Penggunaan Ganja dalam Makanan Khas Aceh, Halal atau Haram?

Konten Media Partner
12 Juli 2019 19:02 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tanaman ganja di pegunungan Aceh Besar. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Tanaman ganja di pegunungan Aceh Besar. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Seiring dengan ketatnya hukum negara terhadap peredaran ganja, mencari kuliner khas Aceh yang aslinya berbahan dasar ganja jadi semakin susah. Kuah Beulangong atau Kari Bebek (Sie Itek), misalnya.
ADVERTISEMENT
“Kalau dulu sebelum tsunami Aceh (tahun 2004), masih ada beberapa warung di Aceh yang diam-diam menyajikan Kuah Bulangong mengandung bumbu biji ganja. Rasanya sungguh nikmat,” kata Wak Joy, penggemar dua makanan tradisional itu, kepada acehkini, Jumat (12/7/2019).
Wak Joy merujuk pada beberapa warung di kawasan Sibreh dan Lambaro, Aceh Besar. Di Banda Aceh, juga ada beberapa warung lama yang masih memanjakan pelanggan dengan bumbu ganja.
“Banyak orang tahu tentang warung-warung itu. Semuanya normal-normal saja,” katanya.
Karena rindu kuliner berbumbu ganja, Wak Joy sesekali pernah memasak sendiri Kari Bebek dengan tambahan biji ganja. Itu pun jika mendapat biji ganja dari rekannya.
Memasak kuah beulangong, dulunya berbumbu ganja. Foto: Windy/acehkini
Rasanya, memang tak jauh berbeda dengan Kuah beulangong dan Kari Bebek yang banyak dijual di warung-warung. Sebab, bumbu-bumbu yang dipakai masih sama, hanya minus biji ganja.
ADVERTISEMENT
“Tapi, ada sensasi lain kulinernya, lebih nikmat dan enak saja,” kata Wak Joy.
Ganja dalam Makanan Khas Aceh
Soal penggunaan ganja sebagai bahan makanan khas Aceh, sebenarnya telah berlangsung lama. Sebab, tanaman ganja tumbuh subur di lereng-lereng pegunungan Aceh, baik liar maupun yang dibudidayakan.
Hikayat mariyuana pun tak jauh-jauh dari riwayat Serambi Makkah. Pohon ini disebut dalam kitab Tajol Mulok sebagai warisan Kesultanan Aceh abad ke-18 Masehi. Kitab tersebut memuat manfaat ganja sebagai resep obat-obatan dan bumbu makanan.
Sebelum tanaman itu dilarang pemerintah, pemerhati sejarah dan budaya Aceh, Tarmizi Abdul Hamid, mengatakan menu berbumbu ganja bukan barang asing. Umumnya, biji ganja dipakai sebagai bumbu untuk memasak daging; sapi, kambing, ayam, maupun bebek.
Tarmizi Abdul Hamid memperlihatkan sebuah naskah kuno Aceh miliknya. Foto: Ahmad Ariska
“Biasanya ampuh juga untuk memasak ayam atau bebek yang sudah tua, yang dagingnya sudah sangat kenyal, biji ganja bisa membuatnya lembut,” katanya.
ADVERTISEMENT
Biji ganja yang dihaluskan bersama bumbu lainnya mampu melunakan daging, sehingga makanan terasa nikmat saat dikunyah, dan rasanya lebih sedap. Bahkan, bisa dijadikan sebagai pengawet makanan alami.
Namun, di sisi lain, Aceh sangat kental dengan aturan syariat Islam. Lalu, bagaimana hukum mengonsumsi ganja di tanah Serambi Makkah?
Ganja dalam Pandangan Islam
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Teungku H. Faisal Ali, menyatakan pada dasarnya hukum konsumsi ganja dalam Islam adalah mubah atau dibolehkan. Namun saat ini, ganja telah difatwakan haram 'aridhi oleh ulama, karena sering disalahgunakan.
Maksud haram aridhi adalah perbuatan-perbuatan yang pada awalnya tidak haram, tapi pada saat perbuatan itu dilaksanakan disertai berbagai hal yang membuat perbuatan itu kemudian menjadi haram.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Teungku H Faisal Ali. Foto: Dok. MPU Aceh
"Bukan lagi dipakai untuk obat, penyedap makanan sedikit, jadi sekarang sudah berton-ton dijual. Penggunanya pun orang-orang yang tidak ada standar. Makanya jika dilihat dalam konteks bahaya yang cukup besar sekarang, makanya para ulama memfatwakan ganja tersebut haram," kata Teungku Faisal dihubungi acehkini, Kamis (11/7).
ADVERTISEMENT
Teungku Faisal menambahkan, secara umum ganja tidak bisa disebutkan hukumnya mubah atau boleh karena berpotensi bakal salah diartikan oleh masyarakat. Tetapi dalam konteks tertentu, misalnya penggunaan sedikit sebagai penyedap Kuah Beulangong, itu dibolehkan.
"Karena kalau dibilang haram secara menyeluruh, maka siapa saja yang makan Kuah Beulangong sudah berdosa," ujar Teungku Faisal.
Alasan ulama memfatwakan ganja haram aridhi, kata Teungku Faisal, karena sekarang banyak yang konsumsi ganja untuk dihisap seperti rokok dan memabukkan. Menurutnya, saat ini sebagian besar pengguna ganja di Aceh adalah orang yang tanpa ilmu dan bukan untuk kepentingan kesehatan, makanya haram.
Teungku Faisal menyebutkan, penggunaan ganja sebagai obat-obatan dan penyedap makanan merupakan hal biasa dalam kehidupan masyarakat Aceh sehari-hari. Misalnya memasukkan satu sendok sebagai bumbu, setiap memasak kuah beulangong.
ADVERTISEMENT
"Tapi orang lain menjualnya berton-ton untuk dihisap, makanya haram," kata dia.
Reporter: Adi W, Habil Razali