Konten Media Partner

BNPT Ungkap Ciri-ciri Penceramah Radikal yang Patut Diwaspadai

5 Maret 2022 22:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid. Dok. BNPT
zoom-in-whitePerbesar
Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid. Dok. BNPT
ADVERTISEMENT
Dikretur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid menyebutkan sejumlah ciri-ciri penceramah radikal yang patut diwaspadai.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/3/2022), menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo pada Rapat Pimpinan TNI - Polri di Mabes TNI, Jakarta, Selasa, (1/3) yang menyebut penceramah radikal sebagai peringatan kuat untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.
Pernyataan Presiden itu harus ditanggapi serius oleh seluruh kementerian, lembaga pemerintah dan masyarakat pada umumnya tentang bahaya radikalisme. “Sejak awal kami (BNPT) sudah menegaskan bahwa persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme. Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama,” tegas Nurwakhid.
Untuk mengetahui penceramah radikal, Nurwakhid, mengurai beberapa indikator yang bisa dilihat dari isi materi yang disampaikan bukan tampilan penceramah. Setidaknya ada lima indikator yang disampaikannya.
ADVERTISEMENT
Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama. Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.
Selanjutnnya keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifaan lokal keagamaan.
“Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan dan keragaman,” tuturnya.
Sejalan dengan itu, Nurwakhid juga menegaskan strategi kelompok radikalisme bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Ada tiga strategi yang dilakukan oleh kelompok radikalisme. Pertama, mengaburkan, menghilang bahkan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Ketiga, mengadu domba di antara anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan Isu SARA,” urai Nurwakhid.
Strategi ini dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa. Proses penanamanya dilakukan secara masif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut.
“Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal untuk memutus penyebaran infiltrasi radikalisme ini salah satunya adalah jangan asal pilih undang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat,” tutupnya. []