news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Otak Manusia Anggap Orang-orang dari Satu Ras yang Sama Terlihat Mirip

3 Juli 2019 19:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi otak manusia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi otak manusia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sebuah riset mengungkap hal baru mengenai bagaimana otak manusia melihat ras manusia lain. Ternyata, otak manusia menganggap bahwa orang-orang dari satu ras yang sama terlihat mirip.
ADVERTISEMENT
Temuan ini telah dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences pada 1 Juli 2019. Menurut pemaparan hasil riset ini, penyebab orang-orang dari ras lain terlihat mirip satu sama lain bagi orang dari ras lainnya, ada hubungannya dengan cara kerja proses visual dan saraf di otak.
"Apa yang riset ini ungkap adalah kita cenderung melihat anggota kelompok ras kita sendiri sebagai individu dan mengdeindividuasi anggota ras lain," kata Nick Camp, salah satu peneliti dalam riset, dilansir The Guardian.
Menurut tim peneliti, riset ini menunjukkan bahwa indra manusia tidak benar-benar menangkap gambaran realita yang ada. Ini penting dipelajari. Sebab, bias dalam persepsi bisa membawa seseorang berperilaku atau melakukan sesuatu yang berbahaya.
ADVERTISEMENT
Mereka mencontohkan bahwa perilaku berbahaya itu adalah mengasumsikan tindakan satu orang sebagai suatu hal tipikal dalam kelompoknya.
Dalam riset ini, tim peneliti mempelajari 20 responden berkulit putih. Sambil otaknya dipindai dengan mesin MRI, mereka ditunjukkan beberapa gambar, di antaranya ada wajah, angka, dan objek. Ini dilakukan agar periset bisa mempelajari aktivitas di otak para responden.
Pada hasil pemindaian 19 dari 20 responden, periset menemukan adanya aktivitas di bagian otak yang bertugas mengenali wajah. Aktivitas ini terjadi ketika mereka diperlihatkan gambar wajah sesama kulit putih.
Aktivitas juga ditemukan saat responden diperlihatkan gambar orang kulit hitam. Tapi, aktivitas yang muncul tidak sebesar saat gambar orang kulit putih diperlihatkan. Bahkan, enam responden tidak menunjukkan aktivitas di otak mereka ketika diperlihatkan gambar wajah orang kulit hitam.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, tim peneliti memberikan responden beberapa gambar lain. Tiap gambar yang diperlihatkan masing-masing berisi campuran enam wajah kulit putih dan enam wajah kulit hitam. Wajah-wajah yang diperlihatkan telah diubah untuk terlihat mirip, mulai dari identik hingga berbeda.
Bayi berbagai ras. Foto: Comstock/Thinkstock
Bagi wajah orang kulit putih dan kulit hitam, aktivitas otak meningkat seiring semakin meningkatnya ketidakmiripan pada gambar yang diperlihatkan. Tim peneliti menduga, penyebabnya adalah karena otak menangkap gambar-gambar wajah itu sebagai sesuatu yang agak asing.
Meski begitu, peningkatan aktivitas di otak terlihat semakin kuat saat responden melihat wajah kulit putih dibanding kulit hitam. Menurut periset, hal ini bisa berarti bahwa responden punya kemampuan lebih baik dalam menangkap perbedaan fisik pada wajah orang kulit putih.
ADVERTISEMENT
Para periset melakukan tiga eksperimen tambahan tanpa menggunakan pemindai MRI. Dalam eksperimen tambahan ini responden diminta untuk menilai seberapa berbedanya gambar wajah yang ditampilkan.
Hasilnya menunjukkan bahwa responden memiliki kemungkinan lebih besar untuk menilai wajah orang kulit hitam mirip antara satu dengan yang lain. Sedangkan hal yang sama tidak ditemukan saat menilai wajah orang kulit putih, meski wajahnya telah dibuat untuk terlihat mirip.
Manusia memiliki kemampuan mengingat hingga 5.000 wajah. Foto: 22612 via Pixabay
Batasan riset
Riset ini masih memiliki batasan. Salah satunya adalah jumlah responden yang sangat sedikit. Selain itu, eksperimen hanya mempelajari respons dari orang kulit putih.
Tim peneliti juga tidak mempelajari seberapa beragamnya kelompok sosial para responden. Karena bisa saja mereka yang punya teman dekat dari kelompok ras lain akan lebih sensitif dalam mengetahui perbedaan wajah.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, periset mengatakan bahwa temuan ini bisa membantu kita untuk menemukan cara dalam menghindari bias yang berbahaya. Camp mengatakan ada beberapa bukti yang menjelaskan bahwa fenomena ini bergantung pada cara kita mengategorikan atau mengelompokkan orang.
Menurutnya, membuat orang memikirkan kelompok dengan cara berbeda mungkin bisa jadi cara efektif melawan bias semacam itu.
Kritik riset
Dr Holger Wiese, ahli rekognisi wajah di University of Durham yang tidak terlibat dalam riset, memuji hasil riset ini. Meski begitu, ia mengatakan bahwa kita tidak bisa menghubungkannya dengan prasangka.
Wiese menekankan bahwa riset tidak dengan jelas menunjukkan bagaimana atau apakah temuan ini berhubungan dengan stereotip.
"Kita tidak mengetahui apakah yang riset deskripsikan di sini adalah basis bagi prasangka rasis atau bukan," ujar Wiese.
ADVERTISEMENT