news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Surat Cinta Kolega Lama untuk Roy Suryo

17 September 2018 9:52 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto. (Foto: Jafrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto. (Foto: Jafrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Urusan aset Kementerian Pemuda dan Olahraga boleh jadi merupakan puncak dilema hubungan Gatot Sulistiantoro Dewa Broto dengan Roy Suryo. Keduanya merupakan alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada. Gatot di jurusan Hubungan Internasional angkatan 1981, sementara Roy angkatan 1986 jurusan Ilmu Komunikasi.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya soal kesamaan asal yang merekatkan keduanya. Lepas dari bangku kuliah, mereka kembali bersinggungan. Kadang saling seteru, kadang pula bersekutu.
Seteru mereka dibuka pada 2002, kala Gatot duduk sebagai Kepala Sub Bagian Humas Direktorat Pos Telekomunikasi. Ia harus menghadapi kritik atas kenaikan tarif telepon. Roy duduk sebagai salah satu kritikus, yang--kata Gatot--menghajar Agum Gumelar selaku Menteri Perhubungan. Sebab kenaikan tarif dasar telepon itu berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2002.
Roy saat itu merupakan seorang akademisi yang mendalami dunia internet dan komunikasi. Wajar ia melontar kritik. Sementara Gatot mewakili pemerintah.
Bertahun-tahun setelah perseteruan itu, karier Roy menanjak. Hingga pada 2013 ia didapuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menggantikan Andi Mallarangeng sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, karena Andi terjerat kasus korupsi.
ADVERTISEMENT
Di sini, perseteruan Roy dan Gatot berganti jadi persekutuan. Roy mengajak Gatot yang waktu itu menjabat Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk bergabung dengan kementerian yang baru dipimpinnya.
Gayung bersambut, Gatot angkat koper pindah ke Kemenpora sebagai Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora. Di sana, ia selalu berada di belakang Roy sang menteri. Bahkan ikut mem-back up Menpora pada 2014 saat berseteru soal pembongkaran Stadion Lebak Bulus dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (saat itu Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama).
“Bisa jadi novel itu hubungan Gatot dan Roy,” kelakar Gatot ketika berbincang dengan kumparan di Kemenpora, Jakarta, Rabu (12/9).
Roy Suryo. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Roy Suryo. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Hubungan Roy dan Gatot kembali memanas saat Gatot selaku Sekretaris Menpora (jabatannya saat ini) menagih 3.226 unit barang Kemenpora senilai Rp 9 miliar yang diduga ‘nyangkut’ di rumah Roy.
ADVERTISEMENT
Menurut Gatot, lembaganya sudah tiga tahun mengirim ‘surat cinta’ untuk Roy, tetapi barang itu tak kunjung diserahkan. Mediasi sejak 2015 tak mampu menyelesaikan perkara tersebut.
Kenapa dua kolega lama ini tak dapat merampungkan persoalan pengembalian barang Kemenpora secara damai? Sepekan kemarin, kumparan menemui Gatot dua kali, Rabu (12/9) dan Jumat (14/9), untuk menelusuri persoalan ini. Berikut petikan perbincangannya:
Bagaimana kronologi permasalahan aset Kemenpora ini?
ADVERTISEMENT
Ini bukan hanya muncul sekarang. Tahun 2016 muncul, 2017 juga muncul, 2018 muncul.
Saya sampaikan pada kuasa hukum (Roy Suryo), sebetulnya saat transisi Pak Roy, menjelang ia keluar dari Kemenpora, Inspektorat itu sudah menengarai adanya barang-barang yang diduga belum kembali ke kantor.
Saat Pak Roy keluar dari sini, munculah surat cinta, eh… surat peringatan Kemenpora dari Inspektorat kepada Pak Roy. Kemudian beliau merespons. Ada aset yang sudah dikembalikan pada 2014. Kemudian 2015, ada lagi barang-barang yang dikembalikan.
Kronologi Kasus Roy Suryo. (Foto: Brian Hikari Janna/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kronologi Kasus Roy Suryo. (Foto: Brian Hikari Janna/kumparan)
Pada LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK 2015, permasalahan ini tidak muncul, karena kejadiannya itu kan saat transisi, sementara pemeriksaan BPK di awal 2014.
Kemudian saat diperiksa lagi tahun 2015 oleh BPK, kasus itu ternyata muncul--yang kemudian menjadi LHP 2016. Muncullah istilah “Disclaimer” pada LHP.
