Kisah Pertiwi, Jalani 'Tes Keperawanan' Demi Nikah dengan Prajurit TNI

24 November 2018 10:01 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konten Eksklusif: Tes Keperawanan. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konten Eksklusif: Tes Keperawanan. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Pertiwi (bukan nama sebenarnya) sedang menanti sebuah momen bahagia. Ia akan segera menikah dengan seorang pria yang berprofesi sebagai prajurit TNI pada akhir 2018 ini. Saat ditemui oleh tim kumparan di kediamannya pekan lalu, Pertiwi mengatakan dirinya sedang menjalani berbagai ritual untuk menjaga agar dirinya terlihat cantik saat menjadi pengantin nanti.
ADVERTISEMENT
“Iya, ini habis dilulur,” kata Pertiwi sambil tersenyum.
Rupanya bukan hanya perawatan tubuh yang perlu dijalani oleh Pertiwi. Sebelum menikah ia juga harus menjalani serangkaian prosedur untuk dapat menikah dengan seorang prajurit, salah satunya adalah mengurus izin untuk menikah. Berkas-berkas untuk pengajuan izin tersebut ia kumpulkan di dalam sebuah map berwarna biru yang kini sudah menjadi sangat tebal.
Yang menarik perhatian adalah saat Pertiwi menunjukkan salah satu berkas dari hasil tes kesehatan yang ia jalani. Berkas berupa kertas berukuran sekitar sepertiga dari kertas ukuran A4, menurut Pertiwi, menunjukkan hasil "tes keperawanan" yang ia jalani tahun ini.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparan, Pertiwi sama sekali tak ragu untuk menceritakan pengalamannya dalam menjalani “tes keperawanan”. Bahkan ia bercerita dengan cukup detail mengenai proses tes yang mungkin bagi sebagian perempuan adalah hal yang sangat pribadi dan sensitif.
“Kita bawa surat pengantar. (‘Tes keperawanan’ dilakukan) di rumah sakitnya yang khusus sesuai dengan profesi calon saya,” kata Pertiwi memulai ceritanya.
Ilustrasi perempuan sedang duduk. (Foto: AFP PHOTO)
Sebelum "tes keperawanan", tes pertama yang harus ia jalani dalam rangkaian tes kesehatan adalah tes berupa pemeriksaan urine dan darah.
Sebelum diperiksa, Pertiwi mengaku hanya diberitahu bahwa dirinya akan menjalani tes kesehatan, tidak ada pemberitahuan khusus bahwa akan ada "tes keperawanan". Namun berkaca dari pengalaman teman-temannya yang pernah menjalani tes sebelum menikah dengan prajurit TNI, Pertiwi pun sudah tahu bahwa dirinya juga akan menjalani "tes keperawanan".
ADVERTISEMENT
Setelah melakukan pengambilan sampel darah dan urine, barulah Pertiwi diarahkan untuk menemui dokter spesialis obstetri dan ginekologi (obgyn) untuk melakukan "tes keperawanan". Penasaran, ia pun bertanya apakah dokter yang akan memeriksanya nanti itu dokter laki-laki atau perempuan.
Rasa gugup semakin menyerang Pertiwi saat ia diminta untuk menemui dokter yang akan memeriksanya. Bukan hanya karena ia tahu area pribadinya akan diperiksa, tapi juga karena ia dihujani beberapa pertanyaan yang membuatnya merasa tidak nyaman.
“Awalnya ditanya sama dokternya, apakah Anda pernah melakukan hubungan suami istri dengan calon? Kayak gitu. Terus disuruh jujur. ‘Tidak’, saya jawab kan.” Selain itu, ia juga ditanya kapan waktu terakhir menstruasinya.
ADVERTISEMENT
Karena kebetulan saat itu siklus menstruasi Pertiwi telat, maka "tes keperawanan" terhadap dirinya ditunda, menunggu hasil urinenya lebih dulu untuk memastikan apakah menstruasinya yang terlambat itu disebabkan karena kehamilan atau bukan.
