duduk sebagai pengurus ranting Golkar di masa Orde Baru.
Tapi Ahok menimbang banyak hal. Pada akhirnya, hubungan emosional dengan Megawati yang amat rekat membulatkan pilihannya untuk berlabuh ke PDIP.
“Mega itu memang sayang banget sama Ahok. Jadi mungkin itu yang menjadi salah satu pertimbangan,” kata Jojo.
ADVERTISEMENT
Akun Instagram basukibtp yang dikelola oleh tim Ahok pun sudah menyiratkan langkah politik Ahok ke PDIP. Pada Kamis (10/1), akun itu mengunggah foto Ahok tengah mengenakan jas PDIP dibantu oleh Megawati dan Djarot. Foto itu merupakan dokumentasi pengusungan Ahok menjadi calon gubernur DKI Jakarta oleh PDIP pada 2016.
Tak hanya PDIP dan Golkar saja yang mengharapkan kehadiran Ahok. Partai Solidaritas Indonesia juga mendekati Ahok. Kebetulan, banyak pendukung Ahok atau Ahoker yang bergabung ke PSI.
Hanya saja permintaan untuk bergabung tak pernah langsung diutarakan. Sekjen PSI Raja Juli Antoni mengatakan tak pernah menawari langsung Ahok untuk bergabung. PSI hanya meminta dukungan Ahok untuk untuk caleg-caleg PSI.
“Pak Ahok terlalu besar bagi PSI,” kata Antoni.
Ahok kini masih dianggap memiliki keajaiban politik. Pengamat politik Populi Center, Usep M Ahyar, menganggap aspek historis Pilgub DKI 2017 membuktikan Ahok memiliki basis massa sendiri. Tak heran ada saja parpol yang berharap padanya untuk menghadapi Pemilu 2019.
ADVERTISEMENT
Usep menilai pilihan Ahok merapat ke PDIP sudah paling pas. “Sahabatnya (Ahok) seperti Pak Djarot (dari PDIP), lalu dukungan politik PDIP di Pilkada Jakarta juga ke beliau, dan dukungan moral ketika dia dipidana juga banyak dari PDIP,” kata Usep.
Namun pakar politik Charta Politika, Yunarto Wijaya, memberikan catatan agar tak berharap terlampau tinggi terhadap Ahok. Sebab bagaimanapun, jejak Ahok sebagai terpidana penistaan agama masih membayang.
Apalagi jika Ahok merapat ke PDIP, maka dilema keberadaan Ma’ruf Amin sebagai pendamping Jokowi menjadi ironi tersendiri. Ketika kasus penistaan agama Ahok bergulir, Ma’ruf yang Ketua Majelis Ulama Indonesia meneken sikap MUI yang menganggap Ahok sebagai penghina Al-Qur’an dan ulama.
Salah satu pendukung Ahok, Nong Darol Mahmada, menganggap persoalan Ahok dengan Ma’ruf seharusnya telah usai. Ahok sudah menganggap tak ada persoalan antara dia dengan MUI.
ADVERTISEMENT
“Waktu itu yang saya dengar dari Ahok, dia menjawabnya: pertama, tidak ada dendam—itu merujuk pada Kyai Ma’ruf; kedua, dia akan selalu mendukung sahabatnya, Jokowi,” jelasnya.
Selama ini dukungan politik juga sudah diberikan Ahok kepada stafnya, Ima Mahdiah, yang maju sebagai caleg DPRD DKI Jakarta dari PDIP. Dukungan itu, misal, dilakukan melalui surat tertanggal 15 Januari 2019.
Sebelum surat itu, pada 2 September 2018 pun Ahok meminta kepada para stafnya yang ingin berpolitik agar bergabung dengan PDIP dan caleg dari partai itu.
Ahok—yang kini minta dipanggil BTP sesuai inisial namanya—sudah melabuhkan hati. Ia memilih Megawati dan PDIP.