Konten Media Partner

Emak-emak Minta Pemerintah Tegas Selesaikan Krisis Air di Aceh Besar

16 Februari 2020 22:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Emak-emak di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, mengantri air bersih akibat daerahnya dilanda krisis air. Foto: Dok. SP Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Emak-emak di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, mengantri air bersih akibat daerahnya dilanda krisis air. Foto: Dok. SP Aceh
ADVERTISEMENT
Solidaritas Perempuan (SP) Bungoeng Jeumpa Aceh menggelar diskusi publik bertema “Krisis Air Melanda Aceh Besar, Apa Respon Pemerintah dan Dampak Terhadap Perempuan?” di Meunasah Gampong Lambaro Seubun, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Sabtu (15/2)
ADVERTISEMENT
Diskusi itu dihadiri aparatur gampong (desa), Tuha Peut perempuan, dan sejumlah anggota serta perwakilan perempuan dari enam gampong di Kecamatan Peukan Bada, Lhoknga, dan Leupung, Kabupaten Aceh Besar.
Hadir sebagai pembicara dalam pertemuan itu: Suraiya Kamaruzzaman (akademisi sekaligus pegiat perempuan Aceh), Eli Susanti (tokoh perempuan di Lambaro Seubun dan anggota SP Aceh), serta Anggota DPRK Aceh Besar, Abdul Muchti.
Diskusi membahas 'Krisis Air Melanda Aceh Besar, Apa Respon Pemerintah dan Dampak Terhadap Perempuan?' di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Foto: Dok. SP Aceh
Eli Susanti memaparkan kondisi kekeringan yang terjadi di Gampong Lambaro Seubun, Lhoknga yang serupa dengan sejumlah gampong lainnya di Peukan Bada, Lhoknga, dan Leupung.
Menurutnya, akibat kekeringan, warga desa saat ini sangat kesulitan air. Untuk dapat mengakses air, masyarakat harus menempuh jarak yang jauh. “Dan terkadang air yang kami peroleh itu tak layak dikonsumsi,” kata Eli.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, krisis air di desa tempat tinggalnya sudah setahun lebih. Selama ini banyak upaya yang sudah ditempuh masyarakat, tetapi masalah kelangkaan air tak kunjung tuntas. Kaum perempuan terpaksa antri untuk mengangkut air, bahkan begadang malam hingga mengurangi waktu istirahatnya.
“Sementara dari pihak gampong belum dapat berbuat banyak, karena sudah ada penyuplai itu saja kami sudah sangat bersyukur,” ujarnya.
Sementara pegiat perempuan, Suraiya Kamaruzzaman menuturkan merujuk data global pada tahun 2018 menunjukkan ada 100 juta warga yang terjebak dalam kemiskinan dan didera bermacam penyakit yang disebabkan kekurangan air.
“Sementara problem global, lebih dari 50 persen masyarakat di dunia mengalami penyakit akibat kondisi air yang buruk,” kata Suraiya.
Menurut Suraiya, ada dua hal yang perlu diperhatikan tentang pemenuhan hak atas air, yakni kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, sebut dia, pemerintah perlu menjamin ketersediaan air bersih bagi kebutuhan masyarakat sehari-hari. “sehingga ibu-ibu tidak lagi mengantre," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk jangka panjang, imbuh Suraiya, pemerintah harus serius memastikan ekosistem di kawasan hutan Aceh Besar, terutama keberadaan karst. Karena kelangkaan air disebabkan oleh maraknya perambahan hutan, penambangan, dan sebagainya.
“Ini berpengaruh pada tergerusnya tutupan hutan di suatu wilayah. Semakin berkurang, maka penyangga dan penyimpan air juga ikut terdampak,” tegas dia.
Ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, mengantri air bersih untuk diangkut ke rumahnya masing-masing. Foto: Dok. SP Aceh
Anggota DPRK Aceh Besar, Abdul Muchti, menyebut Pemerintah Aceh Besar sudah menandatangani kerja sama terkait pasokan air PAM ke gampong-gampong. Hal itu ditargetkan bisa terealisasi tahun 2021 mendatang.
Muchti sempat mengusulkan kepada pemerintah agar membenahi ulang bendungan tersebut agar kapasitas penampungan airnya lebih besar.
“Ini tanggung jawab semua pihak, terutama perusahaan yang melakukan perambahan hutan. Perlu perhatian semua lini, dan saya akan memasukkan ini dalam pandangan umum di rekomendasi pansus,” ujar Muchti.
ADVERTISEMENT
Diskusi tersebut ditutup dengan penandatanganan komitmen bersama antara aparatur gampong, tokoh perempuan, SP Aceh, dan Abdul Muchti selaku anggota DPRK.