Kasus Remaja Korban Perkosaan di Jambi dan Hak Aborsi di Indonesia

17 September 2018 19:51 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi aborsi (Foto: Raquel Baranow/Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi aborsi (Foto: Raquel Baranow/Flickr)
ADVERTISEMENT
Meski masih menjadi pro kontra di banyak negara termasuk Indonesia, hak aborsi telah dilegalkan di beberapa negara seperti Rusia, Swedia, Prancis, Belanda, hingga Vietnam. Di Indonesia sendiri aborsi masih merupakan tindakan yang dilarang dan setiap pelakunya yang melanggar hukum mengenai aborsi bakal dikenai sanksi.
ADVERTISEMENT
Hukuman setengah tahun penjara yang menjadi vonis untuk WA, remaja perempuan berusia 15 tahun asal Jambi, adalah salah satu contohnya. WA terbukti telah mengaborsi kandungannya sehingga pada 19 Juli lalu Hakim Ketua Pengadilan Negeri Muara Bulian, Batanghari, Jambi, memberi vonis enam bulan penjara tersebut kepadanya.
Putusan ini untungnya tidak berlaku final. Upaya dukungan hukum terus diberikan kepada WA. Pengacara yang mendampingi WA kemudian melakukan banding terhadap putusan itu hingga akhirnya pada 28 Agustus lalu Pengadilan Tinggi Jambi membebaskan WA dari segala tuntutan hukum.
Dalam amar putusannya, sebagaimana dikutip kumparan dari Antara, majelis hakim menyatakan terdakwa memang telah terbukti melakukan tindak pidana aborsi. Namun hakim menilai pelaku melakukannya dalam keadaan terpaksa. Sehingga hakim menilai pelaku layak dibebaskan dari segala dakwaan.
ADVERTISEMENT
Pro Kontra Hak Aborsi
Meski WA kini telah bebas dari segala dakwaan, perdebatan mengenai hukuman enam bulan penjara untuk WA sebelumnya sempat mencuat ke publik nasional. Pasalnya, WA adalah anak di bawah umur dan merupakan korban perkosaan dari kakak kandungnya sendiri, AA, yang berusia 18 tahun. AA sendiri dikenai hukuman dua tahun penjara akibat tindakannya tersebut.
Tak hanya mencuat di media lokal sehingga memancing perdebatan di publik nasional, kasus WA ini juga mencuat ke publik internasional setelah media The Guardian ikut mewartakan kejadian yang menimpa remaja 15 tahun itu dengan tajuk berita “Indonesia girl jailed for abortion after being raped by brother”.
Sebelum dakwaan terhadap WA dibatalkan, Amnesty International Indonesia dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga sempat menyerukan secara lantang kepada pihak berwenang Indonesia untuk segera membebaskan WA dari penjara tanpa syarat.
ADVERTISEMENT
"Kami juga menyerukan kepada otoritas Indonesia untuk mendekriminalisasi aborsi dalam segala situasi sehingga tidak ada perempuan atau anak perempuan yang dikenakan hukuman apa pun karena melakukan aborsi," ujar Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid, pada awal Agustus lalu.
Ilustrasi aborsi (Foto: Max Pixel)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi aborsi (Foto: Max Pixel)
Pro-Life dan Pro-Choice
Pada dasarnya ada dua kelompok yang punya pandangan berbeda soal hak aborsi ini, yakni pro-life dan pro-choice. Kelompok pro-life menganggap aborsi, bagaimanapun, tidak dibenarkan. Mereka menganggap aborsi atau menggugurkan janin dalam kandungan sama dengan melakukan pembunuhan, tak peduli berapa usia dan bagaimana kondisi kandungan ketika digugurkan.
Adapun kelompok pro-choice mendukung hak aborsi dengan alasan tubuh adalah otoritas perempuan dan janin adalah bagian dari tubuh mereka. Jadi, perempuan memiliki hak pribadi terhadap tubuh mereka sendiri.