Setelah hasil urinenya keluar dan menunjukkan bahwa Pertiwi tidak sedang hamil, "tes keperawanan" untuk dirinya pun dimulai.
Ilustrasi 'tes keperawanan'. (Foto: Shutterstock)
Dalam tes ini Pertiwi diminta untuk duduk di tempat pemeriksaan. Lalu dokter yang bertugas mulai meminta izin agar boleh melakukan pemeriksaan himennya (hymen) melalui anus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, himen diartikan sebagai selaput dara, tapi dalam bahasa medis atau ilmiah, kata yang dipakai adalah himen, bukan selaput dara.
Rasa gugup Pertiwi kini bertambah dengan rasa terkejut karena ternyata pemeriksaan himennya ini harus dilakukan dengan memasukkan jari orang asing ke dalam lubang anusnya.
ADVERTISEMENT
“Saya kaget kan, hah? Pakai jari?..... Dia (dokter) pakai itu dulu kan, apa namanya? Sarung tangan. Terus ada pakai cairan warna biru yah, kalau enggak salah warna biru, terus itu dicek lubang anusnya itu,” tutur Pertiwi.
Selama dan setelah menjalani tes tersebut, Pertiwi merasakan perih dan ngilu di bagian anusnya. “Jadi dimasukin dulu jarinya habis itu dibuka. Srettt, kayak dimasukin lagi, kayak dikodok (dikorek)…. Itu tuh rasanya….. ngiluuuu banget,” ujar Pertiwi mengenang pengalamannya tersebut.
ADVERTISEMENT
Perasaan Pertiwi saat melakukan pemeriksaan bercampur aduk. Selain fisiknya yang merasa ngilu dan perih setelah diperiksa, rasa gugup dan ketidaknyamanan pun menyerang Pertiwi, bahkan hingga setelah ia menerima hasil tes tersebut.
Hymen = Positif (+)
Hasil 'tes keperawanan'. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Ya, hanya demi tanda positif tersebut, Pertiwi harus menahan semua rasa tak menyenangkan yang berkecamuk di dirinya. Ia yakin pengalaman menjalani "tes keperawanan" ini akan terus selamanya membekas dalam ingatannya.
“Kalau dari fisik, ngilunya lubang itu yaudah kayak cuma sehari doang. Cuma kalau tes keperawan ini kan diinget terus.”
Meski Pertiwi telah menjalani "tes keperawanan" ini dan sudah dianggap “lulus”, kami menanyakan pendapat pribadinya, apakah seorang perempuan seperti dirinya memang perlu menjalani "tes keperawanan" demi membuktikan “kesuciannya” sebelum menikah.
ADVERTISEMENT
“Enggak perlu. Karena menurut saya kalau orang menikah yah harus menerima gitu, risikonya, kekurangan, kelebihannya, kayak gitu. Jadi enggak perlu sih. Karena kamu udah milih saya, yaudah, terima saya apa adanya.”
Ilustrasi perempuan hendak menjalani 'tes keperawanan'. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Tes yang ilmiah?
Pada 17 Oktober 2018, World Health Organization (WHO) bersama UN Women dan United Nations Human Rights Council (UNHRC) menyatakan seruan untuk menghapuskan "tes keperawanan" karena tes ini tidak memiliki dasar ilmiah. Hal tersebut diamini oleh dua dokter yang kumparan temui di Bandung.
Namun begitu, seorang dokter di Jakarta yang juga merupakan bagian dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, mengatakan kepada kumparan bahwa “tes keperawanan” tidak masalah untuk dilakukan. Selain itu, pejabat dari Pusat Kesehatan TNI juga menyatakan ada dasar bagi mereka untuk melakukan "tes keperawanan" terhadap calon anggota wanita TNI maupun calon istri anggota TNI.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparan mereka semua memberikan pandangan masing-masing soal keilmiahan "tes keperawanan". Tim kumparan mewawancarai mereka semua, sembari juga mengecek publikasi ilmiah soal kontroversi "tes keperawanan" ini.
Simak cerita konten spesial Tes Keperawanan melalui tautan di bawah ini.