Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
ADVERTISEMENT
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) kini kian jarang terdengar aumannya. Satwa endemik ini jadi satu-satunya harimau asli Indonesia yang tersisa, setelah Harimau Jawa (Panthera tigris sundaica) dinyatakan punah pada tahun 1970-an, dan Harimau Bali (Panthera tigris balica) pada tahun 1930-an.
ADVERTISEMENT
Banyak faktor yang menyebabkan kian menipisnya populasi Harimau Sumatera. Salah satunya adalah perburuan manusia.
“Bahwa saya waktu kecil, tahunya harimau ini ditembak. Diambil kulit dan dijual taringnya,” kata Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) usai melepasliarkan dua Harimau Sumatera di Dharmasraya, Sumatera Barat, Senin (29/7).
Selain itu, pembabatan lahan juga semakin memperparah. Alih fungsi hutan menjadi perkebunan yang luasnya beribu hektare membuat harimau semakin kehilangan tempat tinggalnya.
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, 50 persen populasi harimau berada di luar hutan konservasi atau hutan lindung. Hal itu diperparah dengan jumlah hutan yang hilang di Sumatera, yakni 1,8% per tahun.
ADVERTISEMENT
“Di Sumatera Barat ini ada 3,3 juta hektare hutan. Sedangkan konservasi ini cuma 800 ribu hektare,” ucap Nasrul.
Menipisnya kawasan hutan mengakibatkan beberapa harimau hidup di sekitar lingkungan manusia. Data KLHK menunjukkan sejak tahun 2001-2016 ada 1.065 konflik hewan endemik itu dengan manusia.
Konflik yang dimaksud KLHK adalah segala interaksi antara manusia dan satwa liar, yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, konservasi satwa liar dan/atau pada lingkungannya (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P47/Menhut-II/2008).
Konflik-konflik itu dirinci menjadi 375 kasus harimau berkeliaran di tempat tinggal manusia yang berujung menimbulkan keresahan, 376 kasus harimau memangsa ternak manusia, 184 kasus harimau menyerang manusia, dan 130 kasus di mana harimau mati akibat ulah manusia, ditembak, dijerat, atau dibunuh dengan racun.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Harimau Sumatera mendapat status critically endangered atau kritis, atau dua tingkat sebelum dinyatakan punah oleh International Union for Conservative of Nature (IUCN). Jumlahnya pun kini kian menipis, hanya tinggal sekitar 600 individu di alam liar.
Data juga menyampaikan sepanjang 2001-2016 terdapat 130 harimau tewas setelah berkonflik dengan manusia. Sebaliknya, ada 130 orang tewas dan 101 orang terluka akibat konflik dengan harimau.
Untuk itu, PRHSD memiliki andil besar dalam menyelamatkan populasi Harimau Sumatera. Sejak dibangun pada 2018, PRHSD yang dibawah yayasan PT Arsari telah melakukan rehabilitasi terhadap 6 individu harimau, yang kemudian berhasil dilepasliarkan ke habitatnya.
Selain itu, PRHSD kembali menerima 1 ekor harimau bernama Palas dari Padang Lawas, Sumatera Barat. Palas diselamatkan setelah terkena jerat.
ADVERTISEMENT
Yayasan yang dipimpin adik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, ini juga baru saja melepasliarkan 2 ekor Harimau Sumatera, yakni Bonita (betina) dan Atan Bintang (jantan).
Bonita pernah berkonflik dengan manusia di Indragiri, Riau. Ia dikabarkan pernah membunuh 2 orang manusia. Hingga Bonita akhirnya diselamatkan oleh PRHSD pada April 2018.
Sementara Atan Bintang sempat terjebak di sebuah ruko di Pasar Pulau Burung, Indragiri, Riau. Ia diselamatkan oleh PRHSD pada November 2018.
Keduanya kini telah dinyatakan siap kembali ke habitat aslinya, setelah menjalani rehabilitasi dan karantina di PRHSD. Mereka juga mengenakan kalung GPS untuk mengontrol pola pergerakan, serta adaptasi satwa usai dikembalikan ke habitatnya.
Lokasi pelepasan pun dirahasiakan, guna menghindari pemburu yang mengincar satwa langka ini.
ADVERTISEMENT
Selamat kembali ke rimba, Bonita dan Atan Bintang!