news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kata Ketua FPI Aceh soal Poligami di Aceh: Harusnya Bupati Beristri 3

Konten Media Partner
7 Juli 2019 15:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Poligami. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Poligami. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Front Pembela Islam (FPI) Aceh, Tgk Muslim At-Thahiri, buka suara terkait aturan legalitas poligami yang sedang dirancang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Pemerintah Aceh. Ia mengatakan, pihaknya mendukung penuh rencana aturan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Bahkan bagusnya bupati minimal punya tiga istri, DPRA tiga istri, DPRK dua istri, camat dua, KUA dua, keuchik (kepala desa) boleh dua,” kata Tgk Muslim saat dihubungi acehkini, Minggu (7/7).
Tgk Muslim juga menyarankan agar mereka yang punya penghasilan maupun harta melimpah dapat mempunyai dua istri. "Supaya tanah Aceh penuh dengan bangsa kita sendiri. Jika qanun itu berhasil, insyaAllah akan lahir anak Aceh setiap tahun tiga kali lipat," ujarnya mengungkapkan alasan dukungannya.
Ketua FPI Aceh, Tgk Muslim At-Thahiri. Foto: Dok. Pribadi
Perkiraannya, jika hal tersebut direalisasikan oleh mereka yang mampu, setiap tahun penduduk Aceh akan bertambah secara signifikan, minimal 500 ribu orang. "Dalam 15 tahun ke depan, penduduk Aceh minimal 20 juta orang," ujarnya.
Menurutnya, saat ini tidak ada penambahan penduduk di Aceh dalam skala besar. Jumlahnya bahkan tak jauh berbeda dengan 20 tahun lalu, saat itu tercatat sebanyak 4 juta orang. Sesuai data Pemerintah Aceh, saat ini penduduk Aceh sekitar 5,2 juta orang.
ADVERTISEMENT
"Dulunya sempat banyak berkurang karena konflik Aceh dan bencana tsunami,” kata Tgk Muslim.
“Poligami bukan sekadar nafsu lelaki belaka, ini juga bagian dari syariat Islam (berlaku di Aceh,” tambahnya.
Pro-kontra Perempuan
Tokoh Mujahidah Pembela Islam (MPI) Aceh, Ustazah Nur Azizah, ikut menyatakan dukungannya terhadap rencana qanun poligami tersebut. “Saya mendukung sepenuhnya qanun tersebut segera rampung, dan bisa dijalankan, karena poligami adalah bagian dari syariat Allah dan Rasulullah Muhammad Saw,” katanya.
Menurutnya, Allah mensyariatkan poligami karena Allah Maha Mengetahui manfaat di balik poligami. Lagi pula, tidak ada satu pun dari syariat Allah yang sia-sia dan men-dzalimi hamba-Nya.
Ustazah Nur menambahkan, adanya anggapan banyak perempuan menilai poligami akan men-dzalimi kaumnya adalah salah. Justru poligami mengangkat harkat, martabat wanita, dan bagian dari perlindungan wanita. Ini disebabkan, jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Aceh, sudah saatnya poligami dilegalkan karena banyaknya warga Aceh dulu yang meninggal akibat konflik dan tsunami. "Banyak tanah di Aceh masih kosong, sehingga sangat mudah bagi orang asing menguasai tanah di Aceh, maka salah satu dari upaya meningkatkan angka kelahiran di Aceh adalah poligami," tegasnya.
Dia ikut mengimbau semua perempuan muslimah di Aceh untuk mendukung syariat Allah tersebut. “Walau itu pahit bagi kita, karena belum tentu yang pahit itu racun tapi banyak yang pahit itu menjadi obat, ayo jihad demi kemenangan Islam, ayo perbanyak generasi agar Aceh kembali jaya,” sebut Nur Azizah.
Sementara itu, aktivis perempuan dan akademisi Aceh, Muazzinah Yacob, menilai poligami bukanlah sebuah gaya hidup. “Bicara poligami bukan persoalan ‘kepanikan’ perempuan, karena pada dasarnya kita semua tidak menafikan bahwa perihal poligami ada dalam ajaran Islam,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Namun menurutnya, hadirnya rancangan qanun poligami tersebut hanya memaksakan perilaku secara keliru, seolah poligami menjadi lifestyle bagi yang mampu, tanpa melihat esensi dari poligami itu sendiri.
“Sejauh mana esensi aturan poligami berjalan dengan baik, berbasis pada prinsip keterbukaan, kesejahteraan, dan keadilan. Jika mengatakan ingin ikut Rasulullah jangan setengah-setengah tapi secara menyeluruh. Kapan dan kenapa Rasulullah Muhammad Saw berpoligami? Hal ini bukan karena Nabi Muhammad mengikuti hawa nafsunya,” gugat Muazzinah.
Dia mengingatkan Pemerintah Aceh dan DPRA, agar jangan sampai ranah pokok pikiran dari legislatif Aceh, hanya sebatas bab poligami, dan seringnya aturan hanya menjadikan perempuan sebagai objek demi adanya anggaran dalam merancang sebuah qanun atau peraturan daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPRA, Musannif, mengatakan rencana qanun tersebut telah masuk program legislasi sejak 2018. “Jadi kami sebagai Komisi VII di DPRA diputuskan untuk membahas. Pembahasan sudah mulai sejak awal tahun ini, draft-nya juga sudah ada di eksekutif. Salah satu bab-nya mengatur tentang poligami,” katanya.
Menurutnya, poligami pada dasarnya diperbolehkan dalam hukum Islam, tetapi tidak dianjurkan dalam hukum negara. Karena dibolehkan, marak terjadi kawin siri, tetapi pertanggungjawaban kepada Tuhan, dan anak yang dihasilkan dari kawin siri, lemah dari sisi hukum negara atau UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Reporter: Adi W