Aktivis anti-aborsi saat mereka memberikan suara anti legalisasi aborsi di Argentina (8/8). (Foto: AFP/EITAN ABRAMOVICH)
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis anti-aborsi saat mereka memberikan suara anti legalisasi aborsi di Argentina (8/8). (Foto: AFP/EITAN ABRAMOVICH)
Peraturan Aborsi di Indonesia
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, aborsi diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
UU di atas mengatur dengan tegas bahwa aborsi dilarang, tapi dapat dikecualikan berdasarkan kedaruratan medis, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan ataupun akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban, sebagaimana tercantum dalam Pasal 75 ayat 1 dan 2 UU tersebut.
Sementara itu, Pasal 31 dalam PP di atas menjelaskan, alasan perkosaan dapat dibenarkan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari sejak hari pertama haid terakhir. Dalam kepercayaan agama, terutama Islam, Tuhan diyakini telah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin yang telah berusia 40 hari.
ADVERTISEMENT
Bisa dibilang, aturan di Indonesia ini cenderung lebih dekat ke argumen kelompok pro-life.
Ilustrasi janin dalam kandungan. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi janin dalam kandungan. (Foto: Thinkstock)
Kritik terhadap Aturan Aborsi di Indonesia
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Budi Wahyuni, mengapresiasi PP Nomor 61 Tahun 2014 yang telah dibuat pemerintah Indonesia sejak empat tahun lalu.
“Itu sebetulnya sudah satu langkah positif. Artinya negara mengakomodasi bila ada korban kekerasan seksual atau kehamilan yang tidak dikehendaki, katakanlah jika dibutuhkan, itu boleh dihentikan kehamilannya,” kata Budi saat dihubungi kumparan, Senin (17/9).
Namun begitu, ia menyayangkan peraturan ini belum bisa diimplementasikan secara riil di lapangan karena belum adanya peraturan lanjutan yang secara utuh dan jelas bisa membantu perempuan keluar dari masalah semacam ini.
Misalnya, ketika seorang perempuan mengalami pemerkosaan, disebutkan dalam PP di atas bahwa perempuan tersebut harus terlebih dulu melakukan konseling, pemeriksaan, dan pembuktian sebelum akhirnya boleh dilakukan aborsi oleh dokter yang berwenang. Akan tetapi, menurut Budi, belum ada sosialisasi dan kejelasan soal siapa saja pihak-pihak yang berwenang melakukan tahap-tahap tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, angka maksimal 40 hari atau enam minggu usia kehamilan sebagai batasan waktu untuk melakukan aborsi juga disebutnya sulit diterapkan secara riil.
Bayi dalam Kandungan (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Bayi dalam Kandungan (Foto: Pixabay)
“40 hari itu sulit diimplementasikan. Yang kami apresiasi adalah sebetulnya negara sudah mengakui bahwa boleh ada penghentian kehamilan. Tetapi dengan waktu 40 hari itu butuh satu effort yang luar biasa. Karena rata-rata korban itu menyadari kalau dia hamil itu bukan pada minggu keenam atau minggu ketujuh, tapi rata-rata (baru sadar ketika) sudah di minggu kedelapan dan kesembilan,” tutur Budi.
Sebagai perbandingan, aborsi di Singapura boleh dilakukan selama usia kehamilan belum mencapai 24 minggu. Sementara aborsi di Vietnam boleh dilakukan sampai usia kehamilan 22 minggu.
Jadi menurut Budi, perlu adanya pembaruan (update) berupa peraturan lanjutan dari PP Nomor 61 Tahun 2014 agar hak perempuan untuk menghentikan kehamilannya benar-benar bisa diterapkan. Bukan sekadar adanya pengakuan bahwa perempuan boleh menghentikan kehamilannya.
ADVERTISEMENT
“Jadi yang penting itu adalah bahwa sebetulnya untuk perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan seksual ini butuh suatu instrumen yang lebih tegas agar peraturan ini bisa dijalankan dengan baik,” tegas Budi.