Konten Media Partner

Carmel Budiardjo, Pendiri TAPOL Meninggal, Mantan GAM: Banyak Bantu Aceh

11 Juli 2021 14:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Carmel saat muda (kiri) dan fotonya di tahun 2020. Dok. tapol.org
zoom-in-whitePerbesar
Carmel saat muda (kiri) dan fotonya di tahun 2020. Dok. tapol.org
ADVERTISEMENT
Carmel Budiardjo, pendiri organisasi Tahanan Politik (TAPOL) meninggal dunia di London, Inggris dalam usia 96 tahun. Semasa hidupnya dia aktif mengadvokasi berbagai isu pelanggaran HAM berat di Indonesia, seperti kasus 1965, kasus Timor Leste, Papua dan Aceh.
ADVERTISEMENT
Beliau meninggal pada Sabtu (10/7/2021) sekitar pukul 09.00 waktu London. Informasi ini disampaikan twitter TAPOL, “dengan sangat sedih, kami umumkan meninggalnya Carmel Budiardjo, pendiri kami, Sabtu pagi ini pukul 9 pagi.”
Mantan Petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Munawar Liza, menyampaikan belasungkawa khusus atas meninggalnya Carmel. “Kami turut berduka, terima kasih atas jasa yang tidak terhingga kepada Aceh,” katanya kepada acehkini, Minggu (11/7/2021).
Munawar Liza membagi kenangannya dengan Carmel semasa konflik Aceh. Pada tahun 2000, aktivis HAM asal Aceh Jakfar Sidik Hamzah, baru pulang ke Aceh dari Amerika Serikat. Salah satu agendanya adalah menggalang dukungan kepada SCHRA atau Support Committee for Human Rights in Aceh yang dicetuskan oleh beberapa NGO, dalam sebuah pertemuan internasional di Bangkok pada 1999.
ADVERTISEMENT
Pada sebuah pertemuan di Hotel Cakradonya, Banda Aceh untuk diskusi terkait SCHRA, Jakfar mengundang Munawar Liza. Saat itulah Jakfar mengenalkan beberapa temannya, salah satunya Carmel Budiardjo.
“Inilah pertemuan pertama dengan Ibu Carmel, pendiri TAPOL bermarkas di London yang memperjuangkan perdamaian, demokrasi, dan penegakan HAM di Indonesia. Ibu Carmel juga salah seorang pendiri SCHRA,” jelas Munawar Liza.
Menurutnya, Carmel dengan TAPOL-nya secara konsisten memperjuangkan penegakan HAM di Timor, Papua, dan Aceh selama puluhan tahun.
Beberapa hari setelah pertemuan ini, mereka dikejutkan kabar dari keluarga, bahwa Jakfar hilang diculik, pada 5 Agustus 2000. Mayatnya ditemukan kemudian dengan bekas siksaan berat.
Sejak itu, Munawar Liza meninggalkan Aceh. “Komunikasi dengan ibu Carmel tidak pernah terputus, baik di masa pelarian dan masa di pengasingan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Munawar menilai hampir semua aktivis Aceh masa lalu mengenal Carmel. Semua pertemuan internasional terkait dengan Aceh, Carmel atau TAPOL selalu hadir memberikan dukungan. TAPOL juga mengeluarkan buletin yang menjadi salah satu sumber informasi penting tentang berbagai kasus kekerasan di Indonesia. Berbagai kegiatan dibuat TAPOL untuk mengampanyekan penghentian kekerasan.
Carmel disebut banyak membantu aktivis Aceh yang mencari suaka politik ke Eropa semasa konflik. “Ibu Carmel telah banyak berbuat untuk Aceh di masa lalu,” kata Munawar Liza.

Tentang Carmel dan TAPOL

Carmel Budiardjo, lulusan lulusan Universitas London pada 1946 dalam bidang ekonomi, dia berkewarganegaraan Inggris yang menikah dengan seorang Indonesia, yang dijumpainya di Ceko, ketika bekerja dengan Perhimpunan Mahasiswa Internasional pada 1950. Dilansir Wikipedia, saat itu pemuda-pemuda Indonesia baru saja menghirup udara bebas setelah perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan Belanda.
ADVERTISEMENT
Tahun 1951, Carmel pindah ke Indonesia bersama suaminya. Dia bekerja untuk Departemen Luar Negeri RI dan dengan Himpunan Sarjana Indonesia. Melalui organisasi inilah, ia terkait erat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Setelah peristiwa G30S PKI, tahun 1965, Budiardjo, suami Carmel ditahan oleh pemerintah Soeharto selama 12 tahun. Carmel sendiri dijebloskan ke penjara selama tiga tahun tanpa pernah diadili. Pada tahun 1971, Carmel dideportasi ke Inggris.
Selanjutnya, Carmel mendirikan TAPOL pada 1973 bersama sejumlah temannya. Organisasi tersebut bekerja membela para tahanan politik dan HAM di Indonesia. Nama organisasinya sendiri, TAPOL, adalah istilah yang umum digunakan di Indonesia, Tahanan Politik. []