Fertina Tarasari: Kanker Payudara Membuat Saya Jadi Pribadi Lebih Baik

19 Oktober 2019 15:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyintas kanker payudara, Fertina Tarasari Yulianti. Foto: Masajeng Rahmiasri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penyintas kanker payudara, Fertina Tarasari Yulianti. Foto: Masajeng Rahmiasri/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Saya harus sembuh. Saya ingin lihat anak saya besar. Saya ingin lihat cucu saya. Saya ingin menimang cucu seperti ibu saya."
ADVERTISEMENT
Inilah yang terus diingat oleh Fertina Tarasari Yulianti (45 tahun), ibu dua orang anak, ketika harus berjuang melawan kanker payudara. Tujuh tahun yang lalu, perempuan yang akrab disapa Sari ini divonis mengidap kanker payudara stadium dua. Ia tak sengaja mengetahui keberadaan penyakit mematikan itu saat menemukan benjolan pada bagian dada kanan atas, mendekati arah leher. Setelah memeriksakannya ke dokter, rupanya benjolan tersebut merupakan tumor yang harus segera diangkat. Dua minggu setelah diagnosis, ia pun segera menjalani mastektomi atau operasi pengangkatan payudara di bagian kanan dan langsung harus menjalani 16 kali kemoterapi.
Segalanya berlangsung begitu cepat, hingga Sari seolah tidak sempat memikirkan apa-apa. Tak diketahui apa persisnya yang menyebabkan ia terkena kanker tersebut. Selama ini juga tak ada gejala yang mengindikasikan bahwa ia akan terkena penyakit itu. Namun, ia menduga bahwa gaya hidupnya lah yang menjadi salah satu pemicu kanker pada tubuhnya.
ADVERTISEMENT
"Waktu itu saya masih kerja sebagai konsultan keuangan swasta. Jadi, saya tidak menyempatkan diri untuk berolahraga. Makanan juga enggak saya atur. Dan, mungkin saya juga belum bisa mengelola stres waktu itu. Faktor-faktor ini yang menjadi pemicu," ungkap Sari kepada kumparanWOMAN di kantor organisasi nirlaba kanker payudara, Lovepink, Jakarta Selatan, Selasa (15/10).
Penyintas kanker payudara, Fertina Tarasari Yulianti. Foto: Masajeng Rahmiasri/kumparan
Tarasari juga menjelaskan bahwa apa yang dideritanya adalah kanker payudara hormonal. Dalam artian, sel kanker dalam tubuhnya hidup dengan ‘memakan’ estrogen dan progesteron, dua hormon yang vital dalam proses reproduksi perempuan. Sehingga, setelah menjalani mastektomi dan kemoterapi, ia masih harus terus meminum obat hormon. Kondisi tubuhnya pun dibuat seperti menopause dini, agar kedua hormon itu tak aktif dan tidak kembali menyebabkan kanker.
ADVERTISEMENT
Menurut Sari, ia beruntung karena penyakitnya diketahui pada fase awal. Ia tidak harus merasakan rasa sakit, bila dibandingkan dengan mereka yang berjuang melawan kanker di stadium akhir. Ia juga mendapatkan penanganan yang cepat, sebelum sel kanker menyebar ke bagian lain dalam tubuh.
Meski begitu, ia tetap harus selalu berhati-hati. Sebab, selalu ada kemungkinan bahwa sel kanker akan relapse atau muncul kembali.
“Tidak pernah ada kalimat cancer free. When you get cancer, pasti ada sel kankernya di dalam tubuh. Tapi, ibaratnya dia tidur,” ujarnya menjelaskan.
Selain minum obat hormon, ia saat ini juga berusaha menjaga gaya hidup, termasuk dengan menjaga pola makan, berolahraga, serta menghindari stres. Ia kini menghindari makanan dengan zat-zat aditif seperti penyedap rasa, pengawet, juga pemanis. Hal ini dilengkapinya pula dengan olahraga seperti berlari dan berenang.
ADVERTISEMENT

