Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Goyong Berpacu dengan Zaman Selamatkan Musik Tehyan
4 Mei 2018 18:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mengikuti jejak orang tua, Goyong mulai menekuni musik tehyan sejak tahun 1970-an hingga sekarang. Tak hanya lihai memainkan tehyan, Goyong juga bisa membuat tehyan sendiri dari batok kelapa dan kayu yang ia cari dari pinggir sungai.
Bahkan kini Goyong tercatat sebagai pengrajin tehyan satu-satunya di Tangerang. Kakek berusia 66 tahun itu mengatakan, saat ini minat masyarakat kepada kesenian musik tehyan sudah berkurang drastis.
"Kalau dulu musiknya klasik dan tradisional, kalau sekarang orang lebih suka nyanyi dangdut ketimbang mendengarkan tehyan," ujar Goyong saat ditemui oleh kumparan (kumparan.com) di rumahnya yang berada di Kelurahan Mekarsari, Neglasari, Tangerang pada Rabu (2/5).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut membuat musik tehyan yang dulunya menjadi primadona dan hiburan wajib masyarakat Betawi juga Tionghoa sukar ditemukan. Setidaknya ada tiga jenis musik tehyan yang dipelajari oleh Goyong.
"Kan tehyan itu ada 3 kong ahyan, tehyan, sukong. Kalau zaman dulu alatnya ya itu dipakai semua. Kalau sekarang mah cuma satu yang dipakai dipanggilnya Kong Ahyan aslinya. Kalau orang nyebutnya tehyan saja," ujar Goyong.
Ketiga jenis tehyan ini memiliki perbedaan yang terletak pada ukuran dan tinggi rendah nada.
Ukuran yang paling kecil dengan nada dasar D atau melodi disebut kong ahyan, sedangkan ukuran menengah bernada dasar A atau ritme adalah tehyan dan Sukong merupakan ukuran terbesar dengan nada dasar G atau bass.
Senar yang digunakan pun harus senar atau benang kenur dengan penggesek terbuat dari bambu. Satu musik tehyan dibuat dalam waktu tiga hari dengan harga berkisar antara Rp300 hingga Rp500 ribu tergantung ukurannya.
ADVERTISEMENT
Menjadi seorang pengrajin tehyan yang masih bertahan hingga sekarang, menuntun Goyong ke berbagai penghargaan yang diberikan oleh pemerintah Tangerang.
Goyong bercerita, berkat tehyan dirinya pernah pergi ke Australia diundang oleh Wali Kota Tangerang untuk bermain bersama para musisi dari berbagai negara.
Meski begitu, ragam penghargaan tersebut tak lantas ikut menaikkan pamor tehyan secepat kilat. Butuh waktu dan pengenalan terutama pada generasi muda untuk lebih mencintai musik tradisional lalu melestarikannya.
"Karena kan ini penting, budaya, saya maunya bisa selalu sehat dan mengenalkan pada anak-anak muda supaya lebih mencintai dan melestarikan tehyan," tambah Goyong.