Mengenal Zat dalam Gas Air Mata dan Efeknya pada Kerumunan Massa

23 Mei 2019 14:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Personel kepolisian menembakkan gas air mata pada massa aksi 22 Mei di Jalan Brigjen Katamso, Slipi, Jakarta, Rabu (22/5). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Personel kepolisian menembakkan gas air mata pada massa aksi 22 Mei di Jalan Brigjen Katamso, Slipi, Jakarta, Rabu (22/5). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Senapan gas air mata menjadi salah satu senjata yang digunakan pihak kepolisian untuk menghalau massa yang ricuh di depan Gedung Bawaslu di Jakarta pada Rabu (22/5) dini hari. Selain di depan Gedung Bawaslu, aparat juga menggunakan gas air mata untuk memukul mundur kerumunan massa di Jalan Sabang, Jakarta Pusat, pada Kamis (23/5) dini hari.
ADVERTISEMENT
Awalnya, pihak kepolisian dan TNI berusaha membubarkan massa di Jalan Sabang dengan cara negosiasi. Tapi, massa menolak bubar dan malah menyanyikan "Jokowi Turun".
Penggunaan gas air mata dalam seketika berhasil menghentikan nyanyian tersebut. Saat ini, situasi di Jalan Sabang telah terkendali. Namun begitu, polisi masih bersiaga di sana.
Selama ini, penggunaan gas air mata memang terbukti cukup ampuh untuk mengendalikan massa. Gas air mata sendiri banyak digunakan di seluruh dunia, mulai dari Amerika Serikat, Indonesia, sampai Mesir.
Lantas apa itu gas air mata? Apa efeknya bagi tubuh? Berikut ini penjelasannya.
Personel kepolisian menembakkan gas air mata ketika terjadi kericuhan di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Senapan gas air mata adalah sebuah senjata yang biasa digunakan polisi untuk mengatur massa. Nah, gas air mata yang dilepaskan dari senapan mengandung beberapa senyawa kimia yang bisa mengganggu beberapa fungsi tubuh.
ADVERTISEMENT
Sven-Eric Jordt, ahli anestesi di Duke University, Amerika Serikat, pernah menjelaskan efek dari gas air mata. Ia mengatakan bahwa gas air mata bisa menyebabkan rasa sakit yang membakar pada mata, kulit, paru-paru, dan mulut, atau pada bagian tubuh manapun yang gas itu sentuh.
"Efeknya bisa sangat luar biasa dan melumpuhkan. Anda bisa dipaksa untuk menutup mata dan tidak bisa membukanya," ujar Jordt kepada Scientific American.
Jordt telah mempelajari gas air mata selama lebih dari 10 tahun. Ia berpendapat bahwa sebutan gas air mata kurang tepat. Menurut Jordt, gas air mata sebenarnya adalah bubuk yang mengembang ke udara dan menjadi semacam kabut halus.
"Saya menganggap gas air mata sebagai gas menyakitkan," kata Jordt. "Ini karena gas air mata secara langsung mengaktifkan reseptor rasa sakit," lanjut dia.
Petugas kepolisian menembakan gas air mata ke arah massa aksi saat terjadi bentrokan di kawasan Tanah Abang. Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Jordt menjelaskan bahwa pada setiap gas air mata ada agen senyawa kimia yang mengaktifkan satu di antara dua reseptor rasa sakit. Reseptor itu adalah TRPA1 atau TRPV1.
ADVERTISEMENT
Yang paling umum digunakan dalam gas air mata adalah agen senyawa yang mengaktifkan TRPA1. Di antaranya adalah berupa senyawa kimia yang disebut 2-chlorobenzalmalononitrile atau CS gas. Senyawa ini biasa digunakan sebagai gas air mata di AS.
Senyawa ini mengandung klorin. Ia bisa menyebar ke udara bebas sebagai partikulat halus.
"Mereka bisa terdeposit pada kulit dan bisa bertahan lumayan lama sambil memberi efek membakar," kata Jordt. "Secara kimia mereka bereaksi dengan biomolekul dan protein di tubuh manusia. Ini yang menyebabkan sensasi terbakar," lanjut Jordt.
