Ketika Jepang Mulai Frustrasi terhadap Kenakalan Turis

16 Maret 2019 14:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jepang Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Jepang Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sama seperti Indonesia, beberapa negara di luar sana tengah berjuang untuk memperkenalkan pariwisatanya ke kancah internasional. Harapannya, tentu agar semakin banyak wisatawan luar negeri yang datang sehingga pemasukan devisa dapat meningkat.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, ada juga negara lainnya yang justru kewalahan dengan turis asing, salah satunya adalah Jepang. Tahun 2018, Negeri Matahari Terbit ini menerima 31, 2 juta pengunjung --menjadi rekor tertinggi-- dan akan terus meningkat mengingat Negeri Sakura akan menjadi tuan rumah untuk Piala Dunia Rugby pada Oktober 2019 dan Olimpiade Tokyo 2020.
Ilustrasi Matahari Terbit di Jepang Foto: Shutter Stock
Karena hal ini, Jepang pun tak bisa menghindari overtourism hingga menyebabkan beberapa pihak mengeluhkannya. Menurut laporan Lonely Planet, beberapa lokasi wisata populer, dari kuil hingga bar, mulai menolak wisatawan asing akibat perilaku mereka yang dianggap buruk.
Pemilik bisnis lokal dan operator wisata ikut frustrasi dengan perilaku tidak sopan dari turis asing, khususnya dalam group tour. Alhasil mereka membatasi akses ke beberapa situs paling populer di Jepang.
ADVERTISEMENT
Sapporo TV Tower Foto: Salmah Muslimah/kumparan
Sebut saja Kuil Nanzo-in Sasaguri yang ada di Prefektur Fukuoka. Tak tanggung-tanggung, kuil ini sudah diberi petunjuk dalam 12 bahasa yang memperingatkan bahwa pengunjung asing dalam kelompok besar mungkin tidak bisa masuk ke dalam.
Kakujo Hayashi, Kepala Kuil Nanzo-in Sasaguri, mengatakan kepada surat kabar Jepang, Asahi Shimbun, bahwa selama 10 tahun terakhir situs tersebut telah dibanjiri wisatawan asing, setidaknya ada 20 hingga 30 bus yang datang setiap hari. Menurutnya, turis yang datang juga mengganggu pendeta kuil dengan membunyikan musik, memanjat atap hingga bermain di air terjun suci yang diperuntukkan bagi para biksu Buddha.
Nabana no Sato, Jepang. Foto: Shutter Stock
Ada juga seorang pemilik bar di Kyoto yang dibuat pusing dengan perilaku turis asing dalam jumlah besar itu. Bahkan, saat ada kelompok turis yang ingin reservasi di tempatnya, ia pun kadang terpaksa berbohong dan mengatakan restorannya penuh. Hal ini karena dirinya pernah melihat ada tamunya membawa makanan dari restoran lain atau menggunakan piring sebagai asbak.
ADVERTISEMENT
Sedangkan di tahun 2017, kuil Yatsushiro-gu di Yatsushiro, Prefektur Kumamoto, untuk sementara waktu berhenti menerima kedatangan turis. Sebab, wisatawan yang datang sudah terlalu banyak dan dinilai mengganggu aktivitas ibadah.
Cantiknya Jepang Foto: Shutter Stock
Ya, overtourism di Jepang menjadi masalah khususnya di kota-kota seperti Kyoto dan Kamakura. Penduduk setempat mengklaim, keberadaan turis asing membuat 'tekanan' pada infrastruktur dan kehidupan sehari-hari. Sebagai salah satu upaya untuk menguranginya, agen pariwisata Jepang mendorong pengunjung untuk menjelajahi daerah yang kurang ramai dikunjungi.
Seorang juru bicara Organisasi Pariwisata Nasional Jepang (JNTO) mengatakan pihaknya bekerja untuk menuju pariwisata yang lebih berkelanjutan.
“JNTO terus memperkenalkan pengunjung budaya dan adat istiadat Jepang dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris dan Cina,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT