China Penjarakan Ribuan Warga Muslim, Didoktrin Cintai Partai Komunis

22 Mei 2018 11:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Uighur (Foto: Reuters/Thomas Peter)
zoom-in-whitePerbesar
Uighur (Foto: Reuters/Thomas Peter)
ADVERTISEMENT
Pemerintah China membentuk penjara rahasia khusus umat Islam yang dituduh ekstremis. Kebanyakan yang dipenjara adalah warga Muslim Uighur, namun juga ada beberapa warga asing dari Kazakhstan. Di tempat ini mereka didoktrin mencintai komunis dan meninggalkan agamanya.
ADVERTISEMENT
Hal ini diungkap oleh kantor berita Amerika Serikat, Associated Press (AP), yang juga dikutip oleh berbagai media kenamaan dunia lainnya seperti New York Times, ABC News, dan The Independent dari Inggris. AP berhasil mendapatkan pengakuan mantan tahanan di penjara itu, seorang pria Kazakhstan bernama Omir Bekali.
Bekali dipenjara di sebuah tempat rahasia selama delapan bulan tahun lalu. Bekali mengaku mendapatkan penyiksaan, didoktrin komunis, dan dipaksa tidak menjalankan ajaran agamanya. Siksaan psikis adalah yang paling berat, dia harus menyatakan sumpah setia kepada Partai Komunis dan menghina agama dan sukunya sendiri.
Setelah 20 hari berada di penjara, dia mengaku ingin bunuh diri.
"Tekanan psikologisnya sangat besar, ketika kau harus mengkritik dirimu sendiri, mengabaikan pemikiranmu - kelompok etnikmu sendiri. Saya masih membayangkannya setiap malam, sampai matahari terbit. Saya tidak bisa tidur. Pikiran itu ada dalam diri saya setiap saat," kata Bekali kepada AP akhir pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Kamp konsentrasi, lebih tepat dikatakan demikian, karena tidak hanya dipenjara melainkan "dididik". Diperkirakan ada ratusan hingga ribuan warga Muslim China yang ditahan di kamp-kamp Xinjiang. Perwakilan Amerika Serikat di China seperti dikutip AP mengatakan bahwa ini "adalah penahanan massal terbesar terhadap masyarakat minoritas di dunia saat ini."
Kementerian Luar Negeri AS memperkirakan ada puluhan ribu orang yang ditahan China. Sementara stasiun televisi di Turki yang dioperasikan oleh para pelarian dari Xinjiang memperkirakan ada 900 ribu tahanan.
Bekas pengajar di penjara ini kepada AP mengatakan, para tahanan beragam, dari para petani yang tidak bisa bahasa China, pemilik ponsel dengan materi separatisme di dalamnya, hingga para santri Uighur yang baru belajar Islam di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Tidak ada pejabat China yang buka mulut terkait penjara ini. Kementerian Luar Negeri China mengatakan "tidak pernah mendengarnya". Ketika ditanya mengapa warga asing juga ditahan, pemerintah China mengatakan mereka melindungi hak-hak warga asing dan pendatang harus taat hukum.
Uighur (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Uighur (Foto: Reuters)
Bekali Ditangkap
Bekali mengaku ditangkap pada 23 Maret 2017 ketika akan mengunjungi orang tuanya di Xinjiang. Pria 42 tahun itu lahir di China, orang tuanya Uighur, pindah ke Kazakhstan sejak 2006 dan mendapat kewarganegaraan tiga tahun kemudian.
Dia kemudian dicokok polisi China dari rumah orang tuanya pada 26 Maret. Menurut polisi, ada perintah penangkapan untuk Bekali dari Karamay, kota yang pernah ditinggalinya 10 tahun lalu. Dia dipindahkan ke Karamay yang letaknya 800 km dari tempat penangkapan.
ADVERTISEMENT
Bekali tidak diberi akses ke pengacara, dia diikat di kursi. Dia disiksa dengan cara diikat tangannya ke atas, hampir menggantung, hanya bertumpukan ujung kaki. Polisi China menuduhnya bekerja sama dengan sebuah agen wisata untuk membantu Muslim China kabur ke Kazakhstan. Bekali membantah.
Dia kemudian dipindahkan ke penjara 10x10 meter yang diisi 17 tahanan. Kaki mereka dirantai ke ranjang. Beberapa tahanan mengenakan seragam biru, beberapa lainnya oranye, tanpa napi politik.
Setiap pagi, mereka harus menyanyikan lagu nasional China, mengibarkan bendera China. Lalu mereka digiring ke kelas untuk bernyanyi lagu-lagu komunis seperti "Tanpa Partai Komunis, Tidak Akan Ada China Baru", dan belajar bahasa dan sejarah China.
Di situ, mereka didoktrin bahwa penduduk asli Asia Tengah di Xinjiang adalah orang-orang terbelakang yang menjadi budak, dibebaskan oleh Partai Komunis pada 1950-an. Disebutkan juga, wanita-wanita Uighur sebelumnya tidak berjilbab, tidak memakai pakaian dalam, mengikat rambutnya sebagai tanda siap berhubungan seksual, dan punya banyak kekasih.