ADVERTISEMENT
Disclaimer itu predikat paling buruk di lembaga pemerintahan, pusat maupun daerah. Begitu juga pada LHP 2017. Lalu pada pemeriksaan 2018 muncul lagi.
Apa yang menjadi sorotan BPK pada permasalahan aset ini?
Yang disoroti oleh BPK itu lebih banyak soal keberadaan barang. Barang ini ada apa enggak. Kemenpora bisa buktikan atau enggak.
Yang kedua, saya dapat laporan bahwa Pak Roy biasanya langsung membeli di tokonya. Langsung ke sebuah toko (Glodok Electronic City Sarinah berdasarkan penelusuran kumparan), selanjutnya kantor Kemenpora yang bayar.
Lalu, penggunaan alokasi anggaran. Kan ada belanja barang dan belanja modal. Kalau (pakai) belanja modal, itu jelas-jelas enggak boleh. Belanja modal hanya untuk kegiatan di sebuah kantor.
Nah, (di luar itu), seorang menteri itu hanya diperkenankan menggunakan DOM--Dana Operasional Menteri--yang setiap bulan jumlahnya enggak jauh dari Rp 150 juta. Itu pun masih harus memakai Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
ADVERTISEMENT
Sekarang tinggal kalikan saja, selama sekian tahun itu, apa mungkin menggunakan DOM untuk memenuhi belanja yang menjadi temuan BPK di LHP.
Audit BPK soal sengketa aset Kemenpora dan Roy Suryo (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Audit BPK soal sengketa aset Kemenpora dan Roy Suryo (Foto: Istimewa)
Apakah Kemenpora memberikan pertimbangan lebih dulu sebelum melakukan pengadaan barang?
Biasanya langsung didiskusikan ke Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga. Di situ ditelaah lebih lanjut.
Artinya, pertama diperiksa dulu, bener enggak harus pengadaan lagi, beli barang lagi. Kedua, kita lihat juga reliability-nya, masih bisa bekerja apa enggak. Kemudian ketiga, ada enggak anggaran untuk itu, ada prioritas yang lain enggak.
Setelah itu kita buat berita acara untuk pengadaan. Ada timnya. Kemudian ada pembelian barang kepada vendor, dan sebagainya.
Siapa yang menyetujui pengadaan barang untuk menteri?
Karena Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)-nya itu adalah sekretaris menteri, sesmen yang memberikan persetujuan.
ADVERTISEMENT
Siapa pemangku jabatan Sesmenpora saat itu?
Pak Alfitra Salam. Bu Yuli Mumpuni juga sempat menjabat. (kumparan telah menghubungi Alfitra dan Yuli mengenai persoalan ini, namun mereka enggan berkomentar).
Demo tuntut kembalikan aset kemenpora dari Roy Suryo di depan DPP Demokrat, Jumat (14/9/18). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Demo tuntut kembalikan aset kemenpora dari Roy Suryo di depan DPP Demokrat, Jumat (14/9/18). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Tagihan kepada Roy sudah tiga tahun. Kenapa mediasi belum juga dapat menyelesaikan masalah ini?
Kalau sudah tiga tahun itu betul. Kemudian kenapa kok kami dianggap baru sekarang serius? Nggak, kami sejak awal sudah sangat serius, tapi kami tidak ingin gaduh. Kalau sekarang pun ramai, kan yang meramaikan juga bukan kami.
Poinnya, karena ini sudah yang ketiga kalinya, kami akan menyikapi lebih serius lagi. Karena kalau enggak, nanti Kemenpora dianggap abai dengan kewajiban. Langkahnya seperti apa, nanti kita lihat dalam hitungan beberapa hari ke depan.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, surat saya meminta perincian barang yang dikembalikan pun belum direspons. Contohnya, misal, berapa sih barang yang sudah dikembalikan kepada Kemenpora, dan yang belum berapa.
Alternatif lain kalau ternyata enggak ada langkah lebih lanjut, kami akan melaporkan ke BPK untuk berkoordinasi. Kami sudah ada upaya yang lebih serius, dan sambil minta arahan dari menteri.
Sejumlah pegiat mengatakan perlu legal action, ya itu tidak tertutup kemungkinan. Hari Rabu malam (12/9) saya sebut di sebuah stasiun televisi, tidak menutup kemungkinan ke arah upaya hukum. Why not, saya sebutkan langsung.