Berusaha melewati masa-masa sulit

Melewati pengobatan kanker payudara sama sekali bukanlah hal yang mudah. Berbagai tekanan akan terasa menghimpit sekaligus, mulai dari guncangan mental di dalam diri hingga tekanan yang berasal dari luar.
Sari menjelaskan, ia sempat merasakan masa-masa yang cukup berat dalam proses pengobatannya, terutama pada 4-6 bulan pertama.
"Macam-macam yang membuat berat saat itu. Misalnya, finansial. Dulu belum ada BPJS. Terus, mungkin juga soal percaya diri, karena saya baru kehilangan rambut dan payudara," tutur Sari.
"Pas awal, ada juga ketakutan, ini sebenarnya bisa sembuh atau enggak, sih? Ya, kira-kira pada empat sampai enam bulan pertama, saya mengalami naik turun,” tambahnya.
Penyintas kanker payudara, Fertina Tarasari Yulianti. Foto: Masajeng Rahmiasri/kumparan
Meski berat, Sari tidak lantas menyerah dengan keadaan. Ia tetap berusaha optimistis dan mencintai dirinya sendiri, walau harus berjuang melakukan pengobatan. Caranya, termasuk dengan memberikan reward kepada diri sendiri setelah melewati tahapan pengobatan tertentu. Misal, dengan meminta dibelikan steak kepada suaminya setelah lima tahun menjalani pengobatan kanker. Hal ini dianggapnya sebagai hadiah, setelah sekian lama berusaha makan sehat dan mengurangi konsumsi daging, demi mencegah bangkitnya sel kanker dalam tubuh.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Sari juga tak lupa mempercantik diri. Saat menjalani kemoterapi, rambut dan bulu matanya mulai rontok karena efek obat. Tapi, ia menolak merasa terbebani karena hal tersebut. Tanpa ragu, Sari memutuskan untuk mencukur rambutnya hingga habis, agar tidak merasa stres melihat helaian rambut yang rontok. Ia kemudian memilih menggunakan wig dan tetap merias diri saat bepergian.
“Sebenarnya, saat kena kanker pun, kita bisa tampil lebih cantik. Waktu itu, bulu mata saya rontok. Saya pun belajar pakai bulu mata palsu dan melukis alis. Enggak kelihatan (kalau saya sedang sakit),” tutur Sari.
“Kalau kita mencintai diri sendiri, kita pasti ingin tampil bersih, menarik. Jadi, kembali ke diri kita lagi. Ternyata, saya masih bisa dandan kayak gini. Masih oke," ujarnya menambahkan.
Penyintas kanker payudara, Fertina Tarasari Yulianti. Foto: Masajeng Rahmiasri/kumparan
Selain itu, Sari juga terbantu melewati masa-masa sulit itu karena mendapat bantuan dari orang-orang terdekat. Tak hanya anak-anak yang memang menjadi motivasinya untuk sembuh, ia juga merasa terbantu dengan kehadiran suami yang selalu mendukungnya.
ADVERTISEMENT
“Dukungan suami juga sangat penting. Bagaimanapun, kehilangan sesuatu yang berharga mungkin membuat kita jadi kurang percaya diri. Misal, dengan penampilan yang botak, payudara yang sudah tidak ada. Dukungan suami membuat kita menjadi percaya bahwa ternyata dengan kondisi seperti ini pun, saya masih diterima,” ujar Sari.
Selain itu, perempuan yang pernah menyelesaikan half-marathon (sekitar 21 km) setelah kanker ini juga merasa mendapat dukungan dari tempatnya bekerja dulu. Saat masih menjalani kemoterapi, Sari juga masih menjalani pekerjaan kantor seperti biasa. Namun, ia mendapatkan dukungan atasan dan rekan-rekan yang mau mengerti keadaannya.
“Mereka (atasan saya) mengerti, mereka support. Teman-teman kantor saya juga support. Load pekerjaan saya dikurangi, sementara pekerjaan mereka bertambah. Tapi, mereka tidak keberatan mengenai ini,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT

Merasa kanker payudara menjadikannya lebih baik

Meski harus melewati masa-masa sulit, Sari mengaku tidak pernah menyesali takdirnya. Justru, ia merasa bahwa kanker payudara adalah anugerah yang telah membawanya menjadi pribadi yang lebih baik.
"Ternyata, Tuhan memberikan penyakit ini untuk mengingatkan bahwa semua dalam hidup, semua ada batasnya. Batasan itu justru menjadikan hidup kita lebih baik. Karena, dengan itu, kita jadi mensyukuri apa yang ada,” ujar Sari.
Kini, Sari juga tengah menjalani misi baru dalam hidupnya. Setelah menjalani kemoterapi, ia mendapatkan panggilan jiwa untuk meninggalkan pekerjaannya dan berfokus pada kerja sosial. Meski bukan sebagai founder, ia menemani teman-temannya merintis organisasi nirlaba yang bergerak di bidang sosialisasi kanker payudara, Lovepink. Kini, ia berperan sebagai Foundation Secretary untuk organisasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut Sari, ia merasa bahagia karena bisa berbagi dengan sesama pejuang kanker payudara dan membantu mereka melewati masa-masa tersulitnya. Ia juga ingin mengajak agar para pejuang kanker payudara tetap bersemangat menjalani pengobatan mereka.
"Harus tetap positive thinking. Jangan memikirkan sakit itu seperti apa atau berpikir saya pasti mati. Mati itu sudah pasti. Tapi bagaimana cara kita menjalani hidup, itu yang perlu kita pikirkan," ujar Sari.
"Saya (memilih) menjalani hidup dengan positif, semangat dan bersyukur," pungkas Sari.