news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sengkarut e-KTP: Suket Diatur Hanya untuk DPT, Bagaimana Pemilih Lain?

7 Maret 2019 15:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi e-KTP Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi e-KTP Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
ADVERTISEMENT
Urusan e-KTP di negara berkembang ini seperti benang kusut. Mulai dari proyek yang diwarnai korupsi, blangko yang sempat kosong, e-KTP bekas tercecer, hingga warga yang belum punya e-KTP kini terancam tak punya hak pilih di Pemilu Serentak 2019.
ADVERTISEMENT
Adalah ketentuan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebut semua pemilih wajib membawa e-KTP ke TPS sebagai syarat mencoblos. Lalu, bagaimana solusi bagi mereka yang tak punya e-KTP, sementara pencoblosan tinggal sebulan lagi?
Data Ducapil Kemendagri pada Januari 2019, jumlah penduduk yang belum merekam e-KTP saja ada 5.383.875 orang. Artinya data yang belum mendapatkan e-KTP lebih banyak lagi. Kemendagri tak mengurai angkanya, namun pada September lalu pernah terungkap ada 9,9 juta orang belum punya e-KTP (angka ini pasti sudah bertambah).
ADVERTISEMENT
Kemendagri pernah menargetkan pada Desember 2019, seluruh warga Indonesia sudah punya e-KTP atau setidaknya sudah rekaman e-KTP. Namun, target itu meleset, meski sudah sering digelar 'jemput bola'.
Tapi, itu tak sepenuhnya salah Kemendagri. Urusan e-KTP ini juga ada tanggung jawab warga yang harus proaktif. Sehingga jika sekarang ada yang tak bisa nyoblos gara-gara belum punya e-KTP, Kemendagri salahkan warga tak proaktif.
"Saya sangat senang bila yang tidak punya KTP elektronik tidak boleh mencoblos. KPU agar bersikap tegas saja," ucap Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, Senin (10/9).
Surat Keterangan (Suket)
Pada Pilkada 2017 saat mencoblos juga menggunakan e-KTP, ada keleluasaan dari KPU pemilih boleh menggantinya dengan surat keterangan (suket). Yaitu selembar kertas yang menunjukkan sudah perekaman e-KTP, namun fisik e-KTP-nya belum dapat dari Dukcapil.
Suket, Pengganti e-KTP sementara Foto: Anggi Dwiky Dermawan/kumparan
Nah, di Pemilu 2019 ini, semula suket ditolak oleh KPU karena bagaimanapun UU mewajibkan e-KTP. Hal lainnya, untuk mendorong Dukcapil Kemendagri menyelesaikan pencetakan e-KTP untuk semua WNI.
ADVERTISEMENT
Namun, ternyata KPU akhirnya mengizinkan suket dipakai di Pemilu 2019 untuk mereka yang e-KTP-nya belum jadi tapi sudah rekaman. Ketentan itu dituangkan dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu.
Tapi dengan syarat, suket hanya untuk pemilih yang terdata dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Artinya pemilih pindahan (DPTb), dan mereka yang punya hak pilih tapi belum masuk DPT (DPK), tidak bisa mencoblos dengan suket.
Berikut ketentuan dalam Pasal 7 PKPU 3/2019:
(1) Pemilih yang terdaftar dalam DPT memberikan suaranya di TPS tempat pemilih terdaftar dalam DPT
(2) Dalam memberikan suara di TPS, pemilih menunjukkan formulir Model C6-KPU (undangan memilih) dan KTP-el atau identitas lain kepada KPPS.
ADVERTISEMENT
(3) Identitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. Suket;
b. Kartu Keluarga;
c. Paspor; atau
d. Surat Izin Mengemudi.
"Jadi yang dimaksud dengan menggunakan identitas lain, apabila pemilih sudah ada di DPT. Artinya sudah terkonfirmasi pemilih tersebut terdaftar dalam daftar pemilih," kata Komisioner KPU Viryan Azis saat dihubungi kumparan, Kamis (5/3).