Upaya hukum itu setelah jalan mediasi?
Mediasi itu hanya entry point. Mediasi itu kan yang menawarkan justru kami (Kemenpora). Ini yang perlu saya luruskan. Mereka (pihak Roy Suryo) itu datang karena hanya merespons apa yang kami tawarkan, lalu mereka minta waktu bertemu.
ADVERTISEMENT
Kalau mediasi ternyata nanti deadlock, kami juga tidak ingin main-main. Kami sudah wasting time. Ini yang disandera bukan hanya kelembagaan loh ya, karena itu buruk juga dampaknya untuk bantuan atlet, bantuan pembinaan olahraga. Kami ingin fokus untuk kegiatan pemuda olahraga, enggak boleh ada embel-embel masih ada catatan ini dan itu.
Apa yang kami lakukan itu bukan mengada-ada. Data bukan dari kami, data dari BPK. Karena pengacara kan mengklaim barang sudah dikembalikan saat barang dikirim ke Yogya, malah menuding bisa saja Kemenpora yang menghilangkan.
Makanya saya bilang waktu itu, kalau memang ada anak buah saya yang terlibat atau menyimpan barang yang terdata dalam daftar ada di Pak Roy, ya pasti akan kami proses secara hukum. Kami sanggup kok buat pernyataan diangkat dengan sumpah.
ADVERTISEMENT
Katanya Pak Roy bilang secara diam-diam barang dikirimkan ke Yogyakarta atau ke (rumah dinas Menpora di) Widya Chandra saat Pak Roy ke luar negeri, itu pengalihan isu.
Roy Suryo dan Misteri 3.226 Aset Negara (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Roy Suryo dan Misteri 3.226 Aset Negara (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Pengacara Roy mengatakan kliennya menyetujui menerima barang yang ditawarkan Biro Keuangan dan Rumah Tangga, benar begitu?
Kalau mengatakan bahwa itu atas permintaan Rumah Tangga, enggak mungkin. Anggaran kami itu sedikit kok, ngapain hanya mencukupi kebutuhan seorang menteri. Kebutuhan kami yang lain banyak banget.
Pengacara juga mengatakan barang-barang sempat dikirimkan Kemenpora ke Yogyakarta, dan tidak ada tanda terima pengirimannya, benar begitu?
ADVERTISEMENT
Kalau tidak ada tanda terimanya, itu malah merugikan Pak Roy. Soal barang-barang dikirimkan ke rumah (Roy di) Yogya, saya sudah tanyakan tentang itu, dan itu tidak ada. Di depan Pak Tigor (pengacara Roy) pun saya katakan, “Pak Tigor, tidak ada loh pengiriman barang ke Yogya.”
Surat pengiriman barang dari rumah Roy Suryo di Yogya ke kantor Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga (PP PON) di Cibubur. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Surat pengiriman barang dari rumah Roy Suryo di Yogya ke kantor Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga (PP PON) di Cibubur. (Foto: Istimewa)
Soal barang yang ada dalam daftar tagihan Kemenpora, pihak Roy mengklaim sudah mengembalikan. Apakah jumlahnya belum sesuai dengan yang dicatat BPK?
Pada 2016 saat saya masih menjabat deputi, saya diberi tahu kalau barang-barang itu ada di kantor Kemenpora di Cibubur. Harapan saya sudah selesai masalah ini.
Benar. Saya masuk, memang banyak banget barang. Tapi kalau dikonversikan hanya Rp 500 juta. Sudah diperiksa BPK. Dan itu belum menyelesaikan masalah.
Mantan Menpora Roy Suryo (Foto: Wisnu A. Prasetyo/Tempo)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menpora Roy Suryo (Foto: Wisnu A. Prasetyo/Tempo)
Penelusuran kumparan menemukan Roy juga melakukan pencatatan transaksi sebelum barang dibeli (backdate). Apa Kemenpora dan BPK menemukan hal yang sama?
ADVERTISEMENT
Kalau masalah backdate, saya enggak tahu. Saya belum sampai di situ.
Kenapa surat Menpora untuk Roy baru ramai sekarang?
Saya tidak tahu. Yang mengunggah juga bukan saya.
Ada yang menyebut dugaan unsur politis karena Roy berkomentar miring perihal Asian Games?
Oh, kalau itu urusan Pak Roy dengan publik.
------------------------
Simak geger Roy Suryo di Liputan Khusus kumparan: Catutan si Roy