Jelajah Desa Tertinggal di Aceh: Pagar Listrik Pengusir Gajah (3)

Konten Media Partner
4 September 2020 10:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kebun yang dirusak gajah. Foto: Siti Aisyah/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Kebun yang dirusak gajah. Foto: Siti Aisyah/acehkini
ADVERTISEMENT
Pagi muncul. Matahari baru menampakkan wujudnya di kaki langit. Suasana asri dan sejuk begitu terasa di Desa Blang Lango. Sesudah sarapan dan mengopi, kami lalu berkeliling jalanan kampung yang berada di kawasan pegunungan Kecamatan Seunagan Timur, Nagan Raya, Aceh, itu.
ADVERTISEMENT
Di tengah perjalanan, kami menepi pada sebuah areal perkebunan. Di sana, pohon jengkol, sawit, dan pisang tampak bertumbangan. Batangnya patah. Akarnya turut terangkat ke permukaan tanah. "Gajah itu menghancurkan semua isi kebun warga," kata Astria, pemilik kebun, Minggu (30/8).
Di sudut yang lain, kami menyaksikan rumah-rumah rusak parah. Dinding bermaterial kayu jebol. Adapula bagian sisi lain yang terbuat dari beton hancur setelah dirusak kawanan gajah liar. Menurut Astria, rumah itu sudah kosong karena ditinggalkan pemiliknya.
Bekas rumah yang dirusak gajah. Foto: Siti Aisyah/acehkini
Kawanan gajah liar kerap mendatangi perumahan warga saat hari mulai gelap. “Kalau malam itu tampaknya remang-remang jadi tidak jelas berapa ekor gajah yang masuk. Sudah sangat sering, setiap bulan pasti ada,” tutur Astria.
Berkendara sepeda motor sekitar sejam dengan jalanan kerikil dan tanjakan, kami tiba di Desa Tuwi Meuleusong. Meski masih tetangga Desa Blang Lango, namun tidak ada tanda-tanda kehadiran gajah liar di sana. Pohon-pohon sawit dan pisang tumbuh subur di perkebunan yang dikelilingi pagar kawat itu.
Afandi menunjukkan alat listrik untuk mengusir gajah. Foto: Siti Aisyah/acehkini
Pagar itu bukan seperti pembatas lahan perkebunan yang lazim. Di sepanjang kawat itu mengalir arus listrik yang dapat menyetrum apa saja. "Ini alat kontak kejut, yang kami gunakan untuk mengusir gajah liar yang hendak masuk ke kebun," kata Afandi, Kepala Desa Tuwi Meuleusong.
ADVERTISEMENT
Pagar listrik tersebut dipasang sejak 2018 pada lahan perkebunan seluas 10 hektare milik Badan Usaha Milik Desa (BUMD). Saat itu kawanan gajah liar mulai dianggap sebagai hama oleh masyarakat karena kerap membuat petani gagal panen.
Afandi menuturkan, arus listrik pada pagar itu hanya dinyalakan saat malam hari. Ia meyakini pagar listrik itu hanya membuat efek kejut saat bersentuh dengan tubuh gajah. Ini juga dinilai membuat gajah liar trauma dan menjauh dari perkebunan. "Ini tidak membunuh," jelasnya.
Kebun tak dirusak gajah setelah pagar dialiri listrik. Foto: Siti Aisyah/acehkini
Afandi berinisiatif memasang pagar listrik setelah berkonsultasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh. Lembaga pemerintah yang mengelola kawasan konservasi beserta isinya ini pun merekomendasikan pemasangan listrik.
"Karena sebelum ada alat kontak kejut ini tanaman pertanian di lahan kami selalu habis dirusak gajah," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Setelah mengantongi rekomendasi dari BKSDA, aparatur Desa Tuwi Meulesong lalu membeli alat kontak kejut itu dengan menganggarkan dana desa sekitar Rp30 juta melalui program BUMD. "Sampai saat ini gajah gak berani masuk lagi," ujar Afandi.[bersambung]