Komisioner KPU Viryan Azis, saat ditemui di Rapat Koordinasi dan Rekapitulasi DPTb. Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
Lalu bagaimana untuk yang belum terdaftar di DPT dan tak punya e-KTP? Belum ada solusi, mereka terancam tak bisa mencoblos meski punya hak pilih. Data KPU hingga 17 Februari, ada 275.923 pemilih yang masuk DPTb. Angka ini terus bertambah sampai DPTb ditutup 16 Maret, belum termasuk pemilih DPK (tak ada di DPT tapi punya hak pilih).
"Kalau belum terdaftar di DPT, harus punya KTP elektronik. Mengapa bahasanya harus? Karena ketentuan dalam UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 Pasal 372, di situ disebutkan apabila ada pemilih yang belum punya KTP elektronik, tidak ada di DPTb, maka yang bersangkutan tidak bisa memilih," terang Viryan. 
Kategori pemilih di Pemilu 2019 Foto: Basith Subastian/kumparan
Adapun Pasal 372 yang menjelaskan mengenai pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang dan rekapitulasi suara ulang dalam Pemilu. Jika ada pemilih yang tidak memiliki e-KTP namun tetap memilih, maka KPU diharus melakukan penghitungan suara ulang. 
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi pasal 372 ayat 2 huruf d, UU Pemilu:
"Pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS terbukti terdapat keadaan (d). Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan."
Gugatan di Mahkamah Konstitusi
Indrayana Centre for Government, Constitution and Society (INTEGRITY) foto bersama di depan gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (5/3). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Secercah harapan datang dari para pegiat Pemilu dan hukum yang ingin memperjuangkan mereka yang hak pilihnya terancam karena tak punya e-KTP. Sebanyak 7 orang menggugat ketentuan mencoblos wajib pakai e-KTP ke Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
Para pemohon yakni Titi Anggraini (Perludem), Hadar Nafis Gumay (Netgrit, mantan komisioner KPU), Feri Amsari (Direktur PUSaKO FH Universitas Andalas), Agus Hendy (warga binaan Lapas Tangerang), A. Murogi (warga binaan Lapas Tangerang), Muhamad Nurul Huda, didampingi oleh kuasa hukum dari Indrayana Centre for Government, Constitution and Society (Integrity).
Permohonan uji materil diajukan terhadap Pasal 348 ayat 9, Pasal 348 ayat 4, Pasal 210 ayat 1, Pasal 350 ayat 2, dan Pasal 383 ayat 2 UU Nomor 7 tentang Pemilu.
Pasal 348 Ayat 9 dianggap menyebabkan pemilih yang tidak memiliki e-KTP kehilangan hak pemilihnya. Padahal, Denny mengatakan, berdasarkan data dari Dukcapil pemilih yang tidak memiliki e-KTP jumlahnya mencapai 4 juta lebih.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mengatakan gugatan itu bukan semata untuk menggugurkan syarat e-KTP dalam Pemilu , tapi lebih mendasar e-KTP sebagai syarat menyusun DPT.
"Untuk masuk DPT syaratnya sudah wajib KTP el, dulu tidak wajib e-KTP untuk masuk DPT," ucap Titi saat dihubungi.
Denny Indrayana (tengah), Titi Annggraini (kanan), dan Hadar Nafis Gumay (kiri) mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (5/3). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Penggugat lain, Hadar Nafis Gumay, mengatakan ketentuan suket yang dibuat KPU di PKPU 3, masih berpotensi digugat karena bisa jadi ditafsirkan e-KTP untuk seluruh kategori pemilih, bukan hanya DPT.
"Kami ingin pastikan bahwa landasan hukumnya kuat. Jadi jangan sampai nanti KPU mengatur suket tapi sebetulnya UU Pemilu pakainya suket," ucap Hadar.
Para penggugat meyakini MK akan memutus perkara ini sebelum pencoblosan pada 17 April 2019. Harapan itu juga yang diamini oleh KPU.
ADVERTISEMENT
"KPU berharap JR (judicial review) itu bisa segera, karena ini kondisinya darurat," ucap komisioner KPU Viryan Aziz.
"Misalnya kalau tidak dikabulkan, maka sudah jelas langkah-langkah KPU, kalau ada putusan tertentu KPU perlu menyesuaikan diri, maka KPU bisa segera putuskan oleh MK," pungkasnya.