Demi Kemanusiaan, Elemen Sipil Aceh Minta Pemerintah Lindungi Pengungsi Rohingya

Konten Media Partner
25 Juni 2020 19:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengungsi Rohingya yang sempat terombang-ambing di laut menggunakan kapal nelayan Aceh Utara. Foto: Zikri M untuk acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya yang sempat terombang-ambing di laut menggunakan kapal nelayan Aceh Utara. Foto: Zikri M untuk acehkini
ADVERTISEMENT
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, mendesak otoritas setempat agar segera memberi perlindungan terhadap 94 warga negara asing (WNA) pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh Utara, demi pertimbangan kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
“Kami mengapresiasi tindakan nelayan Aceh yang dengan segera mengevakuasi WNA di kapal tersebut, dengan segala keterbatasan akses dan fasilitas, mereka tetap turun tangan menyelamatkan para pengungsi,” kata Mardhatillah, Divisi Riset dan Pengembangan KontraS Aceh, Kamis (25/6/2020).
Merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri, KontraS Aceh meyakinkan bahwa Indonesia telah komit memberikan perlindungan, baik ketika pengungsi ditemukan, memberi pengamanan, serta pengawasan bersama lembaga domestik dan internasional.
Aturan tersebut juga merupakan manifestasi dari Pasal 28 G UUD 1945, yang salah satu poinnya kurang lebih menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas rasa aman, serta perlindungan dari ancaman ketakutan. Selain itu, Perpres 125/2016 juga wujud mandat dari Pasal 25-27 UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. UU ini sendiri menjelaskan soal pemberian suaka dan masalah pengungsi.
ADVERTISEMENT
"Perpres itu harus menjadi rujukan utama untuk penanganan para pengungsi Rohingya ini, karena di dalamnya sudah ada pengaturan yang jelas tentang bagaimana pemerintah dan otoritas setempat menyikapinya," ucap Mardha.
Warga membantu menurunkan pengungsi Rohingya di Aceh Utara. Foto: Iskandar untuk acehkini
KontraS meminta pemerintah jangan lagi menggunakan pendekatan keamanan dengan melarung pengungsi kembali ke laut lepas, karena bisa membahayakan keselamatan mereka. "Hal itu justru bertentangan dengan semangat perlindungan terhadap kemanusiaan dan HAM," imbuhnya.
Di tengah situasi saat ini, sambung dia, setiap masyarakat harusnya bersolidaritas. Apalagi, masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di tempat asal mereka di Rakhine, Myanmar, belum juga tuntas.
Sementara itu, lembaga Perkumpulan SUAKA ikut meminta hal sama, agar pemerintah Indonesia menyelamatkan pengungsi Rohingya yang sudah memasuki wilayah Indonesia. “Para pengungsi ini sudah berada di lautan selama berminggu-minggu, mereka pasti membutuhkan bantuan untuk memenuhan kebutuhan dasar mereka,” ungkap Rizka Argadianti Rachmah, Ketua Perkumpulan SUAKA.
ADVERTISEMENT
Rizka menyebut, ketakutan terkait COVID-19 tidak boleh menjadi alasan untuk menolak pengungsi Rohingya. “Ada prinsip Internasional di mana Indonesia juga terikat, yaitu prinsip untuk tidak menolak atau mengembalikan orang yang sedang mencari perlindungan. Pemerintah Indonesia tidak boleh melakukan itu,” lanjutnya.
Direktur Yayasan Geutanyoe Indonesia, Rima Shah Putra, mengatakan tidak ada alasan menolak mereka karena COVID-19. “Pemerintah memiliki peralatan yang cukup untuk melakukan test terhadap mereka dan masyarakat juga sudah bersedia untuk menyambut para pengungsi ini,” ujarnya.
Menurutnya, masyarakat siap untuk menerima pengungsi Rohingya di daratan dengan menyediakan makanan untuk mereka. Pemerintah dan masyarakat Aceh juga sudah memiliki pengalaman mengelola ribuan pengungsi Rohingya seperti yang terjadi pada tahun 2015 silam. []
ADVERTISEMENT