ADVERTISEMENT
Sebelum makan sup dan roti, mereka harus berteriak "Terima Kasih Partai! Terima Kasih Ibu Pertiwi! Terima Kasih Presiden Xi!". The Independent menuliskan bahwa makanan yang diberikan adalah daging babi dan alkohol, dua hal yang haram dikonsumsi umat Islam.
Bekali kepada AP mengaku menghabiskan hampir seluruh waktunya di dalam sel bersama delapan tahanan lain. Hanya ada toilet di dalamnya, tanpa air. Mereka jarang mandi, bahkan sekadar cuci tangan dan kaki, apalagi mengambil wudhu untuk salat.
Tahanan yang membangkang, membuat masalah, atau terlambat datang ke kelas akan dipakaikan baju besi selama 12 jam untuk membatasi gerak mereka. Yang masih membangkang akan diikat di kursi selama 24 jam.
Suku Uighur. (Foto: AFP/Johannes Eisele)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Uighur. (Foto: AFP/Johannes Eisele)
Cuci Otak
Bekali mengatakan salah satu cara indoktrinasi dan pencucian otak di penjara itu adalah memaksa mereka mengatakan sesuatu hal berulang-ulang. Seperti: "Kami akan menentang ekstremisme, kami akan menentang separatisme, kami akan menentang terorisme."
ADVERTISEMENT
Pendoktrinan di kelas berlangsung selama 4 jam, diisi oleh polisi, orang pengadilan, atau pejabat pemerintah. Isi pelajarannya adalah soal bahaya Islam. Mereka harus menjawab pertanyaan dengan benar, kata Bekali, jika tidak ingin dihukum berjam-jam dekat tembok.
Ini pertanyaannya: "Kau patuh hukum China atau Syariah?", "Kau mengerti bahwa agama itu berbahaya?"
Di kelas juga para tahanan dipaksa memaki keyakinan tahanan lainnya. Seorang bekas tahanan wanita yang takut menyebutkan namanya kepada AS mengatakan mereka dipaksa meminta maaf karena menerapkan hukum Islam terhadap dirinya.
Wanita itu dipaksa meminta maaf karena memakai jilbab, salat, mengajarkan anak-anak mereka Al-Quran, dan meminta imam memberi nama anak-anak mereka. Salat berjamaah selain salat Jumat juga dianggap ekstremis.
ADVERTISEMENT
Para tahanan dipaksa untuk mengatakan: "Kami melakukan hal ilegal, tapi sekarang kami tahu."
Mantan pengajar yang terpaksa mengajar di penjara itu, Eldost, mengatakan mereka diharuskan menunjukkan bahwa budaya Uighur terbelakang dan Islam sangat represif dibandingkan Partai Komunis.
Inti dari indoktrinasi ini, kata Eldost, adalah "agar mereka meyakini berutang banyak pada negara, utang kepada Partai (Komunis) yang tidak akan bisa dibayar."
Eldost tidak tahan mengajar di penjara itu, tidak tega, dia kabur keluar dari China setelah menyogok petugas.
Suku Uighur. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Uighur. (Foto: Wikimedia Commons)
Bekali Bebas
Pada 24 November, Bekali dibebaskan. Seperti penangkapannya, pembebasannya juga tanpa penjelasan. Bekali meninggalkan China pada 4 Desember 2017 menuju Kazakhstan.
Menggugat pemerintah China atas penahanannya selama delapan bulan adalah mustahil. Namun Bekali masih menyimpan bukti-bukti yang menunjukkan dia pernah ditahan, seperti paspor dengan stempel dan visa, catatan perjalanan, dan dokumen berstempel kepolisian.
ADVERTISEMENT
Satu satu dokumen menunjukkan bahwa dia ditahan karena membahayakan keamanan nasional, lalu dibebaskan tanpa tuduhan apa pun.
Dia mengatakan saat ini dua orang tuanya dan adik perempuannya ditahan oleh polisi China. Awalnya, tulis AP, Bekali takut menceritakan kisahnya kepada media. Tapi kini dia tidak peduli lagi apa pun konsekuensinya.
"Semuanya sudah terlalu jauh. Saya tidak punya apa-apa lagi," kata Bekali.
Dubes China membantah
Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian kepada kumparan, Rabu (30/5) membantah adanya penjara bagi ribuan umat Islam di Xinjiang. Dia bahkan menyebut berita itu palsu.
"Itu berita palsu. Laporan itu direkayasa," kata Xiao.
Dia mengatakan bahwa sebanyak 21 juta Muslim di China hidup harmonis dengan pemeluk agama lain, termasuk di Xinjiang.
ADVERTISEMENT
"Muslim di China ada di bawah perlindungan hukum China, mereka hidup dengan harmonis," kata Xiao.
--------------------
Catatan redaksi: Berita ini telah mendapatkan penambahan komentar dari Duta Besar China Xiao Qian. Sebelumnya tertulis belum ada pernyataan dari Kedubes China di Indonesia terkait laporan ini.