Pemerintah Aceh Siapkan 2 Alternatif Atasi Kekeringan Sawah

Konten Media Partner
29 Januari 2020 12:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi kekeringan di kawasan Peukan Bada, Aceh Besar, Kamis (23/1/2020). Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi kekeringan di kawasan Peukan Bada, Aceh Besar, Kamis (23/1/2020). Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Pemerintah Aceh menggelar rapat membahas penanganan kekeringan sawah yang menyebabkan padi gagal panen atau puso yang melanda Kabupaten Aceh Besar. Dua solusi mencuat untuk menangani kekeringan area persawahan dalam rapat yang berlangsung di ruang Asisten ll Sekda Aceh, pada Selasa (28/1), yaitu menggunakan pompanisasi atau membangun sumur bor.
ADVERTISEMENT
Rapat yang dipimpin Asisten ll Sekda Aceh, Teuku Ahmad Dadek, melibatkan Dinas Pengairan Aceh, Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) hingga Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh. Dalam rapat itu juga diputuskan bahwa akan dilakukan pengecekan ke lapangan pada Kamis dengan lokasi yang akan dikunjungi masing-masingnya di kawasan Seulimuem dan Kuta Cot Glie, Aceh Besar.
"Rapat tersebut digelar untuk memetakan langkah dalam menghadapi kekeringan yang melanda areal persawahan di Kabupaten Aceh Besar," ujar Dadek.
Asisten ll Sekda Aceh, Teuku Ahmad Dadek, memimpin rapat penanganan kekeringan sawah di Kabupaten Aceh Besar. Foto: Dok. Humas Setda Aceh
Menurutnya, dampak kekeringan tersebut dikatakan telah merusak areal persawahan di Aceh Besar seluas 1.593 hektare. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari sejumlah kecamatan di mana Seulimuem merupakan kecamatan dengan luas areal sawah yang mengalami puso mencapai 683 hektare. Selanjutnya Kecamatan Kuta Cot Glie seluas 624 hektar, Indrapuri 25 hektare, Pulo Aceh seluas 224 hektare, Krueng Barona Jaya 16 hektare, Kuta Baro 10 hektare, Jantho 8 hektare dan Lhoknga 3 hektare.
ADVERTISEMENT
Dadek menambahkan, jika luas area sawah yang mengalami gagal panen itu dikalikan produktivitas tanaman 5 ton per hektare kemudian dikalikan harga gabah 5.000 rupiah per kilogram, maka kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp 40 miliar.
"Perlu dukungan semua pihak untuk mencari solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap kondisi tersebut mengingat tren kekeringan terus meningkat, terutama di Aceh Besar," kata Dadek.
Ia menyebut setidaknya ada dua solusi untuk menangani kekeringan area persawahan yang disimpulkan dalam rapat tersebut, yakni menggunakan pompanisasi, membangun sumur bor atau sumur dangkal.
Namun demikian, tambah Dadek, untuk memastikan solusi apa yang akan ditempuh, diperlukan langkah penelitian langsung ke lapangan guna melihat kondisi persawahan. "Pengecekan ke lapangan akan dilakukan pada Kamis untuk melihat pola apa yang paling cocok, apakah sumor bor atau pompanisasi," ujar Dadek.
ADVERTISEMENT