Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Polisi Persilakan Nur Mahmudi Ajukan Praperadilan
12 September 2018 14:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Eks Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail berencana mengajukan praperadilan atas status tersangka korupsi proyek pelebaran jalan di Kecamatan Tapos, Depok. Polisi tak mempermasalahkan rencana praperadilan tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebab, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan upaya praperadilan merupakan hak dari tersangka.
"Itu hak mereka ya. Kalau merasa dalam suatu giat dirasa ada kejanggalan, mau praperadilan silakan itu hak keluarga dan tersangka. Silakan ajukan," kata Argo di Polda Metro Jaya, Rabu (12/9).
Kuasa hukum Nur Mahmudi, Iim Abdul Halim, sebelumnya mengungkapkan berencana mengajukan praperadilan atas penetapan status tersangka oleh Polresta Depok. Upaya itu dilakukan lantaran Iim menyakini kliennya tak bersalah.
"Kita akan putuskan (soal praperadilan) lusa (Kamis, 13 September)," kata Iim saat dihubungi kumparan, Selasa (11/9).
Iim menjelaskan dalam kasus pelebaran Jalan Nangka, permasalahannya terjadi karena adanya salah koordinasi antara dua lembaga di Pemkot Depok, yakni Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
ADVERTISEMENT
"Ada empat titik, empat area yang jadi kewajiban pengembang. Hasil dari kajian Amdal Lalin Dishub. Lalu kemudian PUPR melakukan pembebasan lahan di sebagian area yang jadi kewajiban pengembang itu," kata Iim.
Dinas PUPR kemudian membebaskan lahan di Jalan Nangka yang menjadi kewajiban pengembang. Menurut Iim, hal ini terjadi karena Dinas PUPR tidak terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dishub.
Padahal, kata Iim, Nur Mahmudi sudah meminta Dinas PUPR dan Dishub berkoordinasi terlebih dahulu sebelum pembebasan lahan. "Kan di nota Wali Kota sudah eksplisit disebutkan agar berkoordinasi dengan Dishub gitu. Nah itu yang namanya tidak terkoordinasi dengan baik, itu saja sih menurut saya masalahnya," kata Iim.
Nur Mahmudi ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian pada 20 Agustus 2018. Polisi menetapkan Nur Mahmudi sebagai tersangka berdasarjan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKBP) Jawa Barat. Kerugian negara akibat proyek itu ditaksirkan mencapai Rp 10,7 miliar.
ADVERTISEMENT