Membandingkan 2 Kasus Remaja Penghina Jokowi

25 Mei 2018 9:26 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ujaran kebencian. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ujaran kebencian. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Kasus remaja berinisial RJ (16) (sebelumnya ditulis RJ berdasarkan keterangan polisi) yang menghina Presiden Joko Widodo mengingatkan kembali dengan kasus serupa yang menimpa MFB (19). Remaja asal Sumatera Utara itu dicokok polisi pada pertengahan Agustus 2017. Saat itu usianya sudah 18 tahun lebih.
ADVERTISEMENT
kumparan lalu mencoba membandingkan kedua kasus yang menimpa remaja tersebut sebagai berikut:
1. Kasus MFB
MFB ditangkap polisi setelah mengunggah tulisan bernada hinaan kepada Jokowi dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Facebook atas nama Ringgo Abdillah. Akun itu dilaporkan oleh warga yang menyebut Ringgo atau MFB dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang bernuansa penghinaan dan atau menimbulkan rasa permusuhan terhadap Jokowi dan Tito.
Ringgo ditangkap Satreskrim Polrestabes Medan di kediamannya, Jalan Bono No.58F Kel.Glugur Darat 1, Medan Timur Kodya. Kepada polisi, ia mengaku sudah putus sekolah sejak 2012.
Status Ringgo yang dilaporkan ke polisi adalah sebagai berikut:
"Di hari kemerdekaan Indonesia ke-72, gue akan merayakannya dengan menginjak foto Jokowi...
ADVERTISEMENT
Gue berharap di waktu yang akan datang bisa menginjak kepala Jokowi sampai pecah, biar perlu otaknya juga berserakan di tanah.
#DirgahayuIndonesia72
MFB lalu dijerat dengan Pasal 45 ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 subsidair Pasal 27 ayat 3 UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Saat diperiksa polisi, MFB mengaku berani melakukan aksi tersebut lantaran tak puas dengan kinerja pemerintah. Ia juga mengaku, ada 30 akun Facebook yang dikelolanya untuk menghina Jokowi.
MFB, penghina Jokowi lewat Facebook (Foto: humas.polri.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
MFB, penghina Jokowi lewat Facebook (Foto: humas.polri.go.id)
Saat itu, Kapolrestabes Medan Kombes Pol. Sandi Nugroho mengatakan, ada banyak kejanggalan dalam kasus MFB tersebut. Ia juga menyebut, pola kerja yang dilakukan MFB, sama dengan yang dilakukan Saracen.
ADVERTISEMENT
"Yang jelas adalah polanya Ringgo sama dengan polanya Saracen, dia juga menggunakan KTP palsu, jadi KTP yang sudah diedit. Sehingga itu bisa dipublikasikan untuk bisa melakukan penistaan terhadap orang maupun untuk mengadu domba dengan kelompok-kelompok lain," ungkap Sandi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Pada Januari 2018, MFB akhirnya menjalani serangkaian sidang atas kasusnya. Saat sidang vonis digelar, MFB divonis 18 bulan atau 1,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Medan.
Ia dianggap bersalah melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Ekonomi karena menghina Jokowi melalui Facebook.
Hakim juga menghukum MFB untuk membayar denda sebesar Rp 10 juta. "Jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan penjara selama satu bulan," sebut putusan hakim Pengadilan Negeri Medan, seperti dikutip dari AFP, Selasa (16/1).
ADVERTISEMENT
Putusan hakim kepada MFB lebih ringan dari tuntutan jaksa. Dalam sidang yang berlangsung pada Rabu (3/1), jaksa meminta MFB dihukum dua tahun penjara.
Setelah mendengarkan putusan hakim, MFB menyatakan tidak mengajukan banding. Dia menerima putusan hakim.
2. Kasus RJ
RJ dan MFB adalah dua remaja yang terlibat kasus yang sama: keduanya sama-sama menjadi pelaku penghina Jokowi. RJ ditangkap Polda Metro Jaya di rumahnya, di daerah Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (23/5).
Penangkapan RJ bermula saat sebuah video berdurasi 19 detik viral. Video yang diunggah akun instagram @jojo_ismyname itu, berisi soal RJ yang menghina dan mengancam akan membunuh Jokowi.
Kepada polisi RJ mengaku hanya iseng. Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Argo Yuwono, RJ hanya ingin menguji seberapa cepat polisi bisa menangkapnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi ini termasuk dalam kenakalan remaja, niatnya untuk lucu-lucuan saja karena mendapat tantangan dari temannya untuk buat video," kata Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (23/5).
Kombespol Argo Yuwono. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kombespol Argo Yuwono. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Ia juga menjelaskan video tersebut dibuat tiga bulan lalu di SMA RJ di daerah Kembangan, Jakarta Barat. Menurut Argo RJ yang masih di Bawah umur tidak paham dengan dampak dari video tersebut.
"Itu kan video sudah lama dibuatnya, dengan maksud untuk lucu-lucuan dengan teman-temannya. Kemudian dia kan masih dibawah umur, sehingga dia tidak paham dengan dampak yang akan ditimbulkan dari ucapannya itu," ucap Argo.
Saat ini RJ masih diperiksa intensif di Polda Metro Jaya. Selain RJ, polisi juga memeriksa temannya. Saat ini Polisi masih lakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, orang tua RJ, rupanya juga telah meminta maaf kepada publik. Melalui instagram @warung_jurnalis, dan orang tuanya menyampaikan permohonan maaf kepada Jokowi di dalam ruang pemeriksaan Polda Metro Jaya.
Joko Widodo dengan Jaket Asian Games. (Foto: dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo dengan Jaket Asian Games. (Foto: dok. Biro Pers Setpres)
Selain meminta maaf kepada Jokowi, mereka juga turut meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Ana (SPPA), kasus RJ termasuk ke dalam kasus anak yang berkonflik dengan hukum. Sehingga, polisi juga harus menerapkan proses hukum sesuai undang-undang tersebut.
Pengkatogorian usia anak itu disebutkan dalam pasal 1 UU SPPA:
Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, hukuman kepada RJ tak harus melalui hukuman penjara.
"Hukuman atau sanksi terhadap anak tidak selalu harus hukuman kurungan (penjara) tetapi bisa juga menggunakan pembinaan atau rehabilitasi," ucap Retno.