Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Sekitar 300 pendaki telah meninggal sejak pertama kali Gunung Everest berusaha didaki. 200 di antaranya diduga masih terkubur di bawah tumpukan salju dan es di gunung tertinggi di dunia itu.
ADVERTISEMENT
Sekarang, mayat para pendaki itu berpotensi muncul. Semua karena perubahan iklim yang membuat es di sana mencair.
"Karena pemanasan global, lapisan es dan gletser dengan cepat meleleh. Akibatnya, jasad pendaki yang selama ini terkubur jadi terekspos," kata Ang Tshering Sherpa, mantan presiden Nepal Mountaineering Association.
"Kami telah membawa turun beberapa jasad pendaki yang meninggal beberapa tahun terakhir. Tapi yang telah lama meninggal sekarang juga mulai bermunculan," tambah dia kepada BBC.
Para petugas dari Expedition Operators Association of Nepal (EOAN) mengatakan kesulitan membawa jasad itu turun dari Gunung Everest. Mereka menyatakan, perlu ada hukum di Nepal yang melibatkan pemerintah dalam menanggapi masalah ini.
"Isu ini harus diprioritaskan oleh pemerintah dan industri pendakian," kata Dambar Parajuli, presiden EOAN. "Jika mereka bisa melakukannya di Everest bagian Tibet, maka kita bisa melakukannya juga di sini," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Bagian Tibet, yang dikuasai China, telah melakukan evakuasi terhadap jasad-jasad para pendaki dari sisinya.
Pada 2017 pernah muncul tangan dari seorang pendaki di Camp 1. Para operator pendakian mengatakan bahwa mereka harus mengutus pendaki profesional dari komunitas Sherpa untuk mengevakuasi mayat itu.
Di tahun yang sama, mayat lainnya muncul di daerah Khumbu Icefall. Menurut para pendaki, di lokasi itu banyak ditemukan mayat pendaki.
"Dalam beberapa tahun terakhir, tangan dan kaki mayat juga mulai muncul di daerah basecamp," kata seorang anggota organisasi lingkungan non profit di daerah itu.
"Kami melihat bahwa lapisan es di sekitar basecamp semakin menipis beberapa tahun terakhir. Itu adalah penyebab munculnya mayat-mayat ini," tambah dia.
Es di Everest Menipis
ADVERTISEMENT
Telah ada beberapa hasil riset yang menunjukkan bahwa lapisan di daerah Everest menipis dan meleleh dengan cepat. Sebuah riset di 2015 menemukan bahwa telaga-telaga di daerah Khumbu Glacier, yang sering pendaki lintasi untuk mencapai puncak, melebar. Hal ini akibat semakin cepatnya es meleleh di sana.
Pada 2016, tentara Nepal mengosongkan Danau Imja di dekat Gunung Everest. Hal ini karena air di danau telah bertambah banyak akibat perubahan iklim.
Tim peneliti dari Leeds University dan Aberystwyth University di Inggris pernah mempelajari Khumbu Glacier. Mereka menemukan temperatur es di sana lebih hangat dari yang diduga sebelumnya. Es itu punya temperatur minus 3,3 derajat Celcius.
Tidak semua mayat pendaki muncul dari dalam es karena melelehnya lapisan es. Ada yang terekspos karena pergerakan Khumbu Glacier.
ADVERTISEMENT
"Karena pergerakan Khumbu Glacier, dari waktu ke waktu kami melihat ada jasad pendaki," kata Tshering Pandey Bhote, wakil presiden Nepal National Mountain Guides Association. "Tapi kebanyakan pendaki sudah siap mental melihat pemandangan itu," tambah dia.
Mayat Pendaki Jadi Penanda Jalan
Mayat para pendaki punya peran unik bagi para pendaki Gunung Everest . Di area-area dengan ketinggian tinggi, ada beberapa mayat yang jadi penanda jalan bagi mereka yang ingin mencapai puncak Everest.
Salah satunya adalah mayat "Green boots" yang ada di dekat puncak. Ini adalah sebutan bagi jasad seorang pendaki yang meninggal di bawah sebuah batu di rute pendakian. Sepatu hijaunya, masih menempel di kaki pendaki malang itu.
Menurunkan dan mengevakuasi mayat-mayat dari daerah ketinggian tinggi ini butuh biaya yang sangat mahal. Belum lagi bahaya yang mengintai. Ada ahli yang bilang biayanya bisa mencapai antara 40 ribu sampai 80 ribu dolar AS. Itu sekitar Rp 400 juta sampai Rp 1 miliar.
ADVERTISEMENT
"Salah satu usaha evakuasi mayat adalah dari ketinggian 8700 meter, dekat puncak," kata Ang Tshering Sherpa. "Mayat sudah benar-benar membeku dan memiliki berat 150 kilogram. Dan mayat harus diambil dari lokasi yang sulit dicapai.”
Keputusan untuk mengevakuasi mayat pendaki dari Gunung Everest adalah hal yang personal, tergantung keinginan masing-masing pendaki dan keluarga serta kerabatnya. "Kebanyakan pendaki lebih suka dibiarkan di gunung ketika mereka meninggal," kata Alan Arnette, pendaki profesional.
"Jadi evakuasi akan terlihat seperti tidak menghormati jika hanya sekadar untuk memindahkan mereka. Kecuali kalau mereka memang harus dipindahkan dari rute pendakian atau atas permintaan keluarga," tambahnya.