Senyawa gas air mata ini tidak menyebabkan kematian. Namun begitu, gas ini bisa menyebabkan rasa sakit yang mengganggu, bahkan bisa menyebabkan pingsan.
Senyawa lain
ADVERTISEMENT
Rohini Haar, peneliti ilmu kesehatan masyarakat dari University of California, Berkeley, AS, mengatakan bahwa ada senyawa baru yang digunakan untuk menggantikan gas CS.
"Ada versi yang lebih tinggi yang disebut CS2 atau CX," ujarnya. "Mereka mengandung silikon jadi mereka bisa bertahan lebih lama di lingkungan dan tidak mudah terurai," tambah dia. Efeknya, gas air mata bisa terus mempengaruhi suatu daerah hingga beberapa hari.
Ada dua agen senyawa lain yang digunakan dalam pengontrolan masa yang bisa mengaktifkan TRPA1. Ada gas CR (dibenzoxazepine) dan gas CN (chloroacetophenone).
Menurut Jordt, keduanya lebih ampuh dibanding gas CS. Ketika terjadi Arab Spring, gas CN dan DR juga digunakan bersama-sama dengan gas CS. Penggunaan gas-gas ini menghasilkan dampak yang luar biasa merusak.
ADVERTISEMENT
"Pada protes Arab Spring, banyak terjadi keguguran pada perempuan yang terpapar gas-gas ini," kata Jordt. "Kemungkinan, keguguran terjadi karena syok, stres, ditambah dengan paparan kimia," tambah dia.
Anggota kepolisian menembakkan gas air mata ke arah massa di depan Kantor Bawaslu, Rabu, (22/5). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Gas dalam kategori lain
Kategori lain dari agen senyawa dalam gas air mata adalah yang mengaktifkan reseptor TRPV1. Kebanyakan senyawa ini merupakan turunan dari capsaicin yang banyak terdapat pada cabai-cabaian. Biasanya ini digunakan pada semprotan cabai.
Ada dua senyawa yang biasa digunakan pada kategori ini, yaitu gas OC, larutan konsentrasi dari capsaicin alami, dan PAVA, campuran capsaicin sintetis.
"Ini menyebabkan reaksi kimia atau reaksi alergi yang lebih sedikit. Tapi, ini adalah minyak yang membuatnya semakin sulit dibersihkan dan bisa bertahan lebih lama," jelas Haar.
ADVERTISEMENT
"Ini juga bisa menyebabkan luka pada kornea jika ditembakkan langsung ke mata seseorang," sambung dia.
Sejumlah pasukan kepolisian menembaki gas air mata ke arah kerumunan demonstran di Jakarta, Rabu (22/5/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Efek samping jangka panjang
Haar mengatakan bahwa efek samping jangka panjang dari setiap jenis gas air mata tidak diketahui. Terutama jika seseorang hanya terpapas gas air mata sebentar saja.
Tapi, berdasarkan penelitian Haar terhadap penduduk Palestina di Tepi Barat, ada warga yang mengeluhkan mengalami kesulitan bernapas secara kronis, ruam, dan rasa sakit. Warga di Tepi Barat itu terpapar gas air mata hampir setiap minggunya.
"Dan ada bukti bahwa gas air mata bisa menyebabkan trauma emosional, yang dampaknya bisa sangat lama," kata Haar.
Oleh karena itu, Haar tidak menyarankan penggunaan gas air mata sebagai alat untuk mengontrol massa. Ia mengkhawatirkan penggunaan gas air mata malah akan menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Sebab, korban yang jatuh dan panik akibat terpapar gas ini bisa mengalami benturan atau bahkan terinjak-injak oleh banyak orang lain di kerumunan massa.
ADVERTISEMENT
"Satu hal yang semakin sering kita lihat adalah gas air mata menyebabkan kepanikan dan kekacauan. Bisa ada kematian massal akibat saling injak ketika gas air digunakan," kata Haar.
"Saya rasa hanya ada sedikit situasi di mana diperlukan penggunaan gas air mata untuk melindungi masyarakat," tegas